Cerita Sehari 7 Orang Tumbang di Gunung Merbabu: Kesurupan atau Hipotermia?

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
8 Maret 2020 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Relawan TN Gunung Merbabu dan Tim Jelajah 54 TN Indonesia sedang menangani korban (28/4/2019). Foto: Dok. Tim Jelajah 54 TN Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Relawan TN Gunung Merbabu dan Tim Jelajah 54 TN Indonesia sedang menangani korban (28/4/2019). Foto: Dok. Tim Jelajah 54 TN Indonesia
ADVERTISEMENT
Malam baru saja beranjak meninggalkan sore dan masih sedikit gerimis, sehingga suasana disekitar pos registrasi pendakian Resort Selo, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) semakin terasa dingin.
ADVERTISEMENT
Petugas masih terlihat sibuk mendata para pendaki yang baru turun dan akan naik dari dan menuju puncak Gunung Merbabu. Tidak heran, karena waktu itu, Minggu (28/4/2019), merupakan ‘weekend’ terakhir sebelum memasuki bukan Ramadhan.
Cukup banyak pendaki yang datang untuk mendaki sejak sehari sebelumnya. Terlebih, diantara 5 jalur resmi pendakian Gunung Merbabu, jalur pendakian Selo, merupakan yang paling favorit.
Kumandang adzan maghrib belum lama berlalu, waktu itu, kami Tim Jelajah 54 Taman Nasional Indonesia sedang beristirahat dan berbincang-bincang dengan rekan-rekan dari Balai TNGMb, setelah melakukan pendakian dua hari sebelumnya dan mengikuti acara budaya tradisi ‘Nyadran’ di desa. Tiba-tiba, petugas mendapat kabar yang menginformasikan ada dua pendaki wanita yang mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh secara drastis, hingga dibawah 35 derajat celcius).
ADVERTISEMENT
Saat itu, kami lihat keduanya sudah mulai menunjukkan gejala penurunan kesadaran. Mulai histeris dan berteriak-teriak, seperti orang yang kesurupan. Dengan sigap, kami bersama petugas, relawan segera merespon untuk segera menanganinya secepatnya.
Relawan TN Gunung Merbabu dan Tim Jelajah 54 TN Indonesia sedang menangani korban (28/4/2019). Foto: Dok. Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Keduanya segera di bawa ke dalam ruangan kantor yang lebih hangat. Kemudian, Medina Kamil dan Diana Susanti, dari tim jelajah mengganti seluruh pakaian korban yang basah dengan yang kering. Lalu, ditambah jaket, thermal blanket dan sleeping bag serta air hangat yang dimasukkan dalam hot pack untuk menghangatkan kedua korban.
Tidak sampai disitu, keduanya juga kami sugesti agar tenang dan membimbingnya dengan berdoa dan membimbingnya untuk bersama-sama membaca beberapa ayat suci Alquran. Beberapa saat, korban tersadar. Namun, disaat berikutnya, korban kembali histeris dan teriak-teriak serta meracau. Seperti yang diceritakan Medina Kamil, ketika menanganinya di dalam ruangan, korban melototin dirinya sambil membentak-bentak.
ADVERTISEMENT
“saat diajak membaca istighfar, korban sempat sadar, terus nangis. Tapi, ketawa lagi yang suaranya nyeremin gitu. Hi...hi...hi..., begitulah tertawanya. Sempat kesel juga sih lihat kelakuannya. Apalagi waktu korban setelah nangis dan ketawa, tiba-tiba ngomong ‘cape kan lo, hihihi’, sambil matanya melotot. Tetapi, gw terus membimbingnya. Nanya namanya dan terus ajak bicara. Eh, pas gw tanya, mau pulang gak. Korbannya jawab sambil ketawa bilang ‘pulang aja sendiri’. Benar-benar harus sabar deh,” cerita Medina Kamil.
