Mewujudkan Pengadilan yang Ramah Disabilitas

Hani Adhani
PhD Candidate, Faculty of Law, International Islamic University Malaysia (IIUM) - Alumni The Hague University. Alumni FH UI dan FH UMY.
Konten dari Pengguna
3 Desember 2020 16:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hani Adhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Disabilitas. (Ilustrasi) Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Disabilitas. (Ilustrasi) Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Prof. Paraskevi Naskou-Perraki, Guru Besar Hukum Internasional dan Organisasi Internasional dari University Macedonia, Yunani, pernah menyampaikan materi khusus di The Hague University terkait persamaan hak dan kekhususan untuk para penyandang disabilitas.
ADVERTISEMENT
Menurut Prof. Perakki, setiap manusia di dunia ini potensial menjadi penyandang disabilitas, namun terkadang kita tidak sadar bahwa potensi itu akan datang tanpa di duga. Kita baru sadar bahwa kita harus memberikan hak yang sama dan kekhususan kepada para penyandang disabilitas setelah ada bagian dari keluarga kita yang juga mengalami disabilitas.
Pernyataan Prof. Perraki tersebut merupakan gambaran bahwa secara garis besar ada perlakuan berbeda terhadap para penyandang disabilitas yang dilakukan oleh sebagaian besar masyarakat kita dan hal tersebut telah menyebabkan adanya perlakuan diskriminatif yang dialami penyandang disabilitas.
Meskipun begitu, tidak semua masyarakat sadar bahwa kita semua juga berpotensi untuk mengalami disabilitas. Begitu pun dengan keluarga kita dan orang-orang yang kita cintai juga berpotensi untuk mengalami disabilitas. Namun sayangnya, kepedulian kita terhadap para penyandang disabilitas ini masih sangat terbatas.
ADVERTISEMENT
Biasanya kita akan tersadar bahwa kita akan berpotensi mengalami disabilitas dan memiliki kepedulian terhadap para penyandang disabilitas apabila ada saudara kita atau keluarga yang kita cintai mengalami disabilitas, baik disabilitas fisik, disabilitas mental, disabilitas sensorik, ataupun disabilitas intelektual yang disebabkan oleh berbagai hal yang dialami.
Gambar Peringatan Hari Disabilitas Internasional setiap tanggal 3 Desember
Hari Disabilitas Internasional
Sebagai bentuk penghormatan kepada saudara kita para penyandang disabilitas, United Nation telah menetapkan setiap tanggal 3 Desember sebagai hari khusus bagi penyandang disabilitias dimana di tahun 2020 saat ini dikutip dari website International Day of People With Disabilities (https://idpwd.org/) bahwa tema yang diambil untuk peringatan tahun 2020 adalah adalah “Not all disabilities are Visible”.
Menurut Laporan dari WHO bahwa 15 persen populasi dunia, atau lebih dari 1 miliar orang adalah merupakan penyandang disabilitas dan diperkirakan 450 juta orang hidup dengan kondisi mental atau neurologis, 69 juta orang lainnya diperkirakan menderita cedera otak traumatis dan satu dari 160 anak diidentifikasi berada dalam spektrum autisme.
ADVERTISEMENT
Data tersebut memberikan gambaran bahwa para penyandang disabilitas menjadi bagian yang harus kita berikan porsi khusus agar hak asasi mereka terlindungi dengan baik bukan hanya oleh masing-masing keluarga mereka, namun lebih jauh adalah dilindungi dan diberikan porsi yang adil oleh negara dan juga organisasi dunia.
Konvensi UN untuk penyandang Disabilitas
Hak Para Penyandang Disabilitas
Sebagaimana telah dituangkan dalam konvensi internasional tentang Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang kemudian oleh Indonesia telah pula diratifikasi dan diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities tanggal 10 November 2011, bahwa setiap penyandang disabilitas harus bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain. Termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam konvensi tersebut juga diatur tentang bagaimana negara berkewajiban untuk merealisasikan hak bagi para penyandang disabilitas sebagaimana yang termuat di dalam konvensi melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, hukum dan administrasi dari setiap negara, termasuk mengubah peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan praktik-praktik yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, baik perempuan maupun anak, menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik, olahraga, seni dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi.
