Konten dari Pengguna

Karhutla dan Antisipasinya melalui (Langkah Berkebudayaan) Kesenian Madihin

Azmi Hanief Zeinadin
Mahasiswa S1 Filsafat Universitas Gadjah Mada. Penulis berfokus terhadap isu kebudayaan, kesejarahan, dan kemanusiaan di Kalimantan Selatan.
14 Juli 2024 17:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azmi Hanief Zeinadin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
[Tangkapan Layar TV Tabalong] Pamadihin Anang Syahrani menampilkan seni tutur Madihin dihadapan Presiden Joko Widodo pada Muktamar Rabithah Melayu-Banjar. Kegiatan tersebut berlangsung pada 27 Maret 2023 lalu, di halaman Pendopo Pembataan Pemkab Tabalong, Kalimantan Selatan.
zoom-in-whitePerbesar
[Tangkapan Layar TV Tabalong] Pamadihin Anang Syahrani menampilkan seni tutur Madihin dihadapan Presiden Joko Widodo pada Muktamar Rabithah Melayu-Banjar. Kegiatan tersebut berlangsung pada 27 Maret 2023 lalu, di halaman Pendopo Pembataan Pemkab Tabalong, Kalimantan Selatan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak lama lagi, tepatnya pada Agustus hingga Oktober mendatang musim kemarau akan tiba. Hujan yang turun bisa dihitung jari, panas matahari bisa menghitamkan jari. Karena minimnya curah hujan, maka tumbuhan-tumbuhan kering menjadi mudah terbakar atau mungkin “sengaja” dibakar untuk kepentingan tertentu. Media internasional The Straits Times dan Washington Post turut menyoroti fenomena karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yang terjadi di Indonesia yang berdampak kepada negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand Selatan, dan Filipina.
ADVERTISEMENT
Karhutla adalah bencana krusial dalam skala lokal maupun skala global. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) periode Januari hingga Agustus 2023 menunjukkan seluas 267.935,59 ha (hektare) hutan dan lahan terbakar. Sementara itu, lima provinsi dengan luas karhutla tertinggi dihuni Kalimantan Barat (54.402 ha), NTT (50.396 ha), NTB (26.453 ha), Kalimantan Selatan (24.588 ha), dan Papua Selatan (22.121 ha).

Melihat Karhutla di Kalimantan Selatan

Dari kelima provinsi tersebut, Kalimantan Selatan diantaranya. Luas karhutla within the area maupun outside the area di Kalimantan Selatan berdasarkan pantauan citra satelit landsat 8 OLI/TIR oleh Qamariyanti dkk (2023) menampilkan bahwa sejak 2016 hingga 2020 didapatkan data sebagai berikut : 2016 (2.331,96 ha), 2017 (8.290,34 ha), 2018 (98.637,99 ha), 2019 (137.848,00), dan 2020 (4.011,00 ha).
ADVERTISEMENT
Sementara berdasarkan data resmi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, luas karhutla sebagai berikut : 2020 (2.467,45 ha), 2022 (267,40), dan 2023 (138.865,87 ha). Luas karhutla tahun 2023 yang mencapai 138.865,87 ha tersebut merupakan yang tertinggi se-Indonesia. Disisi lain, lahan kritis di Kalimantan Selatan seluas 511.593,81 ha dari 3.633.578,68 luas lahan keseluruhan. Dari jumlah tersebut, 286.041,00 berstatus critically dan 225.552,80 berstatus very critical (Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan, 2022)
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Perda Nomor 2 tahun 2017 telah melakukan kebijakan operasional dan kelembagaan untuk mengatasi karhutla. Kebijakan operasional meliputi pembuatan grand design penanganan, koordinasi dengan Forkopimda dan lembaga swasta, himbauan, sosialisasi, hingga pengerahan relawan. Sementara itu, kebijakan kelembagaan meliputi pembentukan posko di tingkat kabupaten/desa, pembentukan regu relawan dan damkar, pembentukan brigade Manggala Agni khususnya di kabupaten rawan, hingga optimalisasi peran SKPD/TNI/Polri selalu diupayakan.
ADVERTISEMENT
Namun faktanya, penanganan pra-bencana, tanggap darurat, dan pasca-bencana diatas seakan hanya "MoU" diatas kertas semata. Hal tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat belum tumbuh sepenuhnya, tawar menawar dari pengusaha, pemegang kekuasaan, dan pejabat elite pun masih banyak terjadi. Selain itu kegiatan aksi, pekerjaan fisik, kajian, monitoring, juga masih banyak yang sekadar mengejar setoran target operasional dan kelembagaan, tanpa melihat masalah-masalah lain yang tentu ada.
Berangkat dari ulasan diatas, penulis hendak menawarkan langkah berkebudayaan untuk menumbuhkan kesadaran bersama, dari masyarakat sipil hingga kalangan elite. Langkah berkebudayaan tersebut ialah dengan menjadikan madihin sebagai perantara sebagai sosialisasi. Madihin sendiri adalah pementasan kesenian tradisional pada masyarakat suku Banjar bergenre monolog. Suku Banjar adalah masyarakat mayoritas di Kalimantan Selatan. Madihin sering ditampilkan pada acara pernikahan, selamatan, ulang tahun, hingga acara formal. Pamadihin sebagai pemain madihin diharapkan sedikit-banyak menyinggung isu-isu lingkungan seperti karhutla. Harapannya dengan upaya tersebut, sosialisasi tentang pentingnya menjaga hutan dan lahan bisa semakin membumi.
ADVERTISEMENT

