Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
China 2025 : Strategi Kemandirian Teknologi dan Dominasi Ekonomi Global
22 April 2025 10:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hanifa Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Hanifa Salsabila, Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Sriwjaya

Pada 2015, pemerintah China memperkenalkan kebijakan strategis “Made in China 2025” sebagai bagian dari visi besar untuk mengubah status China dari sekadar “pabrik dunia”, menjadi kekuatan manufaktur global yang unggul dalam produk-produk berteknologi tinggi dan bernilai tambah. Kebijakan ini bertujuan mempercepat modernisasi industri nasional dengan menitikberatkan pengembangan teknologi inti, digitalisasi manufaktur, serta peningkatan efisiensi produksi melalui penerapan prinsip-prinsip Revolusi Industri 4.0. Dengan demikian, China menargetkan diri menjadi negara manufaktur utama yang mampu menguasai rantai pasok global dan bersaing secara inovatif di sektor strategis seperti teknologi informasi, otomotif, robotika, dan bioteknologi.
ADVERTISEMENT
Kemandirian Teknologi Sebagai Prioritas Utama
Seiring meningkatnya persaingan global dan pembatasan ekspor teknologi tinggi dari Amerika Serikat, China mempercepat upaya pengembangan teknologi dalam negeri. Pemerintah mengalokasikan investasi besar untuk riset dan pengembangan (R&D), serta membangun pusat-pusat inovasi yang melibatkan kolaborasi erat antara universitas, lembaga penelitian, dan perusahaan swasta. Salah satu contoh nyata adalah Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) yang menjadi simbol kemandirian produksi chip, meski masih menghadapi tantangan teknologi litografi canggih.
Perusahaan teknologi besar seperti Baidu dan Alibaba juga menjadi pionir dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi 5G, yang kini menjadi fondasi transformasi digital nasional. Menurut analis yang dikutip Liputan6, penekanan pada pengembangan manufaktur berteknologi tinggi di bidang AI, teknologi hijau, dan bioteknologi. Hal ini tetap menjadi bagian dari strategi jangka panjang China, meskipun istilah "Made in China 2025" mulai jarang digunakan secara resmi dalam beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan kerja pemerintah yang dikutip VOA Indonesia, Perdana Menteri Li menegaskan prioritas utama China adalah "melepaskan kreativitas ekonomi digital", mendukung penerapan model AI berskala besar, serta mengembangkan kendaraan energi baru yang terhubung secara cerdas, perangkat elektronik berbasis AI, dan robot pintar.
Transformasi Industri dan Ekonomi Digital
“Made in China 2025” mendorong revolusi kualitas dan efisiensi industri melalui otomatisasi dan digitalisasi. Integrasi teknologi Internet of Things (IoT), big data, dan AI dalam manufaktur cerdas diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sekaligus menurunkan biaya produksi. Sektor kendaraan energi baru (new energy vehicles/NEV), seperti mobil listrik dan teknologi baterai canggih, juga menjadi prioritas utama dengan dukungan pemerintah yang masif.
Perusahaan otomotif seperti BYD dan NIO kini menjadi pemain global di pasar kendaraan listrik, menandai keberhasilan strategi ini dalam mengurangi ketergantungan pada impor teknologi otomotif asing. Transformasi teknologi ini juga didukung oleh penguatan pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, yang menjadi fondasi utama kemajuan industri China.
ADVERTISEMENT
Investasi besar juga diarahkan untuk mendirikan pusat penelitian dan pengembangan, dengan target 40 pusat inovasi pada 2025, guna memperkuat sinergi antara ilmu pengetahuan dan industri. Manufaktur cerdas diharapkan mampu menurunkan biaya operasional dan tingkat kegagalan produksi, sekaligus meningkatkan daya saing nasional.
Apa Tantangan Politik Global Bagi Ambisi Teknologi China?
Tekanan geopolitik dari Amerika Serikat yang membatasi akses China ke teknologi mutakhir memicu perlombaan teknologi dalam negeri yang semakin intens. Meskipun risiko perlambatan inovasi tetap ada jika ketergantungan pada teknologi asing tidak sepenuhnya diatasi, menurut DW Indonesia, keberhasilan perusahaan AI seperti DeepSeek menunjukkan bahwa China mulai menguasai teknologi inti yang sebelumnya didominasi Barat.
Selain itu, melalui inisiatif Belt and Road, China memperluas pengaruh global dengan membangun infrastruktur digital di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, memperkuat posisi geopolitik dan ekonomi globalnya. Upaya pemerintah daerah seperti Shenzhen dalam memperkuat pengembangan teknologi inti, mendukung talenta muda, dan menyediakan fasilitas riset nasional juga menjadi bagian dari strategi diplomasi teknologi China di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
Akankah China Menjadi Pemimpin Inovasi Dunia?
Dengan dukungan pemerintah yang kuat dan investasi besar di sektor R&D, China diperkirakan akan terus memperkuat kemandirian teknologinya dan memperbesar pangsa pasar global di sektor manufaktur berteknologi tinggi. Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada kemampuan China dalam menghadapi tantangan teknologi canggih dan dinamika geopolitik yang terus berubah.
Jika berhasil, China tidak hanya akan menjadi produsen utama, tetapi juga inovator global yang memimpin tren teknologi masa depan seperti AI, robotika, dan energi bersih. Dampaknya akan terasa luas, mengubah struktur ekonomi global dan hubungan perdagangan internasional secara signifikan.
“Made in China 2025” merupakan peta jalan ambisius yang menegaskan tekad China untuk menjadi kekuatan teknologi dan ekonomi mandiri. Melalui investasi besar di riset dan pengembangan, transformasi digital industri, dan strategi geopolitik adaptif, China berupaya mengurangi ketergantungan pada teknologi asing dan memperkuat daya saing globalnya. Meski menghadapi tantangan berat, langkah ini diperkirakan akan membawa perubahan signifikan bagi perekonomian dunia dalam dekade mendatang.
ADVERTISEMENT