Citizen Science Cara BKSDA Kalbar Libatkan Masyarakat Kelola Kepulauan Karimata

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
6 Oktober 2020 15:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salah satu pulau kecil di Kepulauan Karimata yang memiliki  pantai pasir putih. Foto: Harley Sastha/Balai KSDA Kalbar  - Jelajah Karimata 2019.
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pulau kecil di Kepulauan Karimata yang memiliki pantai pasir putih. Foto: Harley Sastha/Balai KSDA Kalbar - Jelajah Karimata 2019.
ADVERTISEMENT
Bertebaran di tengah-tengah laut Selat Karimata, beberapa pulau besar dan puluhan pulau kecil yang membentuk Kepulauan Karimata, seolah seperti serpihan mutiara hijau yang berkilau mengapung di atas birunya lautan luas.
ADVERTISEMENT
Di antara puluhan pulau-pulau tersebut, sebagian di antaranya bertaut satu sama lain dengan lautan menjadi kawasan konservasi Cagar Alam Laut (CAL) Kepulauan Karimata yang luasnya mencapai 190.945 hektare.
Berjarak masing-masing sekitar 94 mil laut dari Belitung, dekat Pulau Sumatra dan Ketapang, Kalimantan Barat, kawasan kepulauan ini seperti terisolir. Namun, justru karena keterisolirannya tersebut justru yang memberikan dampak yang menarik terhadap keadaan alamnya.
Dua penyelam sendan mendata potensi dalam laut CAL Kepulauan Karimata. Foto: Balai KSDA Kalbar - Jelajah Karimata 2019.
Mulai dari dalam laut hingga puncak gunung, tersimpan beragam potensi alam. Pulau Karimata Besar, sebagai pulau terbesar dengan luas mencapai 16.574,89 hektare memiliki topografi yang sangat bervariasi. Mulai dari titik 0 hingga 1.030 meter.
Gunung Cabang yang mempunyai ketinggian sekitar 1.030 meter, sekaligus menjadi titik tertinggi kawasan Kepulauan Karimata. Selain sungai Betok, ada beberapa sungai besar dan kecil lainnya yang menjadi rumah dari berbagai jenis satwa dan tumbuhan.
ADVERTISEMENT
Menariknya lagi, sejak ratusan tahun, kawasan Kepulauan Karimata telah dilalui dan disinggahi oleh beberapa bangsa di dunia, di antaranya: Inggris, Cina, Portugis dan Belanda. Tidak mengherankan, karena, memang posisinya yang sangat strategis. Berada di salah satu jalur penting perdagangan dunia di masa lampau. Bagian dari jalur sutra yang melegenda.
Tidak hanya dalam laut, Gunung Cabang yang mempunyai ketinggian 1.030 mdpl dan sekaligus menjadi titik tertingginya, juga menyimpan beragam pesona dan atraksi alam serta kekayaan flora dan fauna yang unik. Foto: Harley Sastha/BKSDA Kalbar - Jelajah Karimata 2019.
Namun, keberadaannya yang berada persis di titik pertemuan arus Laut Cina Selatan dan Laut Jawa, perairan laut Selat Karimata juga terkenal memiliki gelombang laut yang ganas. Sejak ratusan tahun lalu, tidak sedikit cerita tentang kapal-kapal yang telah merasakannya.
Dalam kawasan Kepulauan Karimata, ada tiga desa yang telah didiami oleh masyarakat sejak lama. Jauh sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai cagar alam. Mereka telah turun menurun hidup dan mencari penghidupannya di wilayah ini.
ADVERTISEMENT
Melihat hal tersebut, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, mengatakan, keberadaan sebuah kawasan konservasi, dalam pengelolaannya, bukan hanya untuk tujuan kelestarian Sumber Daya Alam dengan upaya perlindungan dan pengamanan semata. Tetapi, harus harus tetap dapat menjaga kelestarian alam dan sekaligus bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat. Termasuk dalam pengelolaan CAL Kepulauan Karimata.
Meriam VOC yang ditemukan pada salah satu desa di kawasan Kepulauan Karimata. Foto: BKSDA Kalbar - Jelajah Karimata 2019.
“Sebagai salah satu kawasan Suaka Alam di bawah pengelolaan Balai KSDA Kalimantan Barat, karenanya dalam upaya untuk mewujudkan sebuah pengelolaan yang mengarah menuju prinsip-prinsip dasar konservasi, kami menginisiasi pengelolaan dengan konsep ‘Citizen Science’. Sebuah konsep yang mampu melibatkan masyarakat dalam pengelolaan Cagar Alam,” kata Sadtata, melalui pesan tertulisnya, pada Ahad (5/10/2020).
Setahun sebelumnya, pada Maret 2019, Balai KSDA Kalimantan Barat, telah mengadakan kegiatan Jelajah Karimata 2019. Melakukan observasi dan eksplorasi di CAL Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.
ADVERTISEMENT
Melihat potensi flora dan fauna serta budaya dan kehidupan masyarakat yang diperoleh selama kegiatan dalam wilayah tersebutlah yang menjadi menjadi awal lahirnya pengembangan ‘Citizen Science’. Menjadi CAL Kepulauan Karimata sebagai Destinasi Penelitian Berbasis Masyarakat yang pertama di Indonesia.
Salah satu sudur Pulau Karimata di Kepulauan Karimata. Foto: BKSDA Kalbar - Jelajah Karimata 2019
“Sejauh ini, sudah banyak fenomena alam yang kita temukan di CAL Kepulauan Karimata, yang dapat kita teliti lebih jauh dan kaji lebih dalam. Dengan ‘Citizen Science’, kami akan membangun dan memelopori cagar alam sebagai destinasi penelitian berbasis masyarakat. Insyaallah, CAL Kepulauan Karimata akan menjadi yang pertama. Selain itu melihat luasnya areal dan kalau ditambah hutan lindung, dapat mencapai lebih dari 200.000 hektar dengan potensi yang luar biasa besar. Kawasan ini sangat layak untuk menjadi taman nasional,” imbuh pria yang juga akrab dipanggil mas Tata, beberapa waktu yang lalu.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ‘Citizen Science’ dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat/khalayak secara sukarela dalam pengumpulan data secara ilmiah. Salah satunya melalui pengamatan dan pengumpulan data/spesimen dalam sebuah kawasan.