Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perisai Lahir Batin Amien Rais
2 Juni 2017 16:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Hanum Rais tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya sebenernya telah beresolusi akan mengurangi sosmed di bulan puasa ini (post terakhir tanggal 21 Mei). Namun, tuduhan yang dialamatkan pada Bapak akhir-akhir ini membuat banyak pesan pada saya, lewat WA, DM, dan lain-lain agar saya sebagai putrinya juga memberikan semacam klarifikasi.
ADVERTISEMENT
Saya tidak akan memberikan klarifikasi terkait tuduhan tersebut, karena insyaAllah Bapak secara perwira akan menggelar konpers di kediaman jakarta hari ini sebelum sholat Jum'at. Silakan wartawan datang dan melansir jawaban beliau.
Saya hanya ingin berbagi bagaimana seorang Amien Rais menanggapi badai dan terjangan fitnah, deraan ujian, cobaan, namun juga kebahagiaan. Mudah-mudahan menjadi hikmah di bulan suci ini.
ADVERTISEMENT
Terkembali kepada Anda yang menilai.
Di awal April 2017 lalu, seorang Mantan jenderal yang duduk di posisi pemerintahan cukup strategis menemui Bapak. Ia mengatakan bahwa ia dikirim bosnya yang ingin bertemu Bapak. Ia ditugasi membuat titik temu dan tempat. Bapak mengatakan, "Monggo, dengan senang hati emua orang dari kalangan manapun saya temui, apalagi orang terhormat seperti bapak bos". Namun, sang mantan jenderal mengatakan bos ingin bertemu di tempat rahasia, tidak tercium media, karena pembicaraan akan bersifat confidential. Bapak tercenung. Ini sesuatu yang aneh. Mengapa harus rahasia?
Singkat cerita Bapak menolak meski sang utusan berdalih: pertemuan penting yang tidak bisa jadi konsumsi publik. "Maaf, jika ingin bertemu silahkan tapi terbuka, biarkan media melansir, biarkan mereka tahu hasil pembicaraan, toh pasti terbaik untuk bangsa. Jika pertemuan rahasia, saya tahu, saya hanya akan jadi bangkai politik Anda".
ADVERTISEMENT
Sang utusan mundur, pamit dalam kekecewaan. Saya mendengar dan melihatnya semua dari balik pintu di Joglo. Oh, ini, toh, Bapak Mantan Jenderal yang sering jadi penghubung itu.
Sepeninggal sang utusan, saya katakan pada Bapak. "Pak, bos beliau pasti akan tersinggung dengan jawaban Bapak. Dan it's just a matter of time, you'll be singled out. Hanya soal waktu Bapak akan diperkarakan entah bagaimana dan apa caranya."
Bapak mengangguk. Ia sangat paham.
Amien Rais, mungkin ayah saya. Tapi, saya mengagumi bagaimana ia menerima suatu hal, yang bagi sebagian orang termasuk saya adalah musibah, tapi karena ia seorang, insyaAllah, rajulun shalih. Ia menerimanya dengan lapang dada bahkan menganggap blessing in disguise, keberkahan yang terselip dalam sebuah ujian, termasuk tuduhan menerima aliran dana. Ia tidak akan bersembunyi atau malah kabur. Blessing yang bagaimana? Silahkan nanti wartawan hadir.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sekali ini sesungguhnya Bapak menerima tudingan ini, yang bersifat seolah melanggar hukum, dicitrakan koruptif, hipokrit, dan lain-lain, yang muaranya satu: pembunuhan karakter, karena manuver Bapak dianggap tidak kooperatif dengan para petinggi nasional. Hingga akhirnya, saya menyimpulkan "yang penting Amien Rais disebut dulu, diberitakan, dimunculkanlah opini dan bola liar fitnah yang keji di media, hingga kepingan-kepingan tuduhan tersebut terbang tak terkontrol. Lalu, setelah yakin the damage has been done, bahkan tidak akan terkoreksi lewat klarifikasi, selesai sudah misi. Tiga puluh enam tahun saya tahu benar bagaimana Bapak memberi perisai pada dirinya dalam kancah politik yang seringkali membuat orang lunglai karna tak kuat dirundung. Mereka adalah salat, puasa, tadarus, dzikir, dan sedekah.
