Setelah Natuna, Apakah Kepercayaan terhadap Pemerintah Naik?

Hariqo Wibawa Satria
Direktur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi)
Konten dari Pengguna
10 Januari 2020 10:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hariqo Wibawa Satria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peta Laut Natuna di Indonesia. Foto: REUTERS/Beawiharta/File Photo
zoom-in-whitePerbesar
Peta Laut Natuna di Indonesia. Foto: REUTERS/Beawiharta/File Photo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah kasus Natuna, apakah kepercayaan masyarakat berkurang atau bertambah kepada pemerintah? Jika berkurang, maka ini kerugian non materi yang besar. Kepercayaan bukan mahal tapi tak ternilai harganya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengeceknya, bacalah berbagai akun asli di medsos, pernyataan para tokoh berintegritas di media. Saya sudah melakukannya.
Ke depan, jika ada negara manapun melanggar hak berdaulat, melanggar kedaulatan NKRI, maka sebaiknya pernyataan Pemerintah langsung ditujukan kepada pemimpin tertinggi di negara tersebut.
Jika yang melanggar Negara Republik Jancukers, maka pernyataannya kira-kira “Wahai Sudjiwo Tedjo, kapal negara Anda melanggar. Kami ingatkan Anda agar tidak mengulangi.” Dalam diplomasi, penyataan ini lebih berdentum ketimbang Bom Nuklir. “Tunjuk langsung hidung pemimpin tertingginya dengan sopan.”
Bagaimana dengan perang senjata? Itu pilihan paling buruk dan harus dihindari. “Tawur tangan kosong saja kita kecam, apalagi perang senjata.” Jangan gunakan senjata, tapi punya senjata tercanggih itu wajib.
Lalu, bagaimana agar bangsa lain segan dengan Indonesia dengan cara non militer. Pertama, NKRI Harga mati harus disampaikan kepada 17 orang paling berpengaruh di setiap negara dan ke seluruh warga dunia. Kedua, orang Indonesia harus berprestasi level dunia di bidang musik, olahraga, jurnalistik, ilmu pengetahuan, akhlak, teknologi, budaya, pendidikan, hukum, teater, kedokteran, dll.
ADVERTISEMENT
Yakinkan setiap anak Indonesia, bahwa mereka terlahir untuk memberi manfaat, manfaat, manfaat bagi dunia. Bukan terlahir untuk mencari follower di medsos, namun lupa berprestasi di dunia nyata. Doktrinnya bukan semata bela negara, tetapi bela dunia dari ketidakadilan global, kerusakan lingkungan dan ketidaktertiban lainnya.
Ketiga, keempat, kelima, silahkan teman-teman tambahkan..
*Hariqo (Direktur Eksekutif Komunikonten, Co Founder dan CEO Global Influencer School, Penulis Buku Seni Mengelola Tim Media Sosial)