Relawan TN Gunung Merbabu dan Tim Jelajah 54 TN Indonesia sedang menangani korban (28/4/2019). Foto: Dok. Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Kami terus bergantian berupaya menjaga korban tetap sadar dengan mengajak korban untuk berbicara, memanggil namanya dan memberikan motivasi serta memberikan ketenangan.
Alhamdulillah, setelah ditangani cukup lama, beberapa saat kemudian, keduanya pun kembali tersadar. Keduanya, tetap kami biarkan di dalam ruangan sambil terus dijaga dan didampingi oleh teman-temannya serta relawan Merbabu. Sedangkan, kami ke basecamp pendakian ‘mbah Jupri’ untuk beristirahat dan makan.
ADVERTISEMENT
Tetapi, cerita ternyata belum berakhir. Kami kembali mendapat kabar serupa, kalau ada lagi pendaki wanita menunjukkan gejala yang sama. Kemudian berturut-turut ada lagi informasi, tiga korban yang semuanya juga wanita. Satu pendaki lagi terkena gejala asma. Sedangkan dua pendaki lainnya terserang hipotermia hingga penurunan kesadaran, berhalusinasi dan mengalami histeria. Korban bicaranya melantur, teriak-teriak, berontak, lalu mengancam ingin telanjang membuka bajunya sendiri dan kemudian tubuh menegang. Seolah-olah bukan dirinya sendiri.
Lewat panggilan radio, relawan meminta tenaga tambahan untuk membantu menangani korban serupa di HM 6 jalur pendakian Selo atau sekitar 600 dari kantor pos registrasi. Dari radio tersebut, terdengar suara korban yang juga wanita histeria, teriak-teriak dan tertawa-tawa, seperti kesurupan. Suaranya terdengar tertawa cekikikan dan melengking.
Relawan TN Gunung Merbabu dan Tim Jelajah 54 TN Indonesia sedang menangani korban (28/4/2019). Foto: Dok. Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Kemudian, kami pun menyusul ke lokasi korban berada. Begitu tiba, terlihat beberapa relawan sempat sedikit kewalahan. Karena korban terus berontak dan tertawa-tawa serta berteriak. Begitu tiba, saya, Dany Prabowo dan Tyo Survival, langsung membantu para relawan. Saat dibimbing untuk membaca beberapa ayat suci Alquran, korban terus tertawa-tawa, menangis dan meracau.
ADVERTISEMENT
Kami berinisiatif mengevakuasinya menuju kantor resort. ‘hahaha...cape kan lo, udah tahu di sini banyak, hihihi. Gw buka baju nih. Gw telanjang nih. Udah dibilangin jangan buang sampah disitu’. Begitu sebagian racauan korban saat dievakuasi. Sedangkan, korban lainnya, begitu tiba di depan pos registrasi, langsung jatuh pingsan, sebelum kemudian tersadar dan berteriak histeris dan meracau.
Suasana kantor resor mulai sore hingga malam hari itu, seoralah seperti ruang IGD, karena sibuk menangani ‘pasien’. Malam pun semakin larut, kedua korban terakhir masih kami tangani. Cukup lama waktunya, sekitar 3-4 jam sejak korban kami evakuasi ke dalam ruang kantor resort. Setidaknya, hingga pukul setengah satu dini hari, satu korban akhirnya sadarkan diri dan dapat kembali mengenali rekan sependakiannya.
ADVERTISEMENT
Sebelum sadar, ada beberapa kejadian menarik. Diantaranya, ketika tiba-tiba korban mengatakan ‘iya deh, gw keluar. Tapi bohong, hihihi’. Seolah-olah seperti mempermainkan kami. Kemudian, lagi-lagi korban meracau dan teriak-teriak. Alhamdulillah, kemudian korban sadar. Lalu, mengambil air wudhu, sholat dan dapat menghabiskan makanan yang disediakan. Benar-benar kembali pulih dan wajahnya terlihat segar. Sangat berbeda dengan sebelumnya.
