Konten dari Pengguna

Alasan Pancasila Sulit Untuk Dideskripsikan Dibandingkan Dengan Ideologi Lainnya

Hangkoso Satrio
l'etat c'est moi
1 Juni 2020 17:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hangkoso Satrio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
“Sekolah adalah pranata sosial dari Kapitalisme. Sekolah mengajarkan untuk menjadi pekerja dan taat aturan sehingga akan menguntungkan pemilik modal” Ujar seorang Dosen bernama Theodorus Sardjito di suatu acara seminar GMNI di FHUI tahun 2008 membahas tentang apa itu Pancasila.
ADVERTISEMENT
Apa yang saya dapatkan dari pertanyaan saya tersebut? Cuma satu, marah. Iya, dosen filsafat tersebut memarahi saya, saya tidak ingat perkataannya. Dia hanya membentak saya dan saya tidak ingat bentakannya karena menurut saya tidak menjawab pertanyaan saya yang saat itu bingung menjawab suatu pertanyaan: “Apa itu Pancasila”.
Walaupun dimarahi oleh Pak Sardjito saat, tetapi diskusi tersebut membuka pemahaman saya tentang Pancasila untuk pertama kalinya. Sayangnya sebelum mempunyai kesempatan diskusi lebih lanjut, Beliau telah meninggal dunia. Sejak saat itu saya bertanya-tanya bagaimana cara membuat pranata sosial dari Pancasila. Padahal saya tidak mengerti apa arti dari pranata sosial, hanya bisa menerka-nerka apa artinya.
ADVERTISEMENT
Saya memahami Pancasila sebatas pada 5 butir Pancasila beserta lambangnya, dan juga bermodalkan pelajaran PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) sewaktu SD yang sampai sekarang pun tak tau apa manfaatnya.
Kajian filsafat mengenai Pancasila sangat kering berbeda dengan ideologi dunia lainnya, seperti libertarianisme, kapitalisme, komunisme, sosialisme, ataupun filsafat Islam. Lalu mengapa Pancasila bisa menjadi dasar ideologi negara?
Buku yang layak untuk mendeskripsikan Pancasila sepencarian saya hanyalah buku Prof. Drs. Sunardjo Wreksosuhardjo yang saya beli seharga Rp 3.000 pada tahun 2010 saat obral buku bekas Koperasi Mahasiswa FHUI. Tapi itu pun tetap tidak bisa menyetarakan filsafat Pancasila dengan filsafat-filsafat lain yang saya baca di buku Lloyd’s Introduction to Jursprudence (M.D.A. Freeman) pada saat mengambil mata kuliah filsafat hukum. Saya mencoba untuk mencari tulisan-tulisan tentang Pancasila dengan pembahasan menyerupai cara para filusuf-filusuf menciptakan suatu ideologi tetapi pencarian saya gagal.
ADVERTISEMENT
Perbedaan antara Pancasila dengan ideologi lain
Pada tanggal 1 Juni 2020 tiba-tiba saya mendapatkan jawaban dari pertanyaan saya. Pancasila adalah suatu postulat dari banyak nilai yang terdapat pada banyak suku, agama, ras, dan golongan yang hidup di Indonesia sehingga pembuatan nilai-nilai Pancasila dalam berfilsafat dibuat dengan teknik bottom-up (dari bawah ke atas), oleh karena itu di bawah lambang Pancasila tertulis “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Menurut saya Pancasila tidak pernah dimaksudkan untuk membuat suatu deskripsi tentang ideologi, akan tetapi merupakan suatu kumpulan ide dasar dari berbagai macam ide di dalam setiap suku, agama, ras dan golongan yang ada di Indonesia. Sehingga 5 butir Pancasila tersebut hanyalah suatu norma dasar yang dianggap mewakili sekian banyak perbedaan nilai masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, cara saya memahami Pancasila dahulu kala salah karena melakukan komparasi dengan asumsi metode penemuan Pancasila sama dengan ideologi-ideologi lain. Proses pembuatan ideologi Pancasila sama perisis dengan cara mendeskripsikan Jus Cogens. Tetapi sampai saat ini saya masih bingung dengan apa arti Jus Cogens sendiri karena tidak memahami hukum internasional publik secara komprehensif.
Proses penciptaan Pancasila sangat berbeda dengan ideologi lain, seperti misalnya ideologi kapitalisme dengan “economic of scale” dengan ide yang sengaja dibuat untuk kepentingan kaum pemilik modal untuk menciptakan keuntungan sebanyak-banyaknya dan seefisien mungkin. Ataupun paham komunisme yang mempunyai cita-cita menghilangkan kelas-kelas di masyarakat dan menciptakan negara yang kuat dan sentralistik untuk mengatur masyarakatnya. Kedua ideologi tersebut dibuat dari satu ide dasar dengan teknik top-down (dari atas ke bawah) sehingga dengan mudah di deskripsikan pengejawantahannya dan juga dapat diklasifikasikan ide dan definisinya. Oleh karena itu, dapat diwujudkan secara konkrit pada suatu sistem, lembaga dan juga pranata sosial.