Madihin sebagai Seni Tutur di Kalimantan Selatan

Madihin adalah syair dan pantun yang dibawakan dengan lelucon, cerita humor, dan nyanyian. Madihin bisa ditampilkan oleh satu orang ataupun berpasangan. Sementara itu, instrumen pengiringnya adalah alat musik rebana yang bersifat ritmis, bukan melodis (Sani, 2017). Struktur penyajian madihin terdiri dari beberapa fase, yaitu (1) mambuka alam, (2) mahadiyan (3) mamasang tabi awal (4) mamacah bunga (5) manguran (6) mamasang tabi akhir (7) mamantun dan (8) manutup balik.
Pementasan madihin diawali oleh mambuka alam atau pengantar melalui tabuhan rebana. Kemudian dilanjutkan mahadiyan yaitu pantun atau syair yang hanya dua bait atau lebih sedikit yang menggambarkan isi madihin nantinya. Dilanjutkan mamasang tabi awal yang isinya memberi penghormatan kepada pengundang dan penonton, sekaligus memohon maaf jika nantinya terdapat kekeliruan. Kemudian mamacah bunga atau kakambangan, yaitu menyampaikan apa yang tadi disampaikan saat mahadiyan, hal sekaligus menjadi inti dari pamadihinan. Kemudian dilanjutkan manguran yaitu menyampaikan isi lebih dalam dan lebih luas. Lalu ada mamasang tabi akhir, mamantun, dan manutup balik yang akan mengakhiri madihin.
ADVERTISEMENT
Kalimantan Selatan memiliki banyak pamadihinan (pemain madihin) bahkan banyak yang terkenal. Seperti John Tralala yang sudah melalang buana kemana saja, namun beliau meninggal pada 2018 silam. Kemudian, Said Jola dengan jumlah followers instagram mencapai 250 ribu, ia juga adalah content creator di media sosial. Lalu, pamadihinan nurul fata dengan subscriber youtube mencapai 33.7 ribu dan views video terbanyak mencapai 711 ribu. Selain itu, masih banyak pamadihinan tingkat lokal kemampuan bermain madihin tidak kalah bagus.
Ironisnya, narasi-narasi yang diangkat oleh mereka (pamadihinan) masih berkutat pada masalah-masalah keluarga, agama, dan guyonan sehari-hari. Contohnya, pada channel Nurul Fata seperti judul “Madihin Lucu Bercanda Dengan Guru Fakhruddin Dan Habaib” dan “Madihin Lucu Pingin Melamar Cewe Cantik Di Hadapan Orang Tuanya”. Penulis bukan berarti menyalahkan mereka yang gemar humor tersebut, Akan tetapi, halangkah lebih baik jika pamadihinan juga mengangkat isu lingkungan, seperti sindiran kepada mereka yang membuka lahan dengan membakar, keegoisan elite demi memuluskan usaha mereka, hingga pentingnya merawat dan memanfaatkan lahan-lahan yang tidak terpakai. Narasi-narasi tersebut bisa dikemas dalam bentuk sinisme, metafora, sarkasme, dan sebagainya namun tetap humoris.
ADVERTISEMENT

Sebuah Harapan

Pamadihinan sebagai public figure (subjek) harus menghadirkan tontonan sekaligus tuntunan. Idealnya, isu-isu lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan akademisi, tetapi peran budayawan, masyarakat, pekerja, dan masyarkat sipil juga dibutuhkan. Madihin sebagai produk kebudayaan (objek) memiliki nilai estetika dan keindahan sehingga bisa menjadi instrumen dalam mempengaruhi masyarakat. Kesenian yang juga terdaftar dalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ini bisa melengkapi hierarki dalam membentuk karakter masyarakat.
Dengan nilai estetika dan keindahannya, madihin bisa memperkuat aksiologi dalam membentuk karakter masyarakat yang peka terhadap isu lingkungan. Karena dalam budaya nusantara tidak dikenal “seni untuk seni” tetapi “seni untuk sesuatu”. Madihin bukan untuk madihin, tetapi madihin untuk sesuatu yaitu melahirkan kepekaan terhadap isu lingkungan khususnya karhutla.
ADVERTISEMENT

Epilog

Pada akhirnya, upaya menghadirkan madihin dan pamadihinan yang peduli terhadap kasus karhutla tentu tidak mudah. Sebut saja ini renungan bersama. Kita berupaya merawat lingkungan sembari merawat budaya. Kita berupaya menghadirkan tawaran-tawaran melalui produk-produk kebudayaan. Harapannya pula, daerah-daerah lain bisa meniru gagasan ini. Setiap daerah memiliki masalah masing-masing dan memiliki produk budaya masing-masing. Produk budaya harus hadir sebagai hiburan sekaligus solusi terhadap masalah di daerah masing-masing.