Indonesia sebagai negara yang ikut menandatangani konvensi telah meresponnya dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mengatur secara rigid tentang hak bagi para penyandang disabilitas dan kewajiban negara untuk memberikan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar bagi para penyandang disabilitas yang dilakukan secara penuh dan setara.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, meski undang-undang tersebut telah diundangkan sejak April 2016, implementasi dari undang-undang tersebut masih belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat. Salah satunya adalah pelayanan bagi para penyandang disabilitas saat mereka bersentuhan dengan dunia peradilan.
Logo Disabilitas
Aksesibilitas dan Akomodasi di Pengadilan
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas setidaknya ada dua pasal yang mengatur tentang pelayanan di peradilan bagi para penyandang disabilitas yaitu dalam Pasal 9 yang menyatakan bahwa hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas meliputi hak untuk memperoleh penyediaan aksesibilitas dalam pelayanan peradilan serta Pasal 36 yang mengatur tentang kewajiban lembaga penegak hukum untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan.
Dari segi penyediaan aksesibilitas, peradilan di Indonesia baik Mahkamah Agung dan maupun Mahkamah Konstitusi sangat jauh tertinggal dari negara sahabat Australia yang telah menyediakan call center khusus bagi penyandang disabilitas yang difasilitasi oleh National Relay Service.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengadilan di Australia juga telah memberikan akses pelayanan yang inklusif bagi penyandang disabilitas di mana hanya dengan menghubungi pengadilan, maka semua kebutuhan dari penyandang disabilitas tersebut akan disiapkan oleh staf pengadilan yang mencakup segala fasilitas yang diperlukan, seperti cetakan besar untuk semua naskah, juru bahasa atau penerjemah, dan amplifikasi pendengaran di dalam ruang sidang.
Adanya slogan “hubungi pengadilan untuk membahas cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan anda” menjadikan pengadilan di Australia menjadi salah satu pengadilan di dunia yang mudah di akses oleh para penyandang disabilitas. Hal yang paling mengagetkan adalah di salah satu negara bagian di Australia yaitu New South Wales (NSW) malah menyediakan penerjemah khusus bagi para penyandang disabilitas yang akan datang ke pengadilan dengan menyiapkan berbagai bahasa mulai dari Arab, China, Dinka, Persia, Korea, Spanyol, Tamil Thailand dan bahkan Vietnam.
ADVERTISEMENT
Untuk pendengaran di ruang sidang pun, pengadilan di NSW juga telah menyediakan teknologi inframerah untuk membantu memudahkan para penyandang disabilitas. Tentunya, semua itu juga didukung dengan berbagai fasilitas infrastruktur pendukung yang memadai, mulai dari gedung yang ramah disabilitas hingga penyediaan akomodasi bagi para penyandang disabilitas untuk membuat mereka merasa nyaman datang ke pengadilan dan semua informasi tentang aksesibilitas dan akomodasi bagi penyandang disabilitas tersebut dapat dengan mudah diakses melalui laman pengadilan dan juga laman pemerintah.
Lalu bagaimana dengan Pengadilan di Indonesia?
Meski dalam undang-undang 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah diatur tentang adanya kewajiban untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas yaitu bagian dari satu institusi atau lembaga yang berfungsi sebagai penyedia layanan dan fasilitas untuk Penyandang Disabilitas, namun di dua lembaga peradilan Indonesia yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi meski apabila dilihat dari infrastruktur sudah cukup siap untuk memberikan akses dan layanan bagi para penyandang disabilitas, namun faktanya, aksesibilitas dan akomodasi yang ada memang masih jauh dari harapan. Meskipun begitu, tercatat ada beberapa pengadilan negeri yang cukup serius menyediakan fasilitas bagi para penyandang disabilitas seperti Pengadilan Negeri Wonosari, Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Mungkid.
ADVERTISEMENT
Tentunya upaya untuk menjadikan peradilan Indonesia yang ramah terhadap para penyandang disabilitas seyogyanya menjadi perhatian khusus bagi jajaran pimpinan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi khususnya untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas di Pengadilan baik di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi agar upaya penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dapat segera diwujudkan bukan hanya oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah tapi juga oleh lembaga peradilan.
Semoga peringatan hari disabilitas internasional tahun 2020 ini menjadi momentum bagi kita semua untuk memberikan porsi dan hak yang adil bagi para penyandang disabilitas agar mereka memiliki kesetaraan dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan semoga pengadilan di Indonesia juga bukan hanya excellent dalam hal teknologi dan informasi penanganan perkara namun juga excellent memberikan akses dan layanan kepada saudara kita para penyandang disabilitas.
ADVERTISEMENT
*****