Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Peraturan Kepegawaian: Memarjinalkan Tenaga Honorer-Mensubordinatkan PPPK
17 Juni 2023 14:26 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Harimansyah Harimansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tenaga honorer dan ASN PPPK di lingkungan pemerintahan merupakan salah satu kelompok yang dianggap kurang terakomodir dari peraturan-peraturan yang dimunculkan.

Pada dasarnya suatu kebijakan dibuat untuk mewujudkan ketertiban, melindungi hak, menjaga ketentraman dan kedamaian, yang bermuara pada kepada kesejahteraan masyarakat. Suatu kebijakan juga harus mampu mengakomodir nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan ruang lingkup dan kerangka kerjanya.
ADVERTISEMENT
Dalam proses perumusan sampai penerbitan serta pengesahan suatu kebijakan memang tidak terlepas dari dinamika, terdapat kelompok yang pro dan kontra. Namun akhir-akhir ini banyak kita rasakan kebijakan terkait suatu lingkup mendapatkan respons kontra dalam masyarakat hingga menimbulkan resistensi ketika diimplementasikan.
Kebijakan yang dibuat sudah bermasalah dari tahap formulasi dan regulasi dimana pada tahap tersebut kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi.
Namun, tahapan ini seolah hanya formalitas bahkan terabaikan. Pembuat kebijakan tidak melakukan riset mendalam dan tidak melibatkan sasaran kebijakan maupun ahli yang terkait dengan kebijakan tersebut. Kebijakan seolah diputuskan secara sepihak sehingga dianggap hanya menguntungkan kelompok maupun golongan tertentu, sedangkan kelompok yang lainnya dirugikan dan tidak terakomodir.
ADVERTISEMENT
Tenaga honorer dan ASN PPPK dalam lingkungan pemerintahan merupakan salah satu kelompok yang dianggap kurang terakomodir dari peraturan-peraturan yang dimunculkan. Tenaga honorer merupakan pegawai tidak tetap yang diangkat oleh pejabat pembina berwenang berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Seiring berjalannya waktu peraturan tersebut terus mengalami perubahan. Hingga diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang melahirkan nomenklatur lain yang akan menghapus tenaga honorer di lingkungan pemerintahan.
Misalnya Surat Edaran yang dikeluarkan Menteri PAN dan RB nomor B/165/M.SM.02.03/2022 Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mewajibkan status kepegawaian di instansi pemerintah terdiri dari 2 (dua) jenis kepegawaian, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Peraturan ini menjadikan tenaga honorer tidak memiliki status dan posisi yang jelas dalam struktur kepegawaian dan menjadi tanda tanya.
ADVERTISEMENT
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK diundangkan pada tanggal 28 November 2018, Dalam PP tersebut diatur bahwa pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan itu berlaku. Artinya mulai 28 November 2023 sudah tidak ada lagi tenaga honorer dalam struktur kepegawaian di pemerintahan.
Walaupun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengatakan pihaknya batal memberhentikan tenaga honorer pada 2023 dan tidak berencana memberhentikan serta tidak akan terjadi PHK massal, namun pernyataan ini tetap membuat para tenaga honorer di lingkungan pemerintahan resah akan nasib dan kelanjutan kerja mereka.
Pasalnya pemerintah belum memiliki formula atau alternatif jika peraturan tersebut telah mencapai masa tenggatnya. Posisi tenaga honorer menjadi rentan karena tidak mendapatkan jaminan dan pengakuan. Pemerintah harus mencari jalan tengah dan tidak mengabaikan hak serta kesempatan bagi tenaga honorer.
ADVERTISEMENT
Wacana outsourching dan pemberian bimbingan serta modal usaha menjadi salah satu pilihan di samping yang utama mengangkat tenaga honorer tersebut menjadi pegawai aparatur sipil negera. Karena Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tersebut secara jelas melarang pejabat pembina kepegawaian mengangkat tenaga honorer/non-PNS menjadi ASN selain melalui mekanisme tes seleksi dengan dalih agar dapat melahirkan pegawai yang memiliki kompetensi.
Narasi berbeda dari ASN PPPK. PPPK merupakan wujud sistem baru dari sistem kepegawaian yang dikuatkan dalam berbagai peraturan khususnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 yang telah disebutkan di atas dan PP Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
PPPK lebih memiliki kekuatan hukum yang jelas dibanding tenaga honorer dan sejenisnya. Namun tentunya antara ASN PNS dan PPPK terdapat banyak perbedaan dari berbagai hal, di antaranya berbeda dalam proses seleksi, status kepegawaian, berdasarkan hak, berdasarkan manajemen, masa kerja. Perbedaan itu dirasa sangat timpang jika ditinjau dari kewajiban dan beban kerja yang sama.
ADVERTISEMENT
Alokasi dana penggajian PPPK berbeda dengan PNS, masih terjadi miskonsepsi antara pemerintah pusat dan daerah sehingga tersiar kabar di banyak daerah gaji PPPK belum dibayarkan berbulan-bulan sejak mereka menerima surat keputusan pengangkatan belum menerima penggajian bahkan sampai 9 bulan, seperti yang terjadi di daerah Lampung pada guru PPPK 2021.
Beberapa daerah juga terindikasi menunda pemberian SK pengangkatan PPPK sebab ketidakjelasan keuangan dan sumber gaji PPPK tersebut. Ketimpangan juga terjadi dari pemberian tambahan penghasilan pegawai (TPP). Besaran nominal TPP yang diterima PPPK selisih jauh dengan yang didapat PNS dengan beban kerja yang sama bahan lebih.
Seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan, TPP PPPK hanya sebesar Rp 225.000 per bulan dan Bangka Belitung hanya sebesar Rp 1,3 juta-Rp 1,5 juta per bulan. Sedangkan pada UU No. 5 tahun 2014 secara implisit menerangkan bahwa ASN (PNS/PPPK) berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Arah jalan PPPK ke depannya juga belum jelas, tidak ada jenjang pangkat atau golongan yang pasti dalam kepegawaian, belum ada juknis kelanjutan kontrak jika perjanjian kerja ketika telah usai, tidak ada aturan penggunaan seragam yang baku. Pemerintah masih terlihat setengah hati dan belum benar-benar serius memperhatikan keberadaan PPPK.
Banyak yang menganggap PPPK sebatas lips service pemerintah, produk kejar tayang penuntasan tenaga honorer bulan Oktober 2023 atas PP No. 49 Tahun 2018. Masih banyak perbedaan lainnya antara PNS dan PPPK maupun tenaga honorer yang dinilai timpang. Maka diharapkan para pemangku kebijakan dapat menuntaskan persoalan kepegawaian pemerintahan tanpa mencederai rasa keadilan dengan melahirkan peraturan-peraturan yang berpihak.
Hingga para tenaga honorer mendapatkan jaminan dan pengakuan karena pada dasarnya mereka telah menjalankan pengabdian dengan kompensasi yang tidak sebanding selama bekerja serta tidak bisa dipungkiri bahwa tenaga honorer masih dibutuhkan guna melengkapi kerja-kerja yang belum dapat dipenuhi ASN PNS maupun PPPK. Selain itu peraturan yang dibuat juga harus menuntaskan persoalan hak dan kewajiban antara PNS dan PPPK agar tidak terjadi kesenjangan.
ADVERTISEMENT