Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
TAMAN FIRDAUS DI SEBERANG PERBATASAN RI-PNG
8 Oktober 2018 2:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Hari Yulianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perbatasan RI-Papua Nugini tahun 2016 (sumber foto : dok: pribadi/HariYulianto)
ADVERTISEMENT
Bagi para pelancong khususnya di Provinsi Papua, salah satu agenda wajib adalah mengunjungi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Indonesia-PNG di Skouw Kota Jayapura yang megah dan diresmikan oleh Presiden Jokowi tanggal 9 Mei 2017. Namun pernahkah anda membayangkan ada apa di seberang tapal batas megah RI-PNG sepanjang ± 860 km dari utara hingga selatan??.
Sebagian orang mungkin dapat masuk ke wilayah PNG tanpa paspor melewati zona netral kedua negara, hingga paling jauh 100 meter dari pagar batas. Namun untuk menjelajah lebih jauh lagi, saya termasuk salah satu orang yang beruntung mendapat kesempatan yang berharga berinteraksi dengan keindahan yang ada di dalamnya.
Pada edisi perdana ini saya akan akan memberikan sepenggal pengalaman sewaktu bertugas di seberang perbatasan RI-PNG, Konsulat Republik Indonesia di Vanimo, Papua Nugini.
ADVERTISEMENT
Shock!!! Vanimo??
Saat pertama mendapat perintah penugasan di bulan Maret 2013 di Konsulat RI Vanimo PNG, yang terbayang di benak saya adalah hutan, daerah terisolasi dan sarang Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bahkan mendengar kata “Vanimo” saja hampir tidak ada dalam kamus besar di otak saya. It was a nightmare!!. Memang terkesan hiperbola, namun memang itulah gambaran mengenai Vanimo saat itu dari cerita yang saya dengar. Manusiawi kan? Tetapi sebagai seorang diplomat pejuang, saya pasrah deh.
Vanimo I’m Coming
Jumat, tanggal 12 April 2013 saya menjejakkan kaki di bandara Jayapura Papua. Saat itu saya dijemput perwakilan dari Konsulat RI di Vanimo. Perjalanan kami dari Jayapura menuju Perbatasan ditempuh selama 2 jam melewati Abepura, Tanah Hitam, Kampung Nafri, Koya Barat, Distrik Muara Tami, dan kampung Skouw. Perjalanan yang cukup mencekam dimulai saat mendekati perbatasan. Walaupun jalan sudah beraspal baik, sejauh mata memandang kanan kiri jalan yang terlihat hanya hutan dan sesekali pos penjagaan TNI. Cerita mengenai penjegatan oleh kelompok OPM bersenjata makin menambah mencekamnya perjalanan tersebut.
ADVERTISEMENT
Memasuki perbatasan RI-PNG, saat itu semua masih sederhana dan tak semegah kondisi saat ini. Mobil yang kami dikendarai mesti berhenti di pagar batas besi yang berwarna kuning. Sementara surat-surat diperiksa oleh pihak Imigrasi PNG, kami harus menunggu sementara waktu. Tak berapa lama kemudian kami dizinkan masuk ke wilayah Vanimo, PNG.
Journeys begin
Di Kampung Wutung PNG yang berbatasan dengan Kampung Skouw RI, kami dijemput mobil Konsulat RI. Perjalanan menuju ibu kota Provinsi Vanimo ditempuh selama 45 menit. Suasananya tidak jauh berbeda dengan rute perjalanan sebelumnya. Jalan yang kami tempuh berkelok-kelok dan cukup curam serta melewati kampung-kampung yang konon didiami oleh kelompok OPM dan simpatisan. Pos penjagaan Papua New Guinea Defence Force (PNGDF) juga terlihat dalam perjalanan menuju kota Vanimo.
