Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
14 Fakta Menarik Saat Gelegar Gunung Tambora Mengguncang Dunia Tahun 1815
9 April 2020 17:37 WIB
·
waktu baca 8 menitDiperbarui 31 Mei 2022 6:22 WIB
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak fakta dan catatan yang mengiringi saat Gunung Tambora mulai bangun dari tidurnya pada 5 April 1815 hingga letusan paripurnanya yang kolosal terjadi mulai 10 April 1815. Bukan hanya di Pulau Sumbawa dan pulau-pulau di Nusantara, namun juga hingga belahan bumi lain. Berbagai pengetahuan dan karya sastra penting dunia lahir mengikutinya. Berikut diantaranya 14 fakta menarik yang berkaitan dengan erupsi hebat gunung api yang telah menyandang status sebagai sebagai Taman Nasional Tambora, pada 11 April 2015.
ADVERTISEMENT
1. Letusan 5 April 1815 Disangka Tembakan Meriam
Ketika letusan awal terjadi pada 5 April 1815, banyak orang kebingungan. Tidak ada yang tahu asal suara keras tersebut. Tidak hanya di Pulau Sumbawa, pulau-pulau sekitarnya hingga Maluku, Makasar, Jawa dan lainnya juga terdengar. Pemerintah Inggris yang saat itu berkuasa di Hindia Belanda menduga itu serangan musuh yang sedang menembakkan meriam. Gubernur Jenderal Inggris, Raffles, yang sedang berada di Bogor, segera memerintahkan pengiriman satu datasemen tentara dari Yogyakarta.
2. Letusan Gunung Api Terbesar Dalam Catatan Sejarah
Para ahli vulkanologi atau kegunungapian dunia sepakat, letusan mahadashyat Gunung Tambora pada 10-11 April 1915, merupakan letusan gunung api terbesar dalam catatan sejarah dan ingatan manusia. Pasalnya, kekuatan letusannya saat itu mencapai 171 ribu kali dari kekuatan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada Agustus 1945 dan tujuh dari delapan skala Volcanic Explosivity Index. Memuntahkan batuan dan abu hingga lebih 150 kilometer kubik. Melambungkan debu aeorosol ke angkasa hingga lapisan stratosfer. Terjangan abu dan hujan pasir serta batu yang dilontarkannya mempunyai kecepatan hingga 60 kilometer per jam dan menghasilkan suhu panas sampai 800 derajat celcius.
ADVERTISEMENT
3. Korban Jiwa yang Ditimbulkan
Korban kematian yang ditimbulkan akibat erupsi hebat Gunung Tambora tersebut diperkirakan mencapai lebih dari 90 ribu jiwa. Ada juga sumber dari Oppenheimer (2003), menyebutkan korban tewas sebanyak 71 ribu jiwa. Dan jumlah tersebut, belum termasuk yang terdampak tidak langsung di benua Eropa, Amerika dan Asia. Diperkirakan jumlahnya jauh lebih besar lagi.
Namun, berdasarkan catatan dari buku History of Java, yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles dan penelitian serta studi yang dilakukan Zollinger selama beberapa bulan di Sumbawa pada 1847, korban meninggal akibat letusan langsung diperkirakan mencapai 10 ribu-11 ribu jiwa. Belum lagi kelaparan yang dan penyakit epidemi yang ditimbulkan akibat letusan Gunung Tambora tersebut di Pulau Bali, Jawa bagian timur, Lombok dan wilayah terdekat dari Pulau Sumbawa lainnya. Sehingga juga menimbulkan korban tewas secara tidak langsung sebanyak 49 ribu jiwa.
4. Sepertiga Tinggi Gunung Hilang Terpancung
Sebelum peristiwa letusan yang menggegerkan dunia pada 10-11 April 1815, tinggi Gunung Tambora diperkirakan mencapai 4.300 meter di atas permukaan laut (mdpl). Setelah erupsi hebat tersebut, tingginya kini tersisa menjadi 2.850 mdpl. Jadi, 1.500 meternya atau sepertiga tubuhnya hilang terpancung.
ADVERTISEMENT
5. Kaldera Terdalam di Dunia ‘The Greatest Caldera in Indonesia’
Bukan hanya tinggi tubuhnya yang lenyap, bahkan isi perut gunung juga dimuntahkan. Letusan yang luar biasa hebat saat itu kemudian menyisakan bentuk Gunung Tambora seperti yang terlihat saat ini. Membentuk kaldera nyaris berbentuk lingkaran sempurna dengan diameter mencapai lebih dari 7 kilometer. Dan menjadikannya sebagai kaldera terdalam di dunia yang mencapai sekitar 1.4 kilometer dari titik tertingginya – puncak tertinggi Gunung Tambora saat ini. Keindahan kaldera yang kini terlihat sangat mengagumkan dan luar biasa, membuat para ahli gunung api memberinya julukan ‘The Greatest Caldera in Indonesia’.