ADVERTISEMENT
Lalu apa tujuan Pancasila?
Simbol Kebersamaan dan Suatu Prinsip Sebagai Batas Kompromi
Saya sudah menemukan manfaat Pancasila sejak lama, yaitu sebagai simbol pemersatu. Begitu pentingnya suatu simbol secara konkrit untuk mempersatukan manusia-manusia yang memiliki pendapatnya masing-masing karena memang manusia senang untuk dikelompokkan pada masing-masing kelompok dengan suatu persamaan.
Sebagai contoh Jakmania merupakan suatu perkumpulan manusia penyuka bola yang membela Persija. Jakmania akan senang berkumpul dengan manusia-manusia lain yang menggunakan lambang Persija dan akan memusuhi manusia lain yang menggunakan lambang Persib. Motivasi benci dan suka difasilitasi oleh suatu simbol konkrit, yaitu logo suatu klub sepakbola.
Masyarakat dari Sabang sampai Merauke harus mempunyai simbol kebersamaan sebagai idola dan juga ide ideal sehingga dapat mempererat hubungan. Selain itu, terdapat 5 butir Pancasila harus menjadi suatu prinsip yang tidak dapat ditawar dan dikompromikan disamping dari menyambut baik semua ide dan usul dari suku, agama, ras dan golongan yang telah ada.
ADVERTISEMENT
Atas dasar kompromi-lah yang menyebabkan diubahnya piagam Jakarta walaupun pada akhirnya menimbulkan permasalahan dengan timbulnya golongan separatisme. Jalur kompromi dengan cara mencari suatu persamaan dari suatu nilai pada filsafat Pancasila selaras dengan prinsip filsafat Utilitarianisme yaitu “The greatest good for the greatest number”.
Pelaksanaan Pancasila di Indonesia
Sosok Soekarno yang toleran dengan ideologi Islam dan juga Komunis merupakan suatu sosok pribadi ideal Pancasialis walaupun tidak dapat dipungkiri pada akhirnya Soekarno lebih condong kepada salah satu ideologi. Dengan tidak menghilangkan pranata sosial yang ada sebelumnya, maka tersisa banyak pranata sosial agama Islam yang telah ada sejak era kolonial Belanda yaitu contohnya adalah Pengadilan Agama Islam.
Islam sebagai agama dan ideologi memiliki banyak pranata sosial yang tetap ada sampai saat ini, hal ini difasilitasi oleh ideologi Pancasila karena memang seperti yang telah ditulis di atas, Pancasila tidak membuat pranata sosial baru, tetapi menyokong pranata sosial yang telah ada sebelumnya. Warna politik Indonesia yang kental dengan agama Islam juga dipengaruhi dengan kondisi demografis Indonesia yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri pranata sosial agama Islam-lah yang paling banyak difasilitasi oleh negara Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal yang perlu digaris bawahi adalah walaupun ideologi Pancasila memfasilitasi seluruh pranata sosial setiap SARA (Suku, Agama Ras dan Antar golongan), Pancasila tidak membenarkan suatu paksaan bagi satu golongan yang dominan untuk memaksa dan mendikte nilai-nilainya untuk dianut oleh pihak diluar golongannya. Hal yang harus digaris bawahi adalah sistem Pancasila mengedepankan kompromi dengan tetap membawa suatu prinsip. Oleh karena itu secara hukum, pranata sosial agama Islam hanya berlaku bagi penganut agama Islam.
Walaupun dalam pelaksanaan ide Pancasila sendiri telah ditafsirkan scara berbeda pada saat era orde baru dengan cara menghancurkan seluruh pranata sosial komunis dan juga membuat suatu keseragaman struktur masyarakat dengan menyeragamkan sistem pemerintahan desa dengan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menghilangkan sistem Nagari di Padang dan juga sistem-sistem lainnya karena suatu ide penyeragaman untuk menjaga stabilitas negara. Hal ini dinilai perlu pada saat itu untuk mencapai suatu ekuilibrium baru. Orde baru merupakan suatu anti-thesis yang timbul dari penerapan Pancasila pada era Orde lama.
ADVERTISEMENT
Penerapan Pancasila memang sangat terpengaruh dengan stabilitas sosial. Suatu ekuilibrium kekuatan politik selalu dijaga karena setiap golongan memperjuangkan agendanya masing-masing. Oleh karena itu, pada penerapannya ideologi Pancasila mirip dengan ideologi Utilitarianisme.