Kisah 3 Individu Orang Utan yang Dinyatakan Lulus Sekolah

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
15 November 2019 3:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Putri Tanjung dan anaknya Liesje ketika hendak memanjat pohon di kawasan Sub DAS Mendalam, TNBKDS - Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) bekerjasama dengan Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) kembali melepasliarkan 3 individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Foto. BBTNBKDS/YPOS
zoom-in-whitePerbesar
Putri Tanjung dan anaknya Liesje ketika hendak memanjat pohon di kawasan Sub DAS Mendalam, TNBKDS - Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) bekerjasama dengan Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) kembali melepasliarkan 3 individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Foto. BBTNBKDS/YPOS
ADVERTISEMENT
Akhirnya Digo (6 tahun) dan Putri Tanjung (14 tahun), dua individu Orang Utan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dinyatakan lulus sekolah hutan Tembak, Yayasan Penyelamatan Orang Utan Sintang (YPOS), Sintang, Kalimantan Barat, Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
Setelah menjalani program rehabilitasi dan pendidikan selama beberapa tahun di sekolah hutan Tembak, keduanya dinyatakan lulus. Sehingga, berhak untuk kembali ke habitatnya di alam liar. Bersama Putri Tanjung, turut serta anaknya yang bernama Liesje (1 tahun).
Namun, sebenarnya perjalanan tiga individu Orang Utan yang kemudian dilepasliarkan di rumah barunya, wilayah Sungai Rongun, Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Mendalam, Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS), Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, mempunyai kisah yang cukup panjang.
Orang Utan betina remaja 'Digo’ mengawali kisahnya pada sekitar bulan Mei 2013. Waktu itu, ketika dia masih berusia 5 bulan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar), menyelamatkannya dari seseorang yang memeliharanya atau pemiliknya. Kemudian, Digo kecil menjalani masa rehabilitasi kesehatan Orang Utan di pusat YPOS, Sintang, selama 1,5 tahun. Lalu, Desember 2015, Digo mulai menjalani masa rehabilitasi tingkah laku di sekolah hutan Tembak.
Digo saat masih di sekolah hutan Tembak sedang bersama salah satu caretakers, Grace, April 2018. Foto. Harley Sastha
Berbagai keterampilan yang diperlukan Orang Utan untuk bertahan hidup di hutan hujan Kalimantan, dipelajari Digo selama di sekolah hutan. Seperti cara membuat sarang, mengenal pakan dan obat-obatan alami dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Nah, ada yang menarik dari Digo. Menurut Dedi dari YPOS, selama di sekolah hutan, Digo mempunyai kedekatan dengan individu orang utan lain yang bernama Terra. Keduanya sangat dekat layaknya sahabat. Mereka saling belajar dan mengajar. Satu sama lain saling mengajarkan tentang pakan alami Orang Utan dan cara bagaimana membuat sarang.
Sebenarnya, pada bulan April 2018, Saya bersama rekan dari BKSDA Kalbar, berkesempatan bertemu dengan Digo dan beberapa orang utan lainnya di sekolah hutan Tembak. Saat tiba di sana, kami didampingi langsung oleh Darius dari YPOS untuk melihat-lihat bagaimana para caretakers atau pengasuh Orang Utan melakukan tugasnya..
Para caretakers tersebut sangat telaten dan penuh kasih mengawasi, mengasuh, melatih dan mencatat semua perkembangan yang terjadi pada setiap orang utan yang ada di sekolah hutan. Digo remaja terlihat manja pada caretakers yang bernama Grace.
ADVERTISEMENT
Menurut Grace, ‘Digo’ hanya menyukai caretakers perempuan. Tetapi, dia merupakan Orang Utan yang mandiri. “Digo, salah satu yang paling cerdas. Sangat fokus belajar menjelajah dan cari makan. Kalaupun merasa lelah, dia tetap nyamperin caretakers perempuan untuk kelonan. Karena memang sedikit manja. Kalau diajarin bagaimana mencari makanan, dia nurut,” cerita Grace.
Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) bekerjasama dengan Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) kembali melepasliarkan 3 individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Foto. BBTNBKDS
Grace juga menceritakan beberapa pengalaman lainnya selama menjadi caretakers Orang Utan. Menurutnya, mereka dapat memperlakukan caretakers seperti layaknya ibu. Kalau merasa takut atau cape, mereka akan nyamperin.
“Sewaktu-waktu, mereka juga bisa menatap kita dekat sambil bersuara, seolah-olah sedang mengungkapkan perasaannya. Tetapi, memang tidak semua Orang Utan,” lanjut Grace.
Menggemaskan melihat melihat tingkah Digo, sesekali menggandeng tangan atau memegang celana panjang Grace. Menggigit-gigit dedaunan dan rerumputan, berguling dan mengambil biji-bijian atau buah-buahan hutan yang jatuh dari pohon. Kemudian dia naik ke pohon-pohon besar yang ada di sekolah hutan Tembak. Berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Lalu, kembali turun mendekati Grace.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Putri Tanjung. Saat diselamatkan oleh BKSDA Kalbar Seksi Wilayah Konservasi II Sintang dan YPOS, pada 14 Januari 2014, usianya telah menginjak 9 tahun. Putri Tanjung merupakan orang utan dari wilayah Kabupaten Melawi. Yang menyedihkan, selama dipelihara pemiliknya, sebagian besar waktunya dihabiskan dalam kandang besi berukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 meter.
