Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Lebih 100 Tahun Hilang, Peneliti Temukan Kembali Katak Pelangi di Gunung Nyiut
2 Desember 2022 10:52 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Ran, kalau lihat foto dan video katak yang kita dokumentasikan, bukankah ini Katak Pelangi atau Sambas stream Toad (Ansonia latidisca), yang gambar spesimennya dikumpulkan penjelajah pada 1920 an?,” tanya saya lewat pesan WhatsApp kepada Randi, peneliti muda – botanist – yang ikut serta dalam kegiatan Scientific Exploration and Expedition CA Gunung Nyiut 2022, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar).
ADVERTISEMENT
Pertanyaan tersebut saya ajukan, karena rasa penasaran saya, setelah melihat dokumentasi kegiatan, tiga hari pasca ekspedisi, pada 23 Agustus 2022. Saat itu, mata saya langsung tertuju dengan fisik katak ini. Ciri-cirinya sangat mirip dengan Sambas stream Toad atau Katak aliran Sungai Sambas.
Untuk memastikan dan meyakinkan temuan tersebut, Randi melakukan komunikasi kepada rekan-rekanya, peneliti katak atau amfibi dunia.
“Mas Harley, ternyata benar, itu katak yang telah dianggap hilang. Satu dari 10 katak paling dicari di dunia, dalam daftar Pencarian Global untuk Amfibi yang Hilang pada 2010, oleh Conservation International,” ujar Randi melalui sambungan ponsel.
Menurutnya, hal ini sudah dikonfirmasi oleh rekan-rekannya, sesama peneliti – ahli katak. “Jadi, fix! Sudah terkonfirmasi oleh 4 orang ahli katak dunia”, ujar ahli botani muda yang sudah sering mempublikasikan hasil temuannya, mengenai tumbuhan spesies baru, di jurnal ilmiah internasional.
ADVERTISEMENT
Sungguh, ini merupakan kabar yang luar biasa. Melampaui ekspetasi kami. Mengingat waktu penjelajahan yang relatif singkat – kurang dari 10 hari – dan hujan yang turun setiap hari, ternyata, kami berhasil menemukan kembali Sambas stream Toad yang hilang di habitat aslinya di Indonesia.
Katak Pelangi (Ansonia latidisca) atau Sambas stream Toad, pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang ahli botani asal Jerman, Johann Gottfried Hallier, di bagian hulu Sungai Sambas, di puncak Gunung Damus – berada disekitar Gunung Nyiut – yang sekarang merupakan wilayah Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
Nah, semenjak itulah, katak kharismatik yang cantik dan berukuran mini ini tidak pernah ditemukan kembali di bagian wilayah Indonesia. Walaupun, beberapa temuan terjadi di wilayah pegunungan Penrissen, Sarawak Malaysia, yang terakhir adalah tahun 2011 oleh sekelompok peneliti herpetologi.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, 129 tahun berselang sejak pertama kali, Katak Pelangi itu teramati di wilayah Indonesia, seolah sejarah terulang, kembali seorang ahli botani berhasil menemukan Katak Pelangi. Tepat pada peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-77 pada 17 Agustus 2022. Sang Botanist Indonesia tersebut adalah Randi Agusti, yang juga tergabung dalam kegiatan Ekspedisi dan Eksplorasi Gunung Nyiut 2022, yang digagas oleh BKSDA Kalbar.
‘Welcome home Sambas stream Toad!!!. Selamat datang kembali di rumahmu’, ujar kami bersamaan sambil tertawa karena begitu senangnya.
Yes, tentu kami sangat gembira sekali dengan temuan ini. Sang katak kembali ke rumahnya, di hulu Sungai Sambas, kawasan Cagar Alam (CA) Gunung Nyiut. Tidak hanya satu, bahkan hingga tiga Katak Pelangi sekaligus!!!.
ADVERTISEMENT
Pertemuan yang Tidak Terduga Dengan Katak Pelangi
Pertemuan kami dengan sang Katak Pelangi, bisa dikatakan tidak terduga, Mengingat waktu ekspedisi dan eksplorasi yang sangat pendek. Dan, fokus kami tidak hanya pada Sambas stream Toad saja. Walaupun, kami sudah mengetahui kalau rimba belantara Nyiut adalah rumahnya.
Waktu itu, sore hari, 17 Agustus 2022, saat hujan turun, di tenda basecamp, saya dan Randi terlibat obrolan mengenai kegiatan ekspedisi dan eksplorasi yang telah dilakukan para penjelajah, explorer dan peneliti Eropa dan Hindia Belanda, sejak beratus-ratus tahun yang lalu, di bumi nusantara. Salah satunya, tentang temuan Katak Pelangi.
“Sambas stream Toad lebih dari 100 tahun telah dinyatakan hilang. Bayangkan, dari 1893 pertama kali ditemukan di bagian hulu Sungai Sambas, di Gunung Damus, Bengkayang. Kemudian terakhir diinformasikan 1920 an. Setelahnya, sampai sekarang belum pernah ada laporan atau temuan lagi, di tempat aslinya katak pertama di temukan, kawasan hutan hujan Indonesia, di Kalimantan Barat,“ kata Randi.
ADVERTISEMENT
Beberapa sumber menyebutkan, sejak pertama ditemukan dan kemudian terakhir kali dilihat dan dinyatakan hilang, Sambas stream Toad, ciri-ciri fisiknya hanya diketahui dari satu gambar ilustrasi atau sketsa berwarna hitam putih berdasarkan informasi dari penjelajah.