6. Musnahnya Peradaban Tiga Kerajaan dan ‘Pompeii Dari Timur’
ADVERTISEMENT
Tiga kerajaan: (Pa)Pekat, Tambora dan Sanggar, yang berada dis ekitar Gunung Tambora, musnah seketika tersapu pada peristiwa yang sangat mengerikan saat itu. Udara sekitarnya pekat penuh oleh debu vulkanik dan asap belerang. Hujan abu tumpah deras dari langit.
Penggalian arkeologis yang dilakukan oleh prof. Haroldur Sigurdson dari Universitas Rhoe Island, Amerika Serikat, bersama Dr. Igan Sutawidjaya dari Direktorat Geologi dan Vulkanologi Bandung, pada situs Tambora, berhasil mengungkap sisa peradaban yang terkubur akibat gelegar erupsi Gunung Tambora pada April 1815. Selain kerangka manusia, senjata, perhiasan, rangka rumah dan lainnya. Kemudian, dengan ditemukannya warisan kebudayaan tersebut, Prof. Haroldur menjulukinya dengan sebutan ‘Pompeii Dari Timur’. Nama yang mengacu pada situs romawi kuno, Pompeii, dekat Napoli, Italia, yang terkubur akibat letusan Gunung Vesuvius pada 79 SM.
7. Menimbulkan Gelombang Tsunami Hingga Ketinggian 4 Meter
Akibat material yang dimuntahkannya, timbul gelombang tsunami hingga ketinggian 4 meter yang mencapai wilayah Sanggar pada sekitar jam sepuluh malam waktu setempat. Tidak hanya di Pulau Sumbawa, gelombang tsunami mencapai beberapa wilayah lainnya. Diantaranya, setinggi 1-2 meter di wilayah Besuki di Jawa Timur dan 1 meter di Madura. Gelombang tsunami dilaporkan juga terjadi di Maluku.
ADVERTISEMENT
8. Mempengaruhi Iklim Global Selama Beberapa Tahun
Akibat lontaran material yang berupa abu dan debu aerosol yang terlontar jauh membubung tinggi hingga lapisan stratosfir, iklim global saat itu pun berubah selama beberapa tahun. Musim panas pada 1815 menjadi lebih dingin dan sering turun hujan. Setahun pasca erupsinya, pada 1816, terjadi apa yang dikenal oleh dunia dengan sebutan Tahun Tanpa Musim Panas atau Year Without Summer. Saat itu, suhu diperkirakan turun antara 1-2,5 derajat lebih rendah. Yang paling merasakan dampak tersebut negara-negara wilayah Eropa, Amerika dan Kanada. Para ahli percaya korelasi atau hubungan langsung antara letusan Gunung Tambora dengan iklim dingin yang terjadi beberapa tahun pasca letusannya.
Wilayah India dan China juga mengalami dampaknya. Musim hujan pun terganggu dan terjadilah banjir yang membuat porak poranda kedua negara tersebut. Sedangkan, wilayah Arktik, terjadi sebaliknya, justru menjadi lebih hangat. Sehingga membuat es mencair.
ADVERTISEMENT
9. Embun Beku dan Kegagalan Panen
Pada bulan Juni, Juli dan Agustus, terjadi embun beku yang menghancurkan dan menggagalkan panen semua petani di Eropa. Kelaparan besar melanda Eropa, khususnya di Irlandia. Diceritakan pada 1816-1817, seluruh panen di Eropa barat dan kepulauan Inggris, anjlok hingga 75%. Jeman mencatatnya sebagai ‘Tahun Pengemis’ dan terus memburuknya cuaca menyebabkan kegagalan panen memicu kondisi kelaparan massal. Tanaman biji-bijian di ladang membusuk akibat tergenang air hujan di Prancis. Pada 1816 itu juga tercatat menjadi panen anggur paling sedikit di Prancis sepanjang beratus-ratus tahun.
Langkanya bahan makanan, bencana kelaparan dan kemiskinan yang terjadi, mengakibatkan munculnya wabah penyakit kolera dan typus. Terparah terjadi di Irlandia dan Italia. Sebagaimana dilansir BBC, wabah tersebut menelan korban jiwa hingga mencapai 200 ribu orang Eropa.