ADVERTISEMENT
Sama halnya ketika kemarin saya justru bersiasat bagaimana Bapak harus mengklarifikasi hal ini dengan ini dan itu, Bapak malah senyum dan hanya mengatakan, "Yang terjadi pada Bapak semua atas ijin Allah The Almighty. Ini berkah! Ini berkah! Tidak sedikit pun bapak merasa ini hukuman atau ujian. Kamu kalau baca Al Quran, enggak perlu kita berkelit atau takut. Hadapi."
Ya, saya memang bukan Amien Rais. Saya masih anak-anak yang ketika terjadi suatu peristiwa yang memojokkan, justru terpikir bagaimana bersiasat atau membalasnya, atau malah nglokro berputus asa. Memandang hal yg unfortunate dengan kacamata keberkahan, mungkin hanya bisa dirasa oleh orang yg maqom imannya sudah qualified.
ADVERTISEMENT
Saya jadi teringat suatu kali ketika saya nglokro di kursi roda ketika selesai di kuretase keguguran. Bapak menggeledek saya dan tak henti-hentinya saya menangis sambil saya gumam, "Saya sudah hopeless."
Bapak tampak tidak suka dengan kelemahan iman saya ini. Ia kemudian duduk menghadap saya, "Num, lihat ya rumah sakit ini. Lihat baik-baik. Ruangan-ruangannya, nursing station-nya, semuanya."
Saya memandang sekelebat tapi masih tak paham apa maksud Bapak. Masih menangis meratapi janin 11 minggu yang barusan dimakamkan. "Nduk, kamu keguguran itu memang sebuah kesedihan, tapi lihatlah kabar baiknya: kamu bisa HAMIL! Setelah sekian tahun tanpa ada hasil! Kamu punya benih! Bahkan bisa menyimpan 3 embrio yang bisa digunakan lagi. Allah memberi kabar baik: Kamu wanita yang bisa hamil. Bukan manusia yang disebut didalam Al-Quran yang memang ditakdirkan Allah tidak diberi benih. Tinggal masalah waktu. Kamu harus terus mencoba."
ADVERTISEMENT
Mataku yang sembab seketika sedikit melebar. Ada keberkahan yg luput dari kacamataku. Yang bisa dibaca Bapak. "Nduk, ingat suatu saat nanti Bapak akan menggeledek kamu melewati ruangan-ruangan RS ini, melewati nursing station ini, dengan kamu yang tersenyum mendekap seorang bayi. Bapak yakin. InsyaAllah. Pulang dr RS ambil wudhu, sholat, dzikir, ngaji dan jangan lupa sedekahnya dikuatkan. It's just a matter of time you will have a baby."
Sekian tahun berikutnya, meski di RS yg berbeda, saya mendekap Sarahza dengan Bapak mendorong saya dikursi roda.
Mas Rangga pernah bilang kepada saya, setelah Sarahza lahir, "Num, kadang aku berpikir ekstrem ya. Mungkin kita berdua ini, kan, bukan org yang saleh-saleh amat. Ngadepin hidup sering naik turun kadar imannya, bahkan sering suudzon sama Yang Di Atas. Mungkin doa kita selama ini tidak dikabulkan sama Allah. Tapi Allah mengabulkan doa Bapak untuk kita karena ia orang saleh."
ADVERTISEMENT
Itulah Amien Rais. Di Jum'at Berkah ini, ia akan hadapi tudingan yang dialamatkan padanya itu dengan bersyukur dan tanpa sedikitpun rasa keder. Karena ia berperisai keyakinan bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya yang berserah diri.