Saat Aku Dewasa

Hanna Ratih Aninditya
Mahasiswi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
4 Juni 2022 10:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanna Ratih Aninditya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang wanita (Sumber foto : pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang wanita (Sumber foto : pixabay.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dahulu saat kecil aku selalu menjawab jika ada yang bertanya,
ADVERTISEMENT
“Kalau sudah besar kamu bercita-cita jadi apa?”
Dengan lantang dan mudah aku menjawab aku ingin menjadi astronot, desainer, penyanyi, penulis. Betapa mudahnya aku membayangkan bagaimana aku akan meraih cita-citaku.
Saat itu yang aku pikirkan semuanya akan mudah, semuanya akan berjalan mulus. Dahulu saat aku masih duduk di bangku sekolah yang kutahu adalah bagaimana aku belajar untuk mendapatkan nilai yang bagus. Aku pikir karena aku mendapat nilai yang bagus berarti aku bisa meraih cita-citaku.
Saat aku mengikuti kegiatan di luar jam sekolah, mengikuti berbagai estrakulikuler melukis, menari, paskibra, paduan suara yang kupikir adalah waktu di mana aku menghabiskan sisa waktu sepulang sekolah dengan bersenang-senang mengeksplor hal baru.
Pada saat itu yang aku pikirkan adalah sekolah, bermain, kegiatan estrakulikuler, dan belajar. Saat di rumah bersama ayah, ibu, adik yang aku pikirkan kami hanya layaknya keluarga pada umumnya. Tidak terlintas pikiran yang begitu mendalam kala itu.
ADVERTISEMENT
Lalu hingga pada akhirnya aku mulai mengenal tentang cinta. Saat itu duniaku penuh dengan seseorang yang aku menyebutnya pada kala itu “aku sedang jatuh cinta”.
Dia sedang apa, apa makanan favoritnya, apa hobinya, apa zodiaknya, apakah dia punya pacar?
Duniaku seperti tersihir dan hanya ada dia.
Lalu ketika berkumpul dengan teman satu geng, membicarakan berbagai macam hal, dimulai dari anak geng lain, lalu pacar, permasalahan-permasalah anak ABG pada umumnya. Setiap pulang sekolah pasti kami selalu nongkrong terlebih dahulu.
Dulu aku hanya beranggapan bahwa kala itu tidak ada yang istimewa dan itu hanyalah kehidupan biasa setiap remaja.
Sampai akhirnya aku tersadar.
Saat akhirnya nilai tidak selalu menjadi tiang kesuksesanku untuk meraih cita-cita,
ADVERTISEMENT
Yang kubutuhkan adalah usaha dan sikap pantang menyerah yang besar.
Saat akhirnya permasalahan cinta bukanlah ujung tombak dari segalanya,
Realita kehidupanlah yang lebih rumit.
Saat sesuatu tidak semudah saat aku bisa memilih eskul apa yang kuminati,
Hidup tidak selalu berjalan seperti apa yang kumau.
Saat berkumpul bersama keluarga terasa biasa saja,
Kini aku lelah dengan semua pekerjaan sampai aku tidak punya waktu untuk cukup tidur, tidak punya waktu untuk sekedar berbicara tentang lelucon-lelucon konyol bersama keluargaku.
Saat teman-temanku satu persatu mulai sibuk,
Dahulu saat sepulang sekolah kami selalu lengkap berkumpul bersama, tetapi kini terasa sepi, ada yang sibuk mengejar cita-cita, ada yang sibuk mencari nafkah, ada yang sibuk mengejar masa depan.
ADVERTISEMENT
Hffftt
Ternyata seperti ini hidup,
Saat aku semakin lama semakin takut tentang apa yang terjadi esok hari
Saat aku tidak siap menerima kenyataan bahwa setiap hari aku semakin bertambah dewasa
Saat aku tidak siap melihat ayah dan ibuku yang semakin menua