ADVERTISEMENT
10. Salah Satu Penyebab Kalahnya Napoleon Bonaparte Dalam Peperangan
Secara tidak langsung letusan maha dahsyat Gunung Tambora, menyebabkan Napoleon Bonaparte dan bala tentaranya kalah perang dengan Inggris di Waterloo, Belgia. Pasalnya, karena cuaca yang sangat buruk pada Juni 1815, di mana hujan turun terus menerus sehingga wilayah tersebut penuh dengan kubangan lumpur. Juga kegagalan panen dan bencana kelaparan di Eropa yang terjadi saat itu. Pasukannya yang sedang dalam perjalanan pun terjebak. Napoleon pun tertangkap. Kemudian dibuang oleh tentara Inggris ke Saint Helena hingga akhir hayatnya pada 1821.
11. Matahari Terlihat Sangat Epik
Sinar matahari yang terhalang oleh abu akibat erupsi Gunung Tambora menyebabkan fenomena tenggelamnya matahari menimbulkan warna yang sangat epik dan spektakuler. Membuat siapa pun yang melihatnya tercengang. Hal tersebut tergambar apik dalam lukisan pada 1828 berjudul ‘Chicester Canal’, karya seniman J.M.W. Turner. Ia menggambarkan suasana anomali cuaca yang terjadi sehingga lukisannya terlihat dominan dengan sapuan lembayung kekuningan.
ADVERTISEMENT
12. Melahirkan Novel Epic Frakeinstein
ADVERTISEMENT
Pada 1816, Mary Godwin yang saat itu berusia 18 tahun bersama kekasihnya Percy Shelley pergi dari rumah orang tuanya di London menuju Genewa, Swiss, untuk berlibur. Namun, alih-alih liburan musim panas, yang didapatnya justru suana mencekam dalam kegelapan dan suhu yang lebih dingin. Tidak hanya berdua, bersama mereka ikut serta adik tiri Mary yang bernama Clair Chairmont untuk bertemu kekasihya, penyair terkenal Lord Byron yang sudah ada di Genewa lebih dulu.
Di Genewa, mereka tidak dapat pergi ke mana-mana untuk berlibur. Jadi, hanya menetap saja di penginapan atau villa. Tercetuslah ide oleh Byron untuk berlomba membuat cerita menyeramkan dengan latar belakang suasana yang terjadi seperti yang mereka alami dan lihat saat itu.
Dari situlah lahir karya novel epic yang terkenal ‘Frankeinstein’ yang ditulis oleh Mary. Gambaran sosok makhluk seperti manusia yang bungkuk dengan leher membesar dan muka rusak menyeramkan. Imajinasi itu muncul ketika melihat anak-anak desa yang akibat kelaparan kekurangan gizi hingga tubuh mereka jadi terlihat memburuk.
ADVERTISEMENT
13. Lahirnya Puisi Darkness atau Kegelapan
Akibat dampak yang ditimbulkan erupsi Gunung Tambora, juga melahirkan puisi berjudul Darkness atau Kegelapan yang ditulis oleh Lord Byron. Dalam puisinya, Byron menggambarkan dengan apik suasana yang mencekam dan kegelapan yang melanda kehidupan pada saat itu.
‘Aku bermimpi, yang tak sepenuhnya mimpi,
Matahari yang terang itu padam sudah,
dan bintang-gemintang berkeliaran dalam gulita ruang abadi,
Tanpa cahaya, tanpa jalan, dan bumi yang terbalut es,
Berayun tiada arah dan menghitam di udara yang tanpa bulan;
Pagi datang dan pergi---lalu datang lagi,
tiada membawa hari terang.
14. Lahirnya Cikal Bakal Sepeda
Kegagalan panen yang berkepanjangan pada 1816, menyebabkan harga gandum menjadi sangat tinggi. Karenanya membuat orang-orang kesulitan memelihara kuda sebagai alat transportasi. Karena menambah beban untuk memberi makan kuda, Sebab hal tersebut menjadi lebih mahal. Sehingga, seorang ilmuwan Jerman Karls Freiherr von Drais, berhasil mengembangkan konstruksi alat transportasi yang disebut ‘Laufmaschine’ atau mesin yang dapat berjalan. Inilah cikal bakal dari sepeda karena bentuknya mirip sepeda yang dikenal saat ini. Tetapi, untuk menjalankannya harus menggunakan kedua kaki seperti orang berjalan.