Konten dari Pengguna

Urgensi Supremasi Hukum Tindak Kekerasan Seksual

Hanna Josephine Sitompul
An undergraduate International Relations student at Parahyangan Catholic University. Lives in Jakarta.
14 Januari 2022 14:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanna Josephine Sitompul tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Indonesia Harus Segera Mengesahkan RUU PKS Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Korban Revenge Porn
Sumber foto : <a href='https://www.freepik.com/vectors/woman'>Woman vector created by pikisuperstar - www.freepik.com</a>
Kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin marak terjadi dan salah satu korban yang sangat rentan ialah perempuan. Selain itu, perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat kekerasan seksual dapat terjadi secara online, salah satu yang paling banyak terjadi adalah revenge porn. Revenge Porn merupakan suatu ancaman terhadap seseorang untuk menyebarkan konten pornografi milik pribadi ke dunia maya tanpa sepengetahuan atau persetujuan orang tersebut atau dibuat tanpa sepengetahuan orang tersebut. Korban revenge porn dapat mengalami banyak sekali kerugian serta mengalami kesulitan dalam mendapat perlindungan hukum. Regulasi yang terdapat di Indonesia dinilai tidak cukup memberikan perlindungan hukum serta pemenuhan hak-hak yang dimiliki oleh korban revenge porn maupun korban kekerasan seksual lainnya. KUHP hanya mengatur mengenai tindak pidana pemerkosaan.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus-kasus kekerasan seksual, kerap kali pihak perempuan yang mendapat perilaku diskriminasi dan tindak kekerasan seksual. Salah satu kasus yang menjadi trending topic di Indonesia adalah kasus pengesahan RUU PKS dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi korban revenge porn. Salah satu kasus revenge porn yang cukup membuat heboh di Indonesia adalah tersebarnya video berdurasi 19 detik milik seorang selebriti berinisial GA pada Desember 2020. Pihak kepolisian menetapkan GA sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi) serta Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) meskipun GA sesungguhnya merupakan korban revenge porn. Kasus ini telah dengan jelas memperlihatkan bagaimana kedudukan korban revenge porn di hadapan hukum Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur ketentuan tentang revenge porn meskipun telah terdapat beberapa kasus revenge porn yang sudah pernah diadili di persidangan sebelumnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu instrumen hukum yang jelas untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para korban revenge porn. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Dewan Perwakilan Rakyat Tahun 2021. Hal ini menandakan bahwa pemerintah mulai menyadari pentingnya perlindungan hukum bagi wanita khususnya korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Pada tahun 2014, Komnas Perempuan menyatakan bahwa Indonesia mengalami darurat kekerasan seksual sehingga RUU PKS sangat dibutuhkan untuk menanggulangi permasalahan tersebut.
ADVERTISEMENT
RUU PKS dengan rinci telah mengklasifikasikan jenis-jenis kekerasan seksual dalam 9 (sembilan) bentuk sehingga melengkapi kekosongan hukum terkait kekerasan seksual yang ada di Indonesia. RUU PKS diharapkan dapat menjadi lex specialis dan menjadi payung hukum bagi kasus-kasus kekerasan seksual, sebagaimana yang dikenal dengan asas penafsiran hukum “lex specialis derogat lex generalis” yang berarti hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Eksistensi dari RUU PKS tentu secara tidak langsung telah melahirkan suatu harapan bagi para korban kekerasan seksual yang mengalami kesulitan dalam memperoleh keadilan serta bagi para perempuan yang sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Belum ada undang-undang maupun regulasi lainnya di Indonesia yang mengidentifikasi jenis-jenis kekerasan seksual secara spesifik. Oleh karena itu, RUU PKS sangat dibutuhkan guna menjamin terpenuhinya hak-hak korban dengan menanamkan bahwa merupakan tanggung jawab negara untuk melindungi korban kekerasan seksual. RUU PKS telah menimbulkan banyak pro dan kontra di masyarakat, namun terlepas dari kontra serta penolakan yang diargumentasikan oleh berbagai pihak, kelebihan yang dimiliki oleh RUU PKS tetap sangat dibutuhkan mengingat bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin meningkat, serta mayoritas korban kekerasan seksual merupakan anak perempuan.
ADVERTISEMENT
Referensi :
LM Psikologi UGM. (2021). Satu Tahun Pandemi: Meningkatnya Kekerasan Basis Gender Online. Available online from: https://lm.psikologi.ugm.ac.id/2021/03/satu-tahun-pandemi-meningkatnya-kekerasan-basis-gender-online/ diakses 13 Januari 2022
Rais, N. F., Manurung, G. P., & Wardani, A. K. (2019). Analisis Keberlakuan RKUHP dan RUUPKS dalam Mengatur Tindak Kekerasan Seksual. Lex Scientia Law Review. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/lslr/article/view/29788
Subarkah, A. A. J., & Tobroni, F. (2021). Urgensi Pengesahan RUU PKS Terhadap Instrumen Penegakan Hak Asasi Perempuan. Supremasi Hukum: Jurnal Kajian Ilmu Hukum. https://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/Supremasi/article/view/2207