Konten dari Pengguna

UU Menindak Tegas Pelaku Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja, Perlukah?

Hanna Josephine Sitompul
An undergraduate International Relations student at Parahyangan Catholic University. Lives in Jakarta.
4 Januari 2022 20:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanna Josephine Sitompul tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto <a href='https://www.freepik.com/vectors/people'>People vector created by pch.vector - www.freepik.com</a>
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto <a href='https://www.freepik.com/vectors/people'>People vector created by pch.vector - www.freepik.com</a>
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia harus menindak tegas pelaku diskriminasi perempuan di dunia pekerjaan dengan memberlakukan Undang - Undang yang memberatkan pelaku.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi adalah hal yang tidak asing bagi kita karena sering terjadi di sekitar kita dan tidak menutup kemungkinan juga bahwa kita menjadi korban. Diskriminasi merupakan perlakuan yang membedakan individu maupun kelompok dengan sesama masyarakat.
Terdapat berbagai tipe diskriminasi di antaranya merupakan suku, agama, ras, adat istiadat, sosial, warna kulit, ekonomi, kasta, gender. Ketidakadilan respons kelompok terhadap sejumlah individu, khususnya pada aspek gender kerap terjadi kepada perempuan lantaran dianggap tidak sederajat bahkan lebih rendah daripada laki-laki. Sikap tersebut terjadi akibat budaya patriarki yang ada di masyarakat.
Kerap kali kita menemui diskriminasi gender terhadap perempuan di lingkungan kerja. Terjadi pada sejumlah kasus, perempuan menerima honor yang lebih rendah dibandingkan laki-laki meskipun jabatan dan porsi pekerjaannya setara, cenderung mengalami pelecehan seksual yang lebih tinggi, memiliki stereotip lebih mengutamakan perasaan yang kemudian dianggap tidak dapat bekerja secara rasional dan profesional, memiliki kesempatan yang terbatas untuk menjadi pemimpin dan berpendapat, serta dituntut untuk berpakaian menarik.
ADVERTISEMENT
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, kasus diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja masih sering terjadi dan tidak jarang penyelesaiannya berujung "damai" disebabkan tidak adanya undang-undang yang fokus terhadap kejadian diskriminasi perempuan di tempat kerja.
Kejadian diskriminasi perempuan di tempat kerja dapat dibuktikan dengan kasus yang dialami oleh seorang pembawa acara atau master of ceremony (MC) bernama Putu Dessy Fridayanthi atau yang biasa dipanggil Ecy. Ia menceritakan bahwa sejak kepemimpinan Gubernur Bali I Wayan Koster, perempuan yang bekerja di dunia hiburan seperti pembawa acara, penyanyi, dan penari sering dibatalkan saat sehari sebelum pelaksanaan acara tersebut secara sepihak oleh pihak penyelenggara acara atau klien dengan alasan Koster akan hadir sehingga tidak memperbolehkan adanya pengisi acara wanita.
ADVERTISEMENT
Kekesalan terhadap diskriminasi perempuan di tempat kerja telah dirasakan Ecy sejak 2018, tetapi kekecewaannya memuncak pada September 2021 yang kemudian ia sebar luaskan melalui akun Instagram pribadinya @ecymcbali. Namun, dalam menanggapi hal tersebut Koster hanya menyarankan untuk menonton video youtube yang berjudul: “GWK (Gubernur Wayan Koster) dekat dan dicintai rakyatnya”.
Berkaca pada kasus yang dialami oleh Putu Dessy Fridayanthi, mengartikan bahwa pemerintah belum berperan penuh dalam menanggapi diskriminasi yang dialami oleh perempuan di tempat kerja. I Wayan Koster menyepelekan hal yang telah ia buat karena tidak adanya payung hukum yang spesifik terkait dengan hal diskriminasi perempuan di tempat kerja kemudian merasa dengan bebas dapat melanjutkan aktivitas dengan tidak memikirkan atas hal yang telah ia buat.
ADVERTISEMENT
Jika hal diskriminasi perempuan di tempat kerja ini terus-menerus luput dari fokus utama pemerintah maka akan berdampak pada psikolog serta mental korban dan perempuan lainnya yang mendapat perlakuan serupa untuk melaporkan kasus mereka.
Oleh karena itu, dalam menyelesaikan hal diskriminasi yang merugikan perempuan ini dapat diselesaikan dengan beragam solusi. Pertama, pemerintah harus membuat undang-undang yang berfokus pada diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja.
Sebab, dengan membuat undang-undang perlindungan terhadap perempuan yang mengalami diskriminasi di tempat kerja dapat memberikan perempuan yang mengalami diskriminasi sebuah payung hukum yang kuat ketika mereka ingin melaporkan kasusnya.
Kedua, pengusulan mengenai undang-undang ini berharap memberikan efek jera bagi para pelaku yang melakukan hal tersebut. Ketiga, kesadaran dari masyarakat untuk berjiwa adil kepada semua gender juga dapat mengurangi kejadian diskriminasi perempuan di tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Referensi :
Rachmawati. (2021, September 14). Menyoal Larangan MC Perempuan Tampil di Acara Gubernur Bali, Dianggap Diskriminasi hingga Koster Diminta Klarifikasi Halaman all. Retrieved January 04, 2022, from https://regional.kompas.com/read/2021/09/14/093300778/menyoal-larangan-mc-perempuan-tampil-di-acara-gubernur-bali-dianggap?page=all