Konten dari Pengguna

Code-Mixing dan Code-Switching sebagai Budaya Berbahasa

Hanna Tiosenia
Seorang mahasiswa yang gemar dan selalu belajar untuk menulis, menulis, dan menulis.
15 Desember 2024 1:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanna Tiosenia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cuitan di media sosial X. Foto: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Cuitan di media sosial X. Foto: dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Berbahasa merupakan aktivitas berkomunikasi yang menggunakan dan juga memperhatikan aspek-aspek bahasa. Sebagai manusia, berkomunikasi telah menjadi kebutuhan pokok untuk dapat berinteraksi dengan manusia lain. Dengan berbahasa yang jelas serta sesuai, maka akan mendorong komunikasi yang tidak berkesalahpahaman.
ADVERTISEMENT
Namun, perkembangan globalisasi telah banyak mengubah budaya berbahasa masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi oleh masyarakat yang didorong untuk dapat menguasai lebih dari satu bahasa. Misalnya bahasa inggris, salah-satu bahasa yang memang telah resmi ditetapkan sebagai bahasa internasional.
Berketerampilan berbahasa asing terutama bahasa inggris dianggap dapat memudahkan jalannya interaksi, terutama dengan masyarakat global. Kendati demikian, dorongan dari globalisasi untuk menjadi seorang bilingual dan multilingual, orang yang cakap lebih dari satu bahasa rupanya menghadirkan kiblat baru dalam berbahasa.
Budaya menggunakan dua bahasa atau lebih ketika berkomunikasi saat kini telah menjadi gaya berbahasa sehari-sehari masyarakat. Dikutip dari artikel ilmiah karya Novede dan Linuwih (2018) yang berjudul “Code Switching Code Mixing used by Sarah Sechan & Cinta Laura in Sarah Sechan Talk Show”, fenonema ini dapat disebut Code-Mixing dan Code-Switching.
ADVERTISEMENT
Meski selintas terlihat tak berbeda, dalam karya ilmiah tersebut dikatakan, Code-Mixing adalah “mencampurkan” satu bahasa ke dalam bahasa lain, sedangkan Code-Switching “mengganti atau mengalihkan” penggunaan satu bahasa ke bahasa lain.
Contoh Code-Mixing. Foto: dokumentasi pribadi.
Dapat dilihat gambar di atas merupakan salah-satu contoh penggunaan Code-Mixing. Dalam cuitan di aplikasi X tersebut, nampak sebuah pencampuran dua bahasa, yaitu bahasa inggris pada kata “mixed feelings”, dan juga bahasa indonesia pada “banget hari ini”.
Contoh penggabungan Code-Mixing dan Code-Switching. Foto: dokumentasi pribadi.
Pada cuitan kedua di atas ini adalah salah-satu gambaran dari Code-Mixing serta Code-Switching. Dalam kalimat tersebut terlihat menggabungkan dua bahasa, bahasa inggris pada “excited” dan bahasa indonesia pada “emang gua (excited) sendiri”. Sedangkan Code-Switching terjadi ketika kalimat beralih ke bahasa inggris, yaitu “I’m pathetic fr [for real]”.
ADVERTISEMENT
Budaya berbahasa seperti Code-Mixing dan juga Code-Switching pada dasarnya tidak akan dapat dihindari dinamikanya. Hal ini menjadi salah-satu dampak sosial dari globalisasi dan kemajuan teknologi, yaitu menciptakan kebiasaan baru di tengah masyarakat, bahkan dalam aspek bahasa.
Namun, jika dilihat dari sisi lain, budaya tersebut dapat membantu masyarakat dalam melatih kemampuan bahasa asingnya. Mencampur kosa kata bahasa asing dengan bahasa lokal adalah sebuah langkah kecil yang dapat dilakukan untuk mengasah keterampilan berbahasa asing, terutama apabila masih takut dalam menggunakan bahasa asing secara keseluruhan.
Maka dari itu, dalam menyikapi fenomena ini diperlukan kebijaksanaan dalam penggunaannya, terutama ketika berkomunikasi dan berinteraksi. Karena pada dasarnya, memahami maksud pesan satu sama lain merupakan hal terpenting dalam berkomunikasi.
ADVERTISEMENT