ADVERTISEMENT
Rasa lelah di perjalanan sejak dari Jayapura hingga menuju kota Vanimo langsung pupus ketika mata saya di sambut oleh pantai biru kehijauan dan pasir putih bak mutiara serta rumah-rumah panggung yang tertata rapi dan elok. Sepanjang sisa perjalanan menuju konsulat RI Vanimo yang saya rasakan hanya rasa kagum akan sempurnanya ciptaan Tuhan berupa keindahan alam Vanimo. Saat itu juga saya merasa optimis bahwa saya akan menikmati 3,5 tahun mendatang masa tugas saya.
Taman Firdaus tak terlupakan
Selama bertugas di Vanimo, keindahan alamnya yang asli tak terjamah oleh industri modern justru menjadi energi positif dan daya tarik tersendiri. Apabila kita mendaki bukit, maka akan terlihat bahwa kota Vanimo terletak di teluk yang di luarnya terhampar luas Samudera Pasifik yang tenang dan damai. Sesekali akan terlihat perahu nelayan yang membawa ikan segar untuk dijual pada hari itu juga pada masyarakat setempat, termasuk pada staf di Konsulat RI. Rasanya tentu manis, fresh dan sangat lezat...
ADVERTISEMENT
Kota Vanimo dilihat dari atas bukit (sumber foto: dok: pribadi/ Hari Yulianto)
Kota Vanimo dari atas bukit (sumber foto: dok:pribadi/Hari Yulianto)
Aktifitas warga Vanimo di Port Vanimo (sumber foto : dok: pribadi/Hari Yulianto)
Jika anda hobi berenang, maka pantai di kota Vanimo akan menjadi pilihan tepat. Salah satunya adalah pantai Dali. Bersih dan bebas polusi, serta airnya yang tenang dan agak berombak jika agak ke tengah laut juga cocok bagi mereka yang menyukai oleh raga berselancar. Saya sendiri yang tidak bisa berenang, amat menikmati suasana pantai, tentunya dengan aktivitas yang lain, yaitu jogging di sekitar kota Vanimo sambil menikmati udara pantai yang sepoi-sepoi.
Pantai Dali, Vanimo (sumber foto : dok:pribadi/Hari Yulianto)
Pantai Kota Vanimo (Sumber Foto: dok:pribadi/Hari Yulianto)
ADVERTISEMENT
Bergerak agak sedikit jauh dari kota Vanimo, maka anda akan menemui jembatan di Kampung Daunda, dan oleh penduduk setempat di sebut dengan Jembatan Daunda. Di sana anda akan menemukan sebuah telaga kecil yang airnya sedingin air di Puncak, bernama Wara Kul (Wara artinya air menurut bahasa lokal, sementara Kul berarti dingin). Di telaga kecil ini masyarakat biasanya berendam sejenak untuk menghilangkan rasa penat dan panas, dan akan menjadi segar sesudahnya.
Jembatan Daunda yang sempat rusak akibat luapan banjir tahun 2015 (Sumber foto: dok: pribadi/Hari Yulianto)
Telaga WaraKul (Sumber foto : dok: pribadi/Hari Yulianto)
Tak jauh dari Kampung Daunda, akan terlihat gubuk-gubuk kayu sederhana di sisi jalan. Masyarakat (yang konon sebagian berasal dari Indonesia dan bersuku Wamena) biasanya menjual hasil-hasil kebun yang segar, antara lain: sayur mayur, mentimun, pepaya, dan kadang kala matoa (buah khas Papua yang manis). Konsulat RI cukup sering membeli kebutuhan sayur di sini, selain karena rasa segar, tetapi juga untuk menjaga komunikasi yang baik dengan kelompok simpatisan OPM yang tinggal di sini.
Pasar tradisional (Sumber foto : dok:pribadi/Hari Yulianto)
ADVERTISEMENT
------000------
Dari sebagian pengalaman yang saya ceritakan diatas, betul kiranya pepatah yang mengatakan “Don’t Judge the Book from its Cover, Because you will never get the chance to find out what lies within it” karena Vanimo ternyata memiliki daya tariknya tersendiri yang tidak bisa dirasakan sampai anda datang dan melihatnya sendiri. There is a heaven beyond the border, prove it your self!!! Tunggu cerita menarik lainnya tentang Vanimo ya Gaess.....
ADVERTISEMENT