Di Era Digital, Semua Orang adalah Diplomat

Hariqo Wibawa Satria
Direktur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi)
Konten dari Pengguna
3 April 2019 16:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hariqo Wibawa Satria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita sudah menonton Debat Jokowi dan Prabowo dalam tema: Ideologi, Pemerintahan, Keamanan dan Hubungan Internasional. Kedua calon presiden masih menganggap pelaku diplomasi adalah orang-orang lama, yang identik dengan dasi, jas, wangi, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Andrea Hirata (penulis novel 'Laskar Pelangi') dan Riri Riza (sutradara film 'Laskar Pelangi'), keduanya hampir tidak pernah berdasi, apalagi berdinas di Kementerian Luar Negeri pun Kementerian Pariwisata. Namun berkat keduanya dan tim kreatif mereka, sekarang Bangka Belitung dikenal luas, sehingga wisatawan domestik dan asing berdatangan.
Wisatawan itu kemudian menggoda warga dunia dengan foto, video, dan caption tentang Bangka Belitung yang mereka unggah lewat media sosial. Kita sudah tiba di zaman ketika setiap orang berpotensi berbicara mewakili bangsanya, memengaruhi masyarakat internasional tanpa harus menjadi PNS dan menggunakan APBN.
Ahmad Fuadi juga demikian, novel karyanya--'Negeri Lima Menara', diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul 'The Land Of Five Towers'. Karena novel itu, ia diundang ke berbagai negara untuk bicara tentang pesantren dan Islam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sekarang dengan novel 'Merdeka Sejak Hati', ia bercerita tentang keindahan Islam di Indonesia yang terinspirasi dari kisah hidup Lafran Pane, adik kandung dari Armin Pane dan Sanusi Pane. Novel ini akan difilmkan. Kelak dunia akan mengenal Sipirok di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Enam tahun lalu, Reuters mengabarkan sekelompok pemuda di Myanmar mendatangi dealer mobil Korea. Seusai diteliti, ternyata mereka merasa tertarik usai melihat mobil-mobil tersebut digunakan dalam banyak film dan drama romantis Korea.
Jadi sutradara, pemain drama Korea, berikut seluruh kru terlibat dalam satu gotong royong untuk kepentingan nasional Korea. Sementara di Indonesia, hampir semua sinetron pun film malah mempromosikan mobil Jepang, Amerika, dan Eropa. Mana mobil Esemka?
Amerika Serikat juga beberapa kali menggunakan pemain basket NBA untuk kepentingan nasional mereka. Utamanya untuk melobi negara yang memang anak mudanya gandrung dengan basket. Bahkan ada pemain NBA yang mampu berkomunikasi dengan Presiden Korea Utara, Kim Jong Un.
ADVERTISEMENT
Hal itu menunjukkan seluruh medan, dari lapangan olahraga hingga layar bioskop, semuanya adalah media diplomasi.
Kehadiran internet telah mengubah cara negara berdiplomasi, Diplomat di era digital bukan semata mereka yang bekerja di Kementerian Luar Negeri RI, duta besar, atau orang-orang yang identik dengan dasi, jas, parfum, protokoler, dan lain-lain. Tetapi di era digital, setiap orang adalah diplomat.
Setelah pilpres, yang perlu dilakukan oleh kita, dan tim medsos kedua capres adalah peningkatan gotong royong antarwarganet lewat media sosial untuk kepentingan nasional.
Jika saat pilpres mereka mampu membuat trending topic dunia yang menjelekkan salah satu capres, harusnya mereka juga mampu membuat trending topic yang membela kepentingan nasional Indonesia.
Memang sampai hari ini, Indonesia belum mempunyai blueprint diplomasi digital seperti negara lain. Upaya kesana sedang dirintis. Sejak setahun lalu, Sekolah Staf Dinas Luar Negeri yang dikomandani oleh M. Aji Surya terus berinovasi dengan materi-materi baru untuk re-skilling para diplomat muda.
ADVERTISEMENT
Kita harus berlari bersama. Negara lain sudah bekerja (bukan sekadar bicara) untuk perlindungan data pribadi warganya, perlindungan data negara, mempersiapkan media sosial dan mesin pencari karya anak bangsa. Jangan sampai kita tertinggal terlalu jauh.
Diplomat Muda peserta Sesdilu ke-62 di Sekolah Tapal Batas Sebatik, Selasa (6/11/2018). Foto: M. Fadli Rizal/kumparan