Fenomena Justice Ginsburg dan Hak Perempuan

Hani Adhani
PhD Candidate, Faculty of Law, International Islamic University Malaysia (IIUM) - Alumni The Hague University. Alumni FH UI dan FH UMY.
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2020 15:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hani Adhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa minggu yang lalu kita mendengar pemberitaan dari berbagai media dunia tentang meninggalnya Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat yakni Justice Ginsburg.
ADVERTISEMENT
Justice Ginsburg adalah seorang perempuan keturunan yahudi yang telah menjabat menjadi Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat sejak tahun 1993. Justice Ginsburg meninggal dunia pada tanggal 21 september 2020 dikarenakan mengidap sakit kanker.
Apabila melihat pemberitaan yang dimuat di berbagai media internasional tentang bagaimana Negara Amerika Serikat sangat menghormati Justice Ginsburg dan bagaimana masyarakat Amerika Serikat sangat kehilangan Justice Ginsburg tentu hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan untuk kita masyarakat di luar Amerika Serikat.
Sangat jarang kita melihat seorang hakim yang sangat dicintai oleh masyarakat dan apabila setelah meninggal, negara memberikan penghargaan yang luar biasa terhadap hakim tersebut.
Hakim Agung Amerika Serikat - Justice Ginsburg (Duduk di Kursi Kedua dari Kanan) - Sumber; webiste Mahkamah Agung USA
Prestasi Justice Ginsburg
Tentunya yang akan menjadi pertanyaan dan juga sorotan untuk kita masyarakat di luar Amerika Serikat adalah mengapa sosok Justice Ginsburg ini begitu fenomenal hingga mengalahkan popularitas seorang Presiden di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Mari kita lihat prestasi apa yang telah dilakukan oleh Justice ginsburg.
Dikutip dari berbagai sumber, salah satu prestasi utama yang telah dilakukan oleh Justice Ginsburg adalah bagaimana perjuangan Justice Ginsburg untuk membantu masyarakat Amerika Serikat khususnya perempuan Amerika Serikat membangun “budaya baru” agar masyarakat Amerika Serikat menghargai dan menghormati perempuan serta memiliki kesadaran bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam semua bidang kehidupan. Oleh karena prestasi tersebut akhirnya Justice Ginsburg mendapat julukan “the Notorius R.B.G.”
Selain itu, prestasi lain yang dilakukan oleh Justice Ginsburg adalah pada saat muda dan saat menjadi aktifis dan pengacara, Justice Ginsburg juga meluncurkan program yang mendukung Hak-Hak bagi Perempuan Amerika Serikat yang bekerjasama dengan NGO American Civil Liberties Union (ACLU).
ADVERTISEMENT
Setelah terpilih menjadi Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat yang dicalonkan oleh Presiden Bill Clinton, Justice Ginsburg dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Wanita Paling Kuat versi Majalah Forbes pada tahun 2004 hingga 2011.
Oleh karena prestasinya tersebut, Hakim Mahkamah Agung Ruth Bader Ginsburg menjadi perempuan pertama yang disemayamkan di gedung Kongres Amerika Serikat setelah sebelumnya disemayamkan di Gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat untuk memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat Amerika Serikat memberikan penghormatan kepada Justice Ginsburg.
Para tokoh dan pejabat di Amerika Serikat mulai dari Presiden Donald Trump hingga kandidat Presiden Joe Biden datang dan memberikan penghormatan kepada Justice Ginsburg.
Alumni Harvard Law School
Seperti halnya Presiden ke 44 Amerika Serikat Barack Obama, Justice Ginsburg juga menjadi salah satu lulusan terbaik Harvard Law School yang menduduki jabatan tertinggi kekuasaan kehakiman di Amerika Serikat yakni Mahkamah Agung Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Tentunya prestasi tersebut menjadi catatan tersendiri untuk Harvard Law School dan sepertinya akan sulit untuk disamai oleh perempuan Amerika Serikat lainnya.
Selain itu, Justice Ginsburg juga telah diangkat dan dinobatkan menjadi seorang Profesor di Rutgers University School of Law dan Columbia University School of Law dan sebagai acuan dalam hal penegakan hak perempuan agar sama dengan laki laki, Justice Ginsburg juga telah menulis buku yang berjudul "Text, Cases, and Materials on Sex-Based Discrimination" yang dapat menjadi referensi bagi kita semua dalam menyikapi berbagai kasus perlakuan diskriminasi terhadap perempuan.
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati - Sumber: Republika
Hakim Perempuan di Indonesia
Succes story dari Justice Ginsburg ini tentunya menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat dunia tentang bagaimana seharusnya negara memberikan penghargaan secara khusus terhadap prestasi seorang hakim dan tentang bagaimana negara serta masyarakat Amerika Serikat menghargai dan menghormati sosok perempuan dalam segala bidang.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara yang juga sangat menjungjung hak asasi manusia dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan telah cukup baik mengatur regulasi tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang diatur dalam konstitusi (UUD 1945) sebagai hukum tertinggi.
Selain itu, dalam praktek pemilihan jabatan hakim tertinggi yakni Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi dan Hakim Agung di Mahkamah Agung juga telah cukup proporsional mengatur keterpilihan hakim yang bukan hanya di dominasi oleh hakim laki-laki namun juga hakim perempuan.
Mahkamah Konstitusi sebagai contoh, setidaknya telah memiliki hakim konstitusi perempuan yakni Prof Maria Farida Indrati yang dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode dan juga Prof Enny Nurbaningsih yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Begitupun dengan Mahkamah Agung, mengutip dari buku Sebastiaan Pompe, dalam bukunya yang berjudul "The Indonesian Supreme Court: a Study of Institutional Collapse" (Cornel University, 2005) bahwa hakim agung perempuan pertama yang diangkat adalah Sri Widoyati Wiratmo Soekito yang diangkat ketika kekuasaan pemerintahan beralih dari Soekarno ke tangan Soeharto pada tahun 1968 dan sejak era Sri Widoyati, jumlah perempuan yang menduduki kursi hakim agung terus bertambah dan pada tahun 1992 dan tahun 1994 menurut Pompe jumlah hakim agung perempuan telah tetap yakni 8 orang atau 18,60 %.
Setelah era reformasi, hakim agung perempuan yang berasal dari jalur karir hakim tercatat nama Hj. Emin Aminah Achadiat, Hj. Marnis Kahar, Supraptini Sutarto, Chairani A. Wani, Edith Dumasi Tobing Nababan, Titi Nurmala Siagian, Susanti Adi Nugroho, dan Marina Sidabutar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dari jalur perguruan tinggi ada Prof Valerine J.L. Kriekhoff (Universitas Indonesia), Prof Mieke Komar Kantaatmadja dan Prof Komariah Emong Sapardjaja (Universitas Padjajaran), serta Hj. Rehngena Purba (Universitas Sumatera Utara).
Saat ini di tahun 2020, hakim agung perempuan di Mahkamah Agung, setidaknya ada nama-nama Sri Murwahyuni, Rahmi Mulyati, Maria Anna Samiyati, Nurul Elmiyah dan Desnayeti yang menjadi srikandi hukum di Mahkamah Agung yang juga bertugas menjaga hak-hak perempuan Indonesia.
Semoga fenomena Justice Ginsburg ini juga dapat menjadi contoh dan menginspirasi Bangsa Indonesia untuk juga selalu menghargai dan menghormati kiprah perempuan dalam semua bidang kehidupan sehingga akan selalu bermunculan para srikandi hukum baru yang akan selalu berjuang untuk terus merawat dan menjaga hak-hak perempuan Indonesia.
ADVERTISEMENT
*****