Sedangkan, korban lainnya, yang sudah sadar lebih dulu, telah diantar pulang ke tempat tinggalnya di daerah Boyolali oleh Agung dari Balai TNGMb dan dua anggota tim jelajah Untuk korban yang terjangkit asma, alhamdulillah juga dapat tertangani dengan baik.
Proses evakuasi korban kaki terkilir hingga tidak dapat berjalan, Foto: Dok. Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Jika ditambah dengan korban sehari sebelumnya (27/04/2019), pendaki pria bertubuh tambun dengan berat sekitar 120 kg yang kakinya terkilir hingga harus ditandu karena sulit untuk melanjutkan kembali perjalanan turun dari Sabana 1 dan pendaki wanita yang terjangkit asma, total mencapai 9 orang pendaki dengan 3 kasus: kaki terkilir hingga sulit berjalan, astma dan hipotermia.
ADVERTISEMENT
Setelah kami bicara dengan teman korban, sejak siang kawasan sekitar puncak Gunung Merbabu gerimis dan berkabut. Kemudian turun hujan cukup besar. Setidaknya hujan turun terus menerus dari pos 3 hingga ke bawah. Asupan makanan dan minuman kurang. Fisik sudah mulai lelah. Ditambah pakaian ganti korban yang berada dalam ransel semuanya basah kehujanan.
Terpapar cuaca dingin yang cukup lama, hujan, angin dan ditambah kondisi tubuh letih serta asupan gizi yang kurang, memang merupakan salah satu pemicu pendaki dapat terjangkit hipotermia. Juga Termasuk persiapan dan perlengkapan yang manajemennya kurang baik dan kurang tepat.
Mengenai kejadian di Gunung Merbabu, saat dihubungi melalui sambungan telepon, dokter M. Iqbal El Mubarak, Ketua Bidang K3 “Mountaineering” (Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan) “Federasi Mountaineering Indonesia” (FMI) mengatakan penanganan sehari-hari di tempat tersebut harus terbiasa (handling emergency cases for the day to day must be good). Perlunya komunitas yang sudah terbiasa atau terlatih dengan sebuah pertolongan pertama yang terpadu. Dibuatnya “emergency plan” dalam kasus pertolongan baik dengan jumlah sedikit dan banyak.
ADVERTISEMENT
Masyarakat, pengelola wisata gunung dan petugas kesehatan yang tinggal di area wisata pegunungan perlu mempelajari penanganan kegawatdaruratan yang terpadu.
Sedangkan Johan Setiawan, KSBTU Balai TNGMb, memberi himbauan, agar calon pendaki mampu mengukur diri sendiri sebelum pendakian, apakah dalam keadaan fit atau tidak. Jangan memaksakan diri jika memang tidak fit. Pendaki harus mempersiapkan fisik, logistik dan perlengkapan yang menjamin safety pendaki itu sendiri.
Jadi, melihat kejadian tersebut, ‘Kesurupan atau Hipotermia?’. Memang, jika tidak mengetahuinya, sedikit sulit membedakan antara keduanya. Sangat tipis dan samar perbedaannya. Menggigil hebat, detak jantung melemah, turunnya tekanan darah, adanya kontraksi otot – muncul karena berusaha untuk bernafas, dan bicaranya melantur, adalah sebagian gejala dari hipotermia.
ADVERTISEMENT
Jadilah pendaki gunung yang cerdas, baik dan benar serta bertanggung jawab. Sangat penting menjamin keselamatan selama proses pendakian. Mematuhi prosedur keselamatan. Persiapan yang matang sebelum mendaki: persiapan fisik, mental, peralatan, dan pengetahuan. Cek dan ricek kembali semua perlengkapan. Ukur kemampuan diri.
Lakukan riset atau cari informasi tentang gunung yang akan didaki dan pelajari semuanya. Jaga kelestarian alam dan tidak menerabas batas pelestariannya. Gunakan selalu jalur resmi, khususnya dalam kawasan konservasi seperti taman nasional dan taman wisata alam.