Bagaimana Avatar Aang dan Sadboy Menyikapi Banjir?

Haris Firmansyah
Penulis buku 'Petualangan Seperempat Abad'.
Konten dari Pengguna
3 Januari 2020 14:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana saat banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis (2/1). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana saat banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis (2/1). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika banjir melanda pemukiman suku air, Aang sebagai Avatar pengendali empat elemen disalahkan oleh para penduduk setempat. Pasalnya, Aang dulu pernah sesumbar, "Sepertinya mengatasi banjir tidak susah-susah amat kalau saya bisa mengendalikan elemen air."
ADVERTISEMENT
Dari situlah Aang diajari oleh kembang desa bernama Katara untuk menjadi pengendali elemen air. Dengan harapan, setelah bisa mengendalikan elemen air, Aang tahu cara mengatasi banjir.
Ilustrasi Avatar Aang Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
Namun, kekuatan yang telah dikuasai Aang belum cukup mampu menyurutkan kiriman air akibat es kutub yang mencair. Aang hanya punya dua tangan, sementara air yang datang keroyokan. Aang tidak bisa mengendalikan derasnya arus air hingga terjadilah banjir.
Berangkat dari kegagalan menghalau banjir itulah Aang bertekad menjadi Avatar. Ketika ditagih janjinya oleh rakyat tentang banjir yang gagal diatasi, Aang berkilah, "Banjir lebih mudah diatasi jika saya jadi Avatar."
Aang pun berkelana ke segala penjuru negeri untuk belajar pengendalian empat elemen. Setelah jadi Avatar, Aang bisa mengendalikan empat elemen alam: air, tanah, udara, dan api.
ADVERTISEMENT
Ketika air datang, Aang bisa mengaturnya untuk menjauhi pemukiman, menerbangkannya ke udara, atau menaikkan daratan sehingga lebih tinggi dari air. Namun, kali ini curah hujan lebih ekstrem dari biasanya. Aang yang berjuang seorang diri akhirnya gagal mencegah banjir. Sementara warga yang berpangku tangan justru menyalahkannya.
Dengan penguasaan elemen api, Aang memanaskan air sebagai permintaan maaf. Sehingga warga bisa mandi pakai air hangat.
Setelah itu, Aang belajar untuk mengendalikan emosi agar bisa lebih bersabar menghadapi protes warga yang banyak menuntutnya.
Di Indonesia, isu perubahan iklim dan krisis air bersih sudah pernah diperingatkan oleh seorang bocah melalui status Facebook miliknya.
Jika dalam jagat percintaan sinematik religi, kita mengenal Fahri dari film Ayat-Ayat Cinta, yang empunya pesona dan kesalehan yang memikat hati gadis-gadis di Mesir sana.
ADVERTISEMENT
Di Facebook dan Twitter, ada Fahri yang lain. Bukan Fahri Hamzah, melainkan Fahri Skroepp. Belum kuliah seperti Fahri senior, Fahri junior ini masih pakai seragam sekolah. Hobinya nongkrong di warnet dan main gim Free Fire.
Prinsip Fahri, daripada mainin hati cewek, mending main Free Fire. Kalau ada cewek yang mau dengannya, ia tidak ingin pacaran. Takut dosa. Cukup tayamum, barulah melamarnya, setelah itu menikah. Kekeliruan Fahri menyebut tayamum, alih-alih taaruf, bikin dirinya viral di media sosial.
Padahal Fahri sedang melakukan sindiran terhadap isu sosial dan lingkungan. Sikap Fahri yang tidak mau pacaran bisa jadi adalah dampak dari gerakan #IndonesiaTanpaPacaran. Lalu, Fahri yang memutuskan tayamum (bersuci menggunakan debu di keadaan darurat sebagai pengganti wudhu) sebelum melamar dan menikah adalah bentuk peringatan.
ADVERTISEMENT
Ada prediksi di balik diksi tayamum, bahwa di masa depan, tepatnya ketika umur Fahri siap menikah (sekitar dua puluh tahun lagi), negeri ini krisis air bersih. Sehingga mengharuskan Fahri sampai tayamum untuk bersuci sebelum mengucap janji suci.
Netizen yang kepo sempat mencari tahu lebih jauh sosok bocah menggemaskan ini. Hasilnya, terkumpul bundelan tangkapan layar status dan caption dari akun Fahri di Facebook. Setiap fotonya dihiasi kata-kata indah yang menyentuh hati. Misalnya,
"Apapun perlakuanmu, aku akan tetap tersenyum. Karena aku sadar bahwa mencintaimu adalah terluka yang paling disengaja."
Sedaaap.
"Maafkan aku, aku takkan memberi ucapan apapun. Walau aku tahu hari ini adalah ulang tahunmu. Karena sungguh, aku benci melihatmu menua, jika tak bersamaku."
ADVERTISEMENT
Sadiiis.
Ada juga foto Fahri sedang merenung, diimbuhi caption:
"Di langit yang kau tatap, ada rindu yang ku titip."
Fahri juga bisa menyelipkan humor di dalam sajaknya:
"Aku mencintaimu dengan segenap jiwa raga, namun perjuanganku tak kau anggap ada. Kalau kata peribahasa: Air susu dibalas dengan air terjun."
Kebayang dong deras dan dinginnya air terjun? Fahri jago sekali merapalkan ayat-ayat putus cinta.
Di media sosial, kita mengenal persona Bude Sumiyati, yaitu sesosok bude yang setara dengan bidadari. Ada yang menyebut Fahri adalah "keponakan" Bude Sumiyati. Sebab keduanya senang membikin sajak-sajak sendu.
Sebenarnya, persona Fahri adalah fenomena anak zaman sekarang. Fahri semacam avatar yang mewakili bocah-bocah galau yang banyak jumlahnya di media sosial: belum mengerti arti cinta yang sesungguhnya, tapi sudah bisa sendu dan merindu. KPAI tidak bisa melindungi anak-anak ini dari siksaan rindu yang sakitnya seperti ditusuk sembilu.
ADVERTISEMENT
Sebagai sadboy, mungkin Fahri menyukai hujan karena bisa menyamarkan air matanya ketika menangis. Namun, kalau curah hujannya ekstrem seperti yang terjadi belakangan ini, itu soal lain. Nantinya yang menangis bukan hanya penonton konser Didi Kempot, tapi semua warga yang kena dampaknya.
Kita harus bangga dengan Fahri Skroepp. Dialah "Greta Thunberg"-nya Indonesia. Fahri dan Greta yang masih belia itu sama-sama memperingatkan bahwa perubahan iklim itu benar adanya. Kita harus memperlakukan alam dengan baik. Sebab alam selalu bisa melancarkan serangan balik.
Jadi, mulailah tanam pohon tanpa menunggu cerai, jangan buang sampah ke sungai, kurangi penggunaan plastik, dan hemat air. Agar Fahri di masa depan tidak perlu tayamum untuk bersuci, langsung wudhu pakai air bersih.
ADVERTISEMENT