Putri Tanjung langsung dibawa ke pusat rehabilitasi kesehatan YPOS di Sintang hingga dinyatakan sehat. Baru pada 12 September 2015, dia masuk ke sekolah hutan Tembak, untuk menjalani masa rehabilitasi tingkah laku, agar ia dapat bertahan hidup saat dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya di hutan hujan Kalimantan.
Liesje yang masih berusia 1 tahun, anak dari Putri Tanjung, yang ikut serta dilepasliarkan - Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) bekerjasama dengan Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) kembali melepasliarkan 3 individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Foto. BBTNBKDS/YPOS
Pada masa rehabilitasi tingkah laku di sekolah hutan Tembak, pada 8 April 2018, Putri Tanjung melahirkan satu individu Orang Utan betina dari hubungannya dengan Orang Utan jantan bernama Mamat, yang juga sedang menjalani masa rehabilitasi. Sejak saat itulah, Putri Tanjung menjalani masa rehabilitasi untuk menjadi Orang Utan liar sekaligus mengasuh bayinya, Liesje - nama ini merupakan bentuk penghormatan pada seorang relawan berkewarganegaraan Belanda, Liesbeth van der Burgt, yang telah ikut membantu dalam menghimpun dana untuk pembangunan sekolah hutan Jerora, Kalbar.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Liesje tumbuh besar dan sehat di sekolah hutan Tembak. Putri Tanjung mengenalkan berbagai pakan alami Orang Utan yang ada di hutan dalam kawasan sekolah hutan Tembak. Liesje kecil juga diajarkan Putri Tanjung cara membuat sarang inap. Dia selalu bersama induknya. Umumnya, memang bayi Orang Utan akan tinggal bersama induknya selama 6-8 tahun.
Setelah dinyatakan lulus sekolah hutan Tembak, ketiga individu Orang Utan, harus melakukan perjalanan yang panjang menuju rumah barunya di TNBKDS, pada 29 Oktober 2019. Perjalanan darat dari sekolah hutan Tembak – Sintang – Putussibau ditempuh sekitar 11-12 jam. Kemudian, dilanjutkan dengan perjalanan air menggunakan longboat melalui DAS Mendalam menuju ke hulu sekitar 4-5 jam. Mereka di-release tepat pada 31 Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Balai Besar TNBKDS, Arief Mahmud, kawasan TN Betung Kerihun (TNBK)merupakan salah satu lokasi yang sangat sesuai untuk pelepasliaran Orang Utan.
“Sungai Rongun yang berada di Sub Das Mendalam (Mentibat merupakan base vaml dan Stasiun Pusat Pengamatannya. Dan berdasarkan hasil survey yang dilakukan, bahwa kawasan TNBK di Sub Das Mendalam memiliki sumber pakan yang cukup banyak untuk Orang Utan yang telah di-release atau dilepasliarkan kembali,” kata Arief Mahmud melalui pesan WhatsApp, mengenai alasan Sub Das Mendalam di tunjuk sebagai salah satu lokasi pelepasliaran Orang Utan.
Arief Mahmud juga menjelaskan, bahwa berdasarkan survei yang dilakukan Forina pada 2014-2015, tidak ditemukan adanya Orang Utan liar di Sub Das Mendalam. Hal ini sangat berpengaruh. Karena Orang Utan memiliki sifat mempertahankan wilayah teritorialnya. Jarak dengan pemukiman masyarakat (dusun Nanga Hovat) juga cukup jauh. Sekitar 1 jam perjalanan menggunakan longboat 15 PK. Sehingga orang utan dapat terjaga keamannya.
Selain jalur darat, ketiga individu Orang Utan yang akan dilepasliarkan juga harus melalui Sub DAS Mendalam dengan menggunakan longboat - Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) bekerjasama dengan Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) kembali melepasliarkan 3 individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Foto. BBTNBKDS
“Kedepan, kami akan terus menerus melakukan sosialisasi, kampanye kepada masyarakat di sekitar Sub DAS Mendalam dan kegiatan-kegiatan pengamanan kawasan antara pihak taman nasional, masyarakat dan intansi terkait beserta para mitra,” kata Arief Mahmud.
ADVERTISEMENT
Pelepasliaran ini sebenarnya merupakan yang kelima kalinya di kawasan TNBK Sub DAS Mendalam. Sebelumnya, pada tahun 2017 sampai pertengahan awal tahun 2019, sudah dilakukan pelepasliaran delapan individu di tempat yang sama. Jadi, dengan bertambahnya 3 individu lagi, jumlah yang dilepasliarkan menjadi 11 individu.
Dedi berharap agar masyarakat dapat ikut menjaga dan melestarikan satwa liar. Khususnya Orang Utan dan habitatnya. “Orang Utan merupakan salah satu agen pelestari hutan atau alam dengan menyebarkan biji dan benih dari buah-buahan yang mereka makan di hutan. Jadi dengan menjaga dan melestarikan Orang Utan, secara tidak langsung kita juga ikut melestarikan alam dan hutan kita,” kata Dedi melalui pesan WhatsApp.