Pada gambar tersebut, terlihat Sambas stream Toad mempunyai ciri fisik: berkaki kurus dan panjang dengan tubuh bertotol-totol. Tubuhnya berukuran kecil. Panjangnya antara 30 – 50 mm. Kulit belakang berwarna hijau terang, ungu dan merah. Bintik-bintik berwarna pada kulit belakang tidak rata tetapi seperti batu kerikil atau mirip kutil. Dikutip dari National Geographic, seorang ahli Amfibi dari Conservation Internastional, Robin Moore, mengatakan, kulit seperti itu biasanya menunjukkan tanda-tanda adanya kelenjar racun.
Nama pelangi yang kemudian disematkan pada Sambas stream Toad, karena, pada kulitnya mempunyai pola warna hijau terang, ungu dan merah.
ADVERTISEMENT
Dari ciri tersebutlah, kami yakin, kalau katak yang kami temukan dan lihat di gunung Nyiut, Kabupaten Landak, adalah Sambas stream Toad atau Katak Pelangi. Saat kami temukan, sepertinya ia sedang berkamuflase mengikuti warna helai daun tempatnya bertengger. Kamuflase sendiri merupakan cara satwa untuk mengelabui musuhnya.
Malam hari itu, masih di tanggal yang sama, setelah hujan reda dan selesai makan malam, saya, Randi dan bersama tiga rekan lainnya, melakukan herping di aliran sungai kecil berbatu-batu, yang tidak jauh dari basecamp. Berdasarkan informasi, Sambas stream Toad atau Katak Pelangi ini memang aktif di malam hari di sekitar sungai yang berbatu-batu atau stream.
Kami terus berjalan menyusuri sungai, sambil terus melihat-lihat jenis satwa yang biasa aktif di malam hari, termasuk Amfibi. Selama hampir dua jam herping, ada beberapa jenis katak yang berhasil kami lihat waktu itu. Dan, salah satunya, ternyata Sambas stream Toad.
ADVERTISEMENT
Khawatir ia melompat, pelan-pelan kami hampiri lebih dekat lagi sang katak yang sedang berada di atas sehelai daun. Ukurannya mini, berwarna hijau dan berbintil-bintil dengan warna merah serta ungu. Kakinya panjang kurus.
Setelah penemuan itu, kami masih belum menyadari, kalau katak tersebut merupakan Sambas stream Toad. Bahkan, hingga kami tiba kembali di Kantor BKSDA Kalbar di Kota Pontianak, usai ekspedisi dan eksplorasi. Sampai akhirnya, kami baru tersadarkan tiga hari kemudian, setelah saya sudah tiba kembali di Kota Bogor, Jawa Barat.
Dengan penemuan kembali Sambas stream Toad, Kepala Balai KSDA Kalbar yang menjabat saat itu, Sadtata Noor Adirahmanta, yang juga terjun langsung dalam penjelajahan, mengatakan, kegiatan Jelajah CA Gunung Nyiut oleh BKSDA Kalbar dan para pihak terkait, telah mendapatkan capaian yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
“Beberapa spesies tumbuhan baru sudah ditemukan dan dikonfirmasi memang merupakan spesies baru. Bahkan ada beberapa di antaranya merupakan New Record atau belum pernah ditemukan di Indonesia. Dan, tentunya salah satu yang paling spektakuler adalah adanya temuan salah satu jenis satwa Amfibi, dimana catatan informasi gambaran spesimen diketahui dikumpulkan penjelajah pada 1920 an, setelah lebih 100 tahun ditemukan kembali oleh tim ekspedisi kita,” kata pria yang akrab dipanggil Sadtata, bersemangat.
Di samping hal ini merupakan sebuah capaian luar biasa, ada pesan penting yang perlu disadari, yaitu bahwa sebagai pemangku kawasan atau pengelola kawasan, ternyata masih banyak ruang yang harus disentuh dalam melaksanakan amanah pengelolaan kawasan.
“Masih banyak ruang pengelolaan yang belum kita garap. Ini sangat menantang. Adanya satu temuan artinya menunjukkan ada banyak hal lainnya yang belum kita temukan. Ini seharusnya menjadi titik tolak kita untuk melakukan penjelajahan lebih luas lagi. Dan saya yakin akan temuan-temuan baru berikutnya yang akan segera menyusul,” lanjut Sadtata.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pada kesempatan berbeda, Kepala Balai KSDA Kalbar, RM Wiwied Widodo. menegaskan kembali komitmen dan dukungannya terhadap keberlanjutan ekspedisi dan eksplorasi keanekaragaman hayati di CA Gunung Nyiut maupun kawasan hutan konservasi lainnya di Kalimantan Barat. Langkah-langkah strategis konservasi keanekaragaman jenis endemik CA Gunung Nyiut akan disiapkan agar penemuan kelimpahan jenis-jenis baru dapat diungkap.
Terkait dengan penemuan Sambas stream toad, pihaknya akan merancang survey habitat dan pendugaan populasi agar dapat memberikan deskripsi sebaran jenis ini di CA Gunung Nyiut. Namun beliau juga mengingatkan bahwa informasi terkait koordinat distribusi Sambas stream toad perlu dirahasiakan, