Perang Atribut Pemilu 2019

Hani Adhani
PhD Candidate, Faculty of Law, International Islamic University Malaysia (IIUM) - Alumni The Hague University. Alumni FH UI dan FH UMY.
Konten dari Pengguna
17 Maret 2019 8:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hani Adhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu 2019
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu 2019
ADVERTISEMENT
Hanya dalam hitungan hari kita akan melaksanakan Pemilu serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Pemilu serentak ini merupakan Pemilu pertama pasca putusan MK yang memerintahkan agar pelaksanaan Pemilu legislatif dan Pemilu pilpres dilaksanakan secara serentak. Jadi boleh dikatakan ini adalah Pemilu pertama yang akan dilaksanakan secara serentak sejak Indonesia berdiri atau sejak Indonesia Merdeka.
ADVERTISEMENT
Tentu kita merasakan suasana yang sangat berbeda dalam pelaksanan Pemilu serentak 2019 ini, bukan hanya metode kampanyenya saja yang membuat suasana berbeda, namun konsentrasi kampanye juga menjadi terpecah. Seperti kita ketahui, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6A UUD 1945 bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden adalah berasal dari partai politik atau gabungan partai politik sehingga gaung Pemilu Presiden memang terasa lebih menggema dibandingkan dengan Pemilu Legislatif, padahal dalam pelaksanaan Pemilu serentak besok para pemilih yang sudah terdaftar dalam DPT bukan hanya akan memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden tetapi juga akan memilih calon senator dan calon anggota parlemen baik di pusat maupun di daerah.
Metode Kampanye
Dalam UU Pemilu yang dimaksud dengan Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
ADVERTISEMENT
Pemilu serentak kali ini pengaturan tentang kampanye memang mengalami perubahan secara drastis dan dengan frame waktu yang boleh dikatakan sangat singkat. Ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya dimana waktu pelaksanaan kampanye baik Pileg maupun Pilpres terasa begitu panjang sehingga hingar bingar suasan Pemilu sangat terasa hampir selama 6 bulan, mulai dari kampanye partai politik, kampanye para anggota DPD dan diakhiri dengan kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Adanya frame waktu yang dibatasi oleh UU dalam pelaksanaan kampanye Pemilu serentak kali ini baik kampanye pilpres maupun kampanye pileg pada akhirnya akan menyebabkan adanya gejala anomali iklan sabun yang sudah sejak lama kita lihat. Anomali kampanye iklan sabun ini begitu identik dengan pola iklan sabun yang sering kita lihat di televisi. Tentunya kita memahami bahwa dengan jumlah pemiih yang mencapai jutaan, maka sepertinya akan sulit bagi para calon anggota DPR/DPRD ataupu calon anggota DPD untuk mengunjungi dan bertatap muka dengan para konstituennya satu persatu.
ADVERTISEMENT
Sehingga cara yang paling mudah adalah dengan memasang iklan masing-masing kandidat secara konvensional yaitu berupa spanduk, baliho atau atribut lainnya yang dipasang di jalan-jalan ataupun area publik tempat dimana para caleg dan para calon senator itu nantinya akan dipilih.
Kampanye dan Pendidikan Politik
Fenoman kampanye iklan sabun ini memang menjadi rumus umum yang dilakukan para kandidat dalam upaya mengeruk suara para pemilih. Namun apakah dengan memasang spanduk/baliho di jalan-jalan dan di area publik yang saat ini telah dilakukan oleh para kandidat, cukup efektif akan mendapatkan suara pemilih?. Apakah masyarakat telah mendapatkan pendidikan politik?. Apakah masyarakat telah yakin akan pilihannya?.
Itu sebenarnya pertanyaan yang harus dijawab oleh para kandidat dan juga oleh kita para pemilih. Di era millenial seperti sekarang ini, para kandidat harus mulai membuka diri agar metode iklan sabun yang diwujudkan dalam bentuk spanduk dan baliho yang di pasang bertebaran di jalan-jalan dan terkadang dipasang tanpa izin sepertinya akan menjadi mubajir alias tidak bermanfaat. Meskipun memang ada juga sebagian kandidat caleg yang memiliki dompet tebal mengunakan baliho besar berbayar yang terpampang di tempat startegis di penjuru kota yang biasanya baliho berbayar tersebut dipasangi iklan produk tertentu untuk menarik masyarakat. Namun kini pada saat musim Pemilu, baliho berbayar tersebut dipasangi photo diri para caleg beserta nomor urut dan partai pengusung.
