Konten dari Pengguna

Agrowisata Paloh Naga: Jembatan Komunikasi Budaya Tradisional

Hanina Afifah dan Zahra Zaina Rusty
Hanina dan Zahra merupakan mahasiswi Ilmu komunikasi Universitas Sumatera Utara (USU) yang terlibat aktif dalam organisasi Pers Mahasiswa guna menjembatani informasi bermanfaat kepada seluruh sivitas akademika.
7 Oktober 2024 10:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanina Afifah dan Zahra Zaina Rusty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wisata Alam Paloh Naga (Fotografer: Hanina Afifah)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Alam Paloh Naga (Fotografer: Hanina Afifah)
ADVERTISEMENT

Penulis: Hanina Afifah & Zaina Zahra Rusty

sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Proses modernisasi sering kali melibatkan transisi dari nilai-nilai tradisional menuju nilai-nilai yang lebih rasional, individualis, dan berbasis pada ilmu pengetahuan. Di tengah hiruk-pikuk modernisasi yang kian menggencar, satu sudut indah di Desa Denai Lama, Pantai Labu, Deli Serdang, mengingatkan kita betapa indahnya bumi ciptaan Tuhan yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2019, Agrowisata Paloh Naga, hadir dengan menyuguhkan pemandangan alamnya yang menakjubkan, keberagaman budayanya, serta memberikan kenangan masa lalu yang patut kita lestarikan. Paloh Naga menawarkan pemandangan sawah yang luas dan hijau menghampar, jembatan bambu yang mengasyikkan, dan perasaan damai yang jarang kita temukan di era urbanisasi. Dilengkapi dengan tempat-tempat foto yang super instagramable menjadi nilai jual pertama bagi pengunjung.
Saat berada di sini, pengunjung akan merasa damai dan sejuk sambil merenung dengan indahnya alam. Nama “Paloh Naga” sendiri terinspirasi dari cerita lokal tentang ular putih mistis yang dianggap sebagai simbol keberuntungan. Cerita ini disukai oleh wisatawan karena mereka bisa lebih dari sekadar bersantai di dalam pemandangan alam.
ADVERTISEMENT
Itulah bagaimana Agrowisata Paloh Naga, mesin modern di latar belakang daerah pedesaan yang terpelihara dengan baik. Setiap sudut taman dihiasi dengan nilai budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Tarian tradisional dan semangkuk nasi kuning hingga secangkir pecel adalah hikayat turis menjalankan program tersebut. Hikayat ini tidak hanya menggunakan kulit buku-buku kuliner, tetapi juga alasan yang ada di setiap racikan, mempertautkan mereka ke dalam kisah sejati budaya yang terpelihara dengan baik selama berabad-abad.
Sistem token untuk setiap transaksi di Paloh Naga menjadi pengalaman unik bagi konsumennya. Pelanggan dapat memvisualisasikan “pada waktu itu” saat seluruh negeri belum memiliki Rupiah sebgai mata uang asli, atau bahkan jauh sebelum sistem-sistem pembayaran digital di masa sekarang. Agrowisata Paloh Naga adalah contoh yang diberikan, modern tidak berarti menghapus sejarah, dua individu bertegangan untuk menciptakan keseimbangan.
Koin Kayu untuk transaksi jual-beli di Paloh Naga (Fotografer: Hanina Afifah)
Menikmati suasana Paloh Naga yang tenang nan asri, Nabilah, salah satu pengunjung yang baru pertama kali datang, merasa terpesona oleh keunikan Agrowisata Paloh Naga. "Pengalaman di sini sangat menarik, terutama sistem transaksi yang menggunakan koin kayu transaksi memberi kesan nostalgia. Rasanya seperti kembali ke masa sebelum semua serba digital," ujar Nabilah. Tak hanya itu, baginya, menikmati makanan khas Gunung Kidul, yakni gatot singkong dengan santan kelapa yang manis adalah pengalaman kuliner yang tak terlupakan. "Makanan tradisional ini jarang saya temui di kota, sehingga setiap suapan mengingatkan saya akan kenikmatan yang sesungguhnya."
ADVERTISEMENT
Hana yang merupakan pengunjung lainnya pun turut mengungkapkan kekagumannya saat melihat aktivitas menyiangi padi yang dilakukan oleh para petani lokal. "Melihat mereka bekerja di sawah itu membuat saya kagum sekaligus merenung," tuturnya. "Khidmat sekali rasanya dapat menyaksikan jerih payah para petani mengolah padi, terlepas kegiatan tersebut jarang ditemui di perkotaan, melainkan juga menyadarkan kita untuk menghargai setiap perjuangan dalam mengais rezeki."
Sementara itu, Anisah merasakan kedamaian yang berbeda saat menghabiskan waktu di tengah hamparan sawah. "Melihat pelestarian budaya, seperti makanan tradisional, membuat saya semakin menghargai kekayaan budaya kita. Di sini, saya dapat menikmati hidangan otentik yang jarang ditemukan di kota. Tak hanya itu, keberadaan truk penggiling padi dan aktivitas menyiangi padi di sekitar menciptakan suasana yang menenangkan, sekaligus mengingatkan kita akan keindahan dalam kesederhanaan."
ADVERTISEMENT
Bagi mereka, Agrowisata Paloh Naga bukan hanya sekadar tempat untuk berlibur, melainkan juga ruang untuk kembali mengingat dan menghargai warisan budaya yang sudah ada sejak lama. "Sarapan di sini bukan hanya sekedar mengenyangkan perut, tetapi tentang merasakan kehangatan dan cerita di balik setiap hidangan,” lanjut Anisah. Dengan senyuman yang tersungging di wajah, mereka bertiga meninggalkan Paloh Naga dengan kenangan manis dan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya melestarikan kearifan lokal. Di tengah arus modernisasi yang kian menggencar, Paloh Naga mengingatkan mereka bahwa kehidupan yang seimbang dan berakar pada budaya dapat menciptakan kedamaian yang sangat dibutuhkan dalam hidup sehari-hari.
Melalui kilas balik oleh para pengunjung, dapat ditarik jawaban bahwa Agrowisata Paloh Naga sukses menjadi tempat kembali di tengah hiruk-pikuk modernisasi perkotaan. Di sini, pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang menakjubkan, hidangan tradisional yang menggugah selera, serta interaksi langsung dengan budaya lokal. Paloh Naga bukan hanya sekadar destinasi wisata, tetapi juga ruang untuk melestarikan warisan budaya dan menemukan ketenangan. Bagi siapa saja yang merasa lelah dengan hiruk-pikuk kehidupan kota, Paloh Naga menjadi salah satu destinasi yang tepat untuk Anda singgahi.
ADVERTISEMENT