Peran Perempuan di Mata Fizi 'Upin & Ipin' dan Mahfud MD

Haris Firmansyah
Penulis buku 'Petualangan Seperempat Abad'.
Konten dari Pengguna
30 Mei 2020 10:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Fizi minta maaf. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fizi minta maaf. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
ADVERTISEMENT
Fizi tidak pernah menyangka jika celetukannya menghebohkan jagat maya. Fizi dicap sebagai anak yang enggak ada akhlaknya oleh netizen Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula dari Mail yang berkata bahwa surga ada di bawah telapak kaki ibu. Lalu Upin dan Ipin bertanya, "Bagaimana jika sudah tidak punya ibu?" Fizi menyambar, "Berarti tidak ada surga."
Mendengarnya, Upin & Ipin mendadak sedih secara kolektif. Suasana berubah menjadi kelabu. Bersama Opah dan Kak Ros, mereka langsung berziarah ke makam ibu dan bapaknya.
Belakangan, Fizi menyadari jika bercandaannya tidak sopan karena menyinggung hal yang sensitif. Akhirnya, dengan meminjam gawai Ehsan, Fizi membuat klarifikasi di media sosial bahwa dirinya mengaku salah.
Fizi juga sempat diundang oleh omnya Upin & Ipin di Indonesia untuk membuat podcast jarak jauh dan lintas dimensi. Setelah bicara dari hati ke hati bersama Om Deddy, akhirnya Fizi minta maaf kepada semua orang yang dirugikan oleh pernyataannya, terutama Upin & Ipin. Fizi mengaku dirinya memang sering ngomong nggak pakai mikir. Maklum, ia anak yang introvert.
ADVERTISEMENT
Di channel YouTube Om Deddy, dr. Tirta memberikan komentar berisi ajakan kepada Fizi untuk menyambangi panti asuhan. Supaya punya empati terhadap yatim-piatu. Pesannya, nasib anak yatim jangan dijadikan ajang pansos.
Fizi memahami jika peran ibu begitu penting bagi seorang anak. Dengan berbakti kepada ibu, seorang anak bisa dikatakan saleh. Namun, Upin & Ipin yang sudah ditinggal pergi ayah-ibu untuk selamanya juga bisa menjadi anak saleh dengan rajin mendoakan orang tua mereka. Tidak ada pengecualian untuk setiap insan dalam meraih surga. Hal inilah yang belum dipahami betul oleh Fizi, tetapi sudah keceplosan mengeluarkan lelucon.
Lagi pula, jika ada yatim-piatu yang kehilangan sosok orang tua, maka saudara dan tetangganyalah yang mengisi kekosongan tersebut. Sehingga anak yatim tetap memiliki figur orang tua yang dibutuhkan oleh setiap anak. Hal ini dicontohkan di drakor Reply 1988 yang antar tetangganya saling peduli dengan berbagi makanan dan perhatian.
ADVERTISEMENT
Untunglah, Upin & Ipin masih punya Kak Ros dan Opah yang merawat keduanya. Tuk Dalang sebagai tetangga di Kampung Durian Runtuh pun sering memberikan perhatian kepada si kembar.
Jika Fizi menganggap sosok ibu sebagai perempuan perantara surga bagi anak, berbeda dengan Menko Polhukam di negara tetangganya negeri jiran. Mahfud MD meneruskan kepada publik sebuah meme yang didapatnya dari seorang teman bernama Luhut Binsar Panjaitan. Disebutkan bahwa perempuan berstatus istri sama seperti virus Corona. Awalnya, seorang suami berniat ingin mengontrol istri, kemudian sadar bahwa itu mustahil. Akhirnya, suami memutuskan untuk hidup bersama istrinya.
Meme tersebut seolah merefleksikan konflik kesehatan yang sedang dihadapi oleh pemerintah. Melalui PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), pemerintah berharap angka positif COVID-19 bisa dikendalikan. Namun, nyatanya kasus baru terus bertambah dan angka ODP-PDP tetap tidak bisa ditekan. Akhirnya, pemerintah seolah menyerah. Tenaga medis pun sudah bilang terserah. Rakyat berdiri di garis tengah. Maka, new normal adalah sebuah bentuk gencatan senjata untuk memulai hidup baru berdamai dengan Corona.
ADVERTISEMENT
Namun, menyamakan istri dengan Corona itu lain soal. Istri adalah perempuan yang seseorang pilih untuk menghabiskan hidup bersama dalam biduk rumah tangga. Sementara kita tidak pernah memilih untuk hidup dengan Corona. Virus ini tahu-tahu ada di hidup manusia dan mengacaukan segala rencana di tahun 2020.
Corona sudah banyak menimbulkan kekacauan dalam tatanan sosial. Salah satunya membuat aparat harus bersitegang dengan seorang pemuka agama gara-gara meributkan aturan physical distancing dalam mobil. Walaupun akhirnya mereka berdamai dan lebaran lebih awal dengan saling bermaafan.
Namun, konsep berdamai dengan Corona jauh berbeda jika membandingkan dua manusia saling menyudahi perseteruan. Corona tidak kelihatan bentuknya. Walaupun kita mengibarkan bendera putih dan minta damai, belum tentu virusnya mengerti. Sebab sampai kini pun tidak ada yang tahu bagaimana cara meminta Corona berhenti menginvasi peradaban manusia.
ADVERTISEMENT
Jadi, meme peran seorang istri disandingkan dengan virus, sama tidak pantasnya dengan lawakannya Fizi. Daripada menyebarkan meme tidak lucu seperti itu, bukankah lebih baik merapalkan pantunnya Jarjit Singh saja?
Dua tiga tutup botol, pemerintah kok banyol?!
Meme tersebut tidak hanya seksis, tetapi juga misoginis nan patriarkis. Apa tidak takut sampai ke telinga Bu Megawati yang menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia?
Sosok istri bukanlah peran yang harus dikendalikan oleh suami di rumah. Sebab istri bukanlah musuh, melainkan partner yang memang sejak awal harusnya bekerja sama dengan suami dalam mengarungi bahtera pernikahan.
Terlebih, seorang istri adalah perantara kehidupan yang dihasilkan dari konsekuensi hubungannya dengan sang suami. Sementara Corona adalah penjemput nyawa manusia berwujud virus tak kasat mata.
ADVERTISEMENT