ADVERTISEMENT
Sayangnya meski para kandidat tersebut sudah memasang dan membeli baliho besar berbayar di berbagai area di tempat daerah pemilihan para konstituen mereka berada, namun tidak ada yang berupaya untuk juga menyandingkan photo diri mereka dengan visi-misi ataupun program kerja dari para kandidat tersebut. Padahal dalam baliho atau spanduk berbayar tersebut masih ada ruang kosong untuk mencantumkan visi-misi ataupun program kerja mereka selama 5 tahun ke depan. Meskipun memang ada juga para kandidat yang memanfaatkan media sosial untuk menarik para pemilih millenial, namun sayangnya follower mereka tidak terpetakan dengan jelas sehingga meski follower-nya banyak akan tetapi follower tersebut bukan dari daerah pemilihan mereka sendiri sehingga tidak ada jaminan para follower tersebut akan memilih para kandidat yang mereka ikuti di media sosial.
ADVERTISEMENT
Metode iklan sabun ini memang menjadi salah satu cara untuk meraih suara, selain tentunya para kandidat nantinya akan mengkampanyekan dirinya pada saat penyelengaraan kampanye partai politik yang telah dimulai sejak September lalu hingga 13 April 2019.
Door to Door Campaign
Salah satu metode lain yang saat ini jarang dilakukan oleh para kandidat adalah kampanye dari pintu ke pintu atau door to door campaign. Metode kampanye ini seolah-oleh dilupakan oleh para kandidat. Mungkin hal ini disebabkan karena mereka malas atau takut bertemu konstituen. Malas karena mungkin jumlah konstituen yang sangat banyak, ataupun takut apabila nantinya para konstituen ini pada akhirnya akan meminta uang. Rasa malas dan ketakutan yang berlebihan inilah yang pada akhirnya menyebabkan para caleg dan para calon senator berkampanye asal-asalan dengan hanya mengandalkan baliho kecil di pinggir jalan dan media sosial. Padahal kita sebagai pemilih mungkin sampai hari H nanti pada saat pencoblosan masih bingung menentukan pilihan untuk memilih para wakil rakyat dan para senator.
ADVERTISEMENT
Kalo seandainya kita berhitung tentang berapa jumlah suara yang harus didapatkan untuk mendapatkan kursi caleg maka pasti kita akan dibuat tercengang oleh karena untuk mendapatkan kursi di DPRD kab/kota saja maka jumlah suara paling minim yang harus didapatkan oleh para kandidat mencapai ribuan suara yang disesuaikan dengan jumlah kursi dan jumlah DPT di daerah pemilihan. Sebagai contoh untuk DPRD Kabupaten Bogor yang DPTnya berjumlah 3,4 juta dengan kursi yang diperebutkan sekitar 55 kursi, maka harga satu kursi sama dengan sekitar 62 ribu suara. Sedangkan untuk kursi DPRD Provinsi ataupun DPR RI serta DPD pastinya lebih besar lagi. Lalu pertanyaan awam kita adalah bagaimana para kandidat bisa meraih suara sebanyak itu, sedangkan berinteraksi dengan masyarakat saja tidak dilakukan.
ADVERTISEMENT
Say No to Money Politic
Kita berharap di sisa waktu kampanye yang hanya hitungan hari, masih ada para kandidat caleg ataupun para calon senator yang mau bertemu dengan masyarakat, datang menemui rakyat dari pintu ke pintu dengan menyodorkan visi dan misi serta program kerja kepada masyarakat agar kita sebagai pemilih juga bisa memillih para caleg dan para calon senator yang berkualitas untuk memperjuangkan nasib kita semua selama 5 tahun ke depan.
Tentunya kehadiran para kandidat caleg dan senator untuk door to door campaign mendatangi masyarakat tidak dengan membawa uang ataupun money politic karena hal tersebut pastinya akan mencoreng muka dari para kandidat sendiri karena secara tidak langsung mereka sudah mengajarkan tindak pidana korupsi kepada masyarakat. Begitupun kita sebagai pemilih harus berani menolak dan mengatakan tidak terhadap upaya instan mengeruk suara dengan money politic sehingga kita berharap para kandidat juga tidak akan coba-coba menggunakan uang mereka untuk merayu masyarakat agar memilih mereka.
ADVERTISEMENT
Mari kita pilih para kandidat caleg dan calon senator yang berkualitas yang memiliki visi misi dan program kerja yang jelas karena masa depan anak cucu kita berada di tangan mereka.
*****