Menyikapi Fenomena Pawang Hujan

Hanny Fauziah
ASN, MC Kedinasan, Penerjemah, PR
Konten dari Pengguna
22 April 2022 21:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanny Fauziah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pawang hujan saat melakukan ritual tradisionalsaat sesi latihan untuk MotoGP di Sirkuit Internasional Mandalika di Kuta Mandalika di Lombok Tengah, Jumat (18/3/2022). Foto: Sony Tumbelaka/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pawang hujan saat melakukan ritual tradisionalsaat sesi latihan untuk MotoGP di Sirkuit Internasional Mandalika di Kuta Mandalika di Lombok Tengah, Jumat (18/3/2022). Foto: Sony Tumbelaka/AFP
ADVERTISEMENT
Masih hangat terdengar di telinga kita euphoria perhelatan dan gelaran MotoGP di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Terdapat peristiwa yang sangat viral ketika adanya peristiwa upaya memberhentikan hujan yang dilakukan aksi pawang hujan saat gelaran MotoGP sedang berlangsung.
ADVERTISEMENT
Aksi “Si Pawang Hujan Sirkuit Mandalika” yang bernama Rara Istiani menjadi viral karena aksi heroiknya menjadi pawang hujan dengan masuk ke area lomba MotoGP dan dinyatakan berhasil menghentikan hujan beberapa saat. Dengan demikian gelaran MotoGP masih bisa terus digelar mulai dari pre session test hingga saat MotoGP dilaksanakan. Rara, panggilan sang pawang hujan, bak seorang pahlawan bagi Indonesia kala itu.
Sirkuit Mandalika yang sejak pagi hari diguyur hujan, seketika itu juga berhenti. Nampaknya, hampir semua penonton di podium dan para panitia bersorak sorai mengungkapkan kegembiraannya karena hujan yang turun tidak lagi menjadi hambatan digelarnya pre session test dan acara MotoGP race. Dengan berhentinya hujan, aktivitas gelaran MotoGP dapat digelar sesuai rencana sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Ada hal yang menggelitik dari kejadian tersebut.
Sebagaimana yang disampaikan oleh sang pawang hujan saat diwawancara di laman podcast Deddy Corbuzier beberapa waktu lalu. Pada menit 31:04, ada pernyataan dia yang kontroversi bahwa “Langit itu atas izin Tuhan adalah milik Rara. Di langit itu terisi teman-teman Rara, para pekerja, pembalap, dan ehm pokoknya pemerintah. Nah, langit itu ada AC besar, nah AC besar itu remotenya di Rara,” sambil tersenyum simpul.
Sebetulnya, dia juga mengiyakan saat Om Deddy mengatakan bahwa data BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) memang menyatakan bahwa hujan akan berhenti segera bukan karena berkat sang pawang hujan. Tentu saja, pihak BMKG menyatakan hal tersebut berdasarkan dari data pengamatan dan analisa ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi pernyataan tersebut, baik secara ilmiah maupun keagamaan, seperti sebuah khayalan dan pembohongan publik. Mungkin yang bersangkutan tidak memiliki niat seperti itu. Tapi pernyataan semacam itu tidak pernah bisa dibenarkan. Kita tidak pernah mendengar jika langit itu adalah sebuah AC besar yang remotenya ada pada diri seorang supranatural.
Apa yang dilakukan dan dikatakan oleh sang pawang tentu tidak dapat dibenarkan. Apalagi dengan menggunakan media seperti dupa, mangkok berwarna emas yang disebut sebagai “singing bowl” yang menurutnya didatangkan dari Negara Taiwan. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, yang notabene beragama Islam, akan menilai hal tersebut seperti dagelan dan termasuk perilaku syirik. Tanpa melihat status agama yang dianut oleh sang pawang hujan, perilaku syirik tidak serta merta akan menghasilkan apa yang kita inginkan.
ADVERTISEMENT
Tanpa berniat mengesampingkan kearifan lokal sebagaimana yang digaungkan saat wawancara berlangsung, sebaiknya seseorang yang tidak memiliki kapasitas keilmuan yang memadai tentang sesuatu hal tidak difasilitasi dalam gelaran multinasional seperti MotoGP. Apa yang dilakukan oleh Rara tidak ditopang dengan data-data ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebagian masyarakat akan menilai bahwa dia sedang melakukan kebohongan publik. Meskipun dia melakukan tersebut hanya sebatas mempromosikan kemampuan indigo dirinya untuk memanggil atau memawangi hujan.
Di sisi yang lain, masyarakat Indonesia masih meyakini bahwa kapan hujan datang atau berhenti berdasarkan dari data prakiraan BMKG. Tentunya, kebenaran data BMKG bisa dipertanggungjawabkan karena berdasarkan hasil penelitian dan analisa ilmiah bukan pernyataan dan pendapat seseorang atau bahkan pernyataan dari sang pawang yang mungkin bualan semata.
ADVERTISEMENT
Fenomena pawang hujan sebagai kearifan lokal yang diviralkan oleh kisah Rara di Sirkuit Mandalika harus disikapi secara tepat, bijak, dan tidak berlebihan. Jika kemampuannya memberhentikan hujan lebih dipercaya oleh publik dibandingkan dengan data ilmiah BMKG, tentu saja situasi tersebut akan membuat peran dan tanggung jawab para peneliti dan ahli cuaca di BMKG dipertanyakan. Saya khawatir hal ini akan membuat masyarakat kita terbodohi dan tidak makin pintar di era teknologi informasi saat ini.
Sebaliknya, data-data prakiraan cuaca harus selalu disebarkan melalui media apa pun sehingga tidak akan ada lagi pernyataan bahwa seorang pawang hujan-lah yang sangat berperan dalam event-event internasional yang digelar di Indonesia.
Tanpa bermaksud menghalangi peran dan juga jalan rezeki para pawang hujan, kita berharap pernyataan para ahli di BMKG terkait prakiraan cuaca, termasuk kapan turun dan berhentinya hujan dapat dipertanggungjawabkan dan senantiasa dipercaya oleh masyarakat. Kehebohan sang pawang hujan Mandalika yang fenomenal tadi dapat diredam agar tidak membuat masyarakat resah dan mudah memercayainya. Kita berharap masyarakat Indonesia makin cerdas dan pintar dalam menyikapi sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
ADVERTISEMENT