Konten dari Pengguna

Pilkada 2024: Mewakili Rakyat Atau Mewakili Pemilik Modal?

Haris Mandala Putra
Sarjana Ilmu Pemerintahan Lulusan dari Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta. Sekarang sedang menekuni karya-karya tulisan yang berorientasi pada isu Politik dan Pemerintahan skala Nasional dan Regional.
30 September 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Mandala Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemilih Cerdas Melahirkan Pemimpin cerdas: Foto yang dibuat di edit menggunakan canva
zoom-in-whitePerbesar
Pemilih Cerdas Melahirkan Pemimpin cerdas: Foto yang dibuat di edit menggunakan canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Uang adalah alat dan uang bisa memperalat. Itu merupakan Gambaran bagaimana modal bisa dijadikan sebagai penunjang utama untuk meraba mekanisme dalam situasi kontestasi politik kita hari ini.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi pemilu hari ini banyak sekali dugaan serta anggapan bahwa untuk mendapatkan kredibilitas dari masyarakat seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai pejabat publik atau politisi haruslah mempunyai modal, dan modal tersebut nantinya akan dipergunakan untuk keperluan kampanye dan juga dugaan untuk melanggengkan praktik “money politic” dan yang pastinya terbilang cukup tinggi angka ataupun nominal yang dipertaruhkan para kandidat tersebut.
Sebenarnya hal semacam ini sudah menjadi budaya dan sangat lumbrah terjadi ketika ada momentum pemilihan umum, karena masyarakat meyakini bahwa tolak ukur seseorang calon kalau tidak dari latarbelakang orang yang berada (kaya) atau masih mempunyai garis keturunan dari pejabat juga.
Sebenarnya siapapun bisa mencalonkan diri, akan tetapi problemnya adalah mampukah dia membangun trust dalam masyarakat bahwa yang sebenarnya kalian butuh adalah kemampuan problem solving bukan kemampuan melanggengkan masalah.
ADVERTISEMENT

Urgensi Kapital Dalam Pilkada

Pilkada kapital sebenarnya merupakan sebutan paling soft untuk menggambarkan keterkaitan pemilik modal (oligarki) dalam manifestasi praktik politik uang di setiap kontestasi pemilihan umum di negeri ini, memang sangat jarang terjadi dalam setiap momentum seperti ini bahwa sangat tidak lengkap kalau tidak diselipi dengan politik uang sebagai jurus andalan guna mendapatkan suara masyarakat sebagai pemilih.
Tentu saja politik uang akan berdampak buruk bagi pemilu dan penguatan demokrasi di Indonesia. Selain pembodohan terhadap pemilih, persaingan antar kandidat atau peserta (parpol) akan menjadi lebih timpang.
Partai politik yang memiliki banyak uang berpotensi lebih besar memenangkan pemilu. Belum lagi kekuatan modal yang datang dari pihak kerabat dan keluarga. Jaminan untuk tidak melanggengkan hal semacam ini sangat tidak mudah bagi kandidat yang mempunyai ambisi untuk menduduki kursi pejabat.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa studi menyatakan bahwa banyak cara yang kemudian digunakan oleh politisi untuk memenangkan pemilu, mereka menggunakan jaringan, mesin, dan organisasi yang digunakan untuk memobilisasi dukungan elektoral.
Dalam situasi seperti apakah para kandidat menggunakan uang, barang, atau materi lain? Sejauh mana strategi penggunaan uang dan barang ini ditopang atau digantikan oleh strategi lainnya, baik strategi yang berbasis pada program, karisma, atau identitas? Menjawab pertanyaan ini tentunya berangkat dari sudut pandang masing-masing, karena kendati bahwasannya sadar tidak sadar selama ini kita sudah disuap.
Tetapi tentunya cara yang digunakan oleh para kandidat tidak berbeda dengan cara-cara politisi lainnya. Selain disuap dengan janji politik kita juga sebagai pemilih akan disuap dalam bentuk materi atau barang.
ADVERTISEMENT

