Konten dari Pengguna

Tradisi Chhaupadi, Momok bagi Perempuan Nepal

Hani Maghfiroh
Saya adalah lulusan baru sarjana program studi Hubungan Internasional Universitas Lampung yang memiliki ketertarikan dengan aktivitas menulis artikel. Saya tertarik terhadap isu perempuan, politik, dan budaya.
29 Juli 2024 8:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hani Maghfiroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tradisi chhaupadi yang diberlakukan bagi perempuan di Nepal (Sumber: KumparanTRAVEL)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi chhaupadi yang diberlakukan bagi perempuan di Nepal (Sumber: KumparanTRAVEL)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nepal merupakan negara dengan mayoritas masyarakat beragama Hindu. Masyarakat Nepal masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap suatu adat kebiasaan dan larangan yang berasal dari agama ataupun budaya, termasuk yang berlaku terhadap perempuan. Adat kebiasaan dan larangan ini sering kali merugikan perempuan, salah satunya yaitu praktik pembatasan dan pengasingan perempuan menstruasi atau yang masyarakat Nepal sebut sebagai tradisi chhaupadi yang berakar dari kepercayaan agama dan budaya masyarakat Hindu Nepal. Tradisi chhaupadi lazim diterapkan di Nepal Barat Jauh khususnya di distrik Achham, Baitadi, Bajang, Bajura, Dadheldhura, Darchula, Doti, Kailali, dan Kanchanpur. Selain itu juga banyak diterapkan di Nepal Barat Tengah, di distrik Dailekh, Humla, Jajarkot, Jumla, Kalikot, Mugu, dan Surkhet.
ADVERTISEMENT
Tradisi chhaupadi membatasi perempuan menstruasi dengan larangan untuk melakukan beberapa kegiatan sehari-hari seperti larangan memasuki dapur, memasuki lingkungan ibadah dan menghadiri acara keagamaan, menyentuh benda tertentu seperti buku, menggunakan kran air komunal, mengonsumsi produk olahan susu dan makanan bergizi lainnya, menyentuh lawan jenis, bahkan larangan pergi ke sekolah. Dalam praktik yang paling ekstrem perempuan menstruasi diasingkan dalam sebuah gubuk kecil dinamai Chhau Goth atau gubuk menstruasi bahkan kandang ternak yang dialihfungsikan sebagai tempat tinggal perempuan yang tengah menstruasi.
Perempuan menstruasi diasingkan di gubuk menstruasi minimal selama empat hari berturut-turut, namun tak jarang mereka harus tinggal selama 7-10 hari. Terdapat suatu aturan bahwa perempuan menstruasi yang belum menikah harus tinggal di gubuk menstruasi selama enam hari, perempuan yang telah menikah menetap selama lima hari, sedangkan bagi perempuan yang telah menikah dan hanya memiliki anak perempuan harus tinggal selama tujuh hari. Berbeda bagi anak perempuan yang baru memasuki fase menstruasinya dimana diwajibkan tinggal di gubuk menstruasi selama 14 hari.
ADVERTISEMENT
Tradisi chhaupadi memberikan dampak buruk bagi kesejahteraan perempuan Nepal baik pada aspek kesehatan, psikologis, hingga pendidikan. Berikut dampak kesehatan, pendidikan, dan psikologis penerapan tradisi chhaupadi oleh perempuan Nepal.
Dampak Kesehatan
Perempuan yang diasingkan di gubuk menstruasi bahkan saat cuaca ekstrem yang sangat dingin berisiko tinggi mengalami hipotermia. Kondisi gubuk atau kandang hewan yang memprihatinkan, tidak higienis, dan tanpa fasilitas sanitasi yang memadai berisiko menyebabkan masalah kesehatan berupa gangguan pada sistem reproduksi perempuan, infeksi saluran pernapasan, dehidrasi, diare, bahkan mati lemas. Perempuan menstruasi juga tetap diharuskan melakukan pekerjaan sehari- hari seperti bekerja di ladang, mengambil kayu bakar, mencuci pakaian di sungai, mengangkat batu, menggarap tanah, dan pekerjaan berat lainnya . Perempuan menstruasi dilarang beristirahat selama fase mentsruasinya dikarenakan sibuk dengan berbagai jenis pekerjaan yang harus tetap mereka lakukan sehingga berpotensi menyebabkan kelelahan berlebih.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perempuan menstruasi hanya diperbolehkan memgonsumsi roti pipih dengan garam, dal, dan makanan kering. Mereka dilarang mengonsumsi produk hewani seperti susu, produk olahan susu, dan makanan bergizi lainnya sehingga asupan makanan bergizi mereka selama menstruasi tidak terpenuhi. Hal tersebut berpotensi menyebabkan lemas, anemia, hingga kekurangan gizi. Terkait dengan pembatasan menstruasi ini pula berdampak pada akses perempuan ke layanan kesehatan. Perempuan yang tengah menstruasi diharapkan menunggu hingga fase menstruasinya selesai jika ingin mendapatkan perawatan medis karena ada larangan menyentuh perempuan yang tengah menstruasi bahkan ketika mereka sakit.
Dampak Psikologis
Tradisi chhaupadi juga berdampak pada psikologis perempuan yang mana mereka dibiarkan merasa ditinggalkan dan tidak aman ketika berada di gubuk menstruasi. Perasaan terisolasi dan terabaikan yang dirasakan perempuan menstruasi mengakibatkan depresi, rendah diri, timbul rasa ketidakberdayaan, dan ketakutan terus menerus terhadap serangan hewan buas hingga pelecehan seksual. Perempuan menstruasi yang tinggal di gubuk menstruasi rawan mengalami pelecehan seksual karena gubuk menstruasi tidak memiliki pencahayaan yang cukup dan beberapanya terbuka tanpa dilengkapi pintu.
ADVERTISEMENT
Dampak Pendidikan
Masyarakat Nepal percaya bahwa sekolah merupakan tempat yang suci, maka dari itu beberapa komunitas yang menerapkan tradisi chhaupadi memiliki larangan ketat terkait kehadiran anak di sekolah ketika fase menstruasinya. Ada kepercayaan dalam agama Hindu yang mengatakan bahwa Dewi pendidikan yaitu Saraswoti akan marah jika seorang perempuan menstruasi yang tidak suci menyentuh buku, membaca, dan menulis. Maka dari itu, pada akhirnya anak perempuan yang tengah menstruasi dilarang untuk pergi ke sekolah. Hal tersebut berpengaruh pada kehadiran anak perempuan di sekolah yang juga berdampak pada kualitas pendidikan anak perempuan.