Menang Karena Meritokritas atau Dimenangkan Oleh Kapitalistis

Beda cara beda rasa. Itulah hal yang paling kita sering temukan ketika ada kandidat mencalonkan diri semata karena mempunyai ambisi untuk kepentingan pribadi atau kelompok semata, dan kandidat yang mempunyai tanggungjawab untuk menjawab tantangan masyarakat.
Untuk membedakannya terbilang cukup sederhana ketika politisi mengeluarkan kebijakan yang tidak sejalan dengan denyut kehidupan masyarakat, maka disitulah kita sebagai target atau sasaran kebijakan Pemerintah menilai bahwa ternyata ada yang salah dengan integritas mereka.
Karena akan ada masa kepercayaan publik akan menurun terhadap seorang pejabat ketika mereka melakukan upaya-upaya yang tidak mengatasnamakan rakyat atau disorientasi terhadap kepentingan umum.
Kontradiksi serta paradoks kebijakan akan terus kita jumpai selama ambisi masih bersarang terhadap kepentingan pribadi. Seleksi alam akan mewarnai di setiap situasi politik yang tengah di geluti oleh para aktor pejabat atau politisi, hingga nuansa ketidakstabilan yang bertentangan dengan prinsip kesejahtraan akan masyarakat hadapi.
ADVERTISEMENT
Kapasitas serta meritokritas seorang kandidat sangat penting bagi masyarakat, karena dengan kemampuan untuk menganalisis masalah adalah hal yang paling utama yang harus dipegang oleh politisi. Sebab, dengan adanya kemampuan tersebut, maka segala urusan Pemerintahan baik urusan ekonomi, sosial, politik dan lainnya akan bisa diselesaikan dengan melakukan optimalisasi kinerja-kinerja Pemerintahan.
Warna dan nuansa politik bagi seseorang yang menjabat atas dasar kepentingan pribadi dan dimenangkan dengan melanggengkan politik uang dengan seiring berjalannya waktu akan masyarakat hadapi serta merasakan ketidakpuasan terhadap kinerja pejabat tersebut. “Karena kapal yang berada ditengah laut tersebut dengan nahkoda barunya setelah digantinya nahkoda sebelumnya akan mengalami kegoncangan akibat kurang lihainya nahkoda baru itu untuk menganalisa situasi yang sedang terjadi”.
ADVERTISEMENT
Istilah tersebut menggambarkan betapa pentinganya mengutamakan meritokritas daripada loyalitas.
Sebenarnya tidak jarang kita temukan ketika ada juga kandidat yang mempunyai kapasitas yang mumpuni untuk memimpin. Hanya saja dalam beberapa situasi ia harus menggunakan modal sebagai mekanisme pendukung untuk melancarkan dinamisasi politik demi sebuah kredibilitas atau mendapatkan suara demi memperbesar peluang untuk menang dalam kontestasi politik tersebut.
Akan tetapi bagaimanapun juga, politik uang tidak pernah dibenarkan. Karena ada beberapa indikasi yang itu dapat menciderai prinsip atau nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi.
Ada beberapa faktor lain seperti keterlibatan oligarki atau kapitalis dalam kontestasi politik yang mempunyai pengaruh besar terhadap situasi menjelang kontestasi politik. Karena aktor ini diyakini berperan sebagai backingan para kandidat untuk menyuplai anggaran untuk kepentingan politiknya.
ADVERTISEMENT
Tentunya keberadaan oligarki dan keterlibatannya dalam politik itu membawa pengaruh buruk bagi masyarakat, sebab pasti akan ada kebijakan yang dikeluarkan dan mempunyai orientasi untuk kepentingan serta keuntungan pribadi mereka sendiri.
Sedangkan kita mengetahui bahwasannya salah satu watak kapitalis ini yaitu eksploitasi. Dan hal ini berdampak bagi kelangsungan hidup masyarakat, juga hari ini diyakini bahwa demokrasi Indonesia masih dalam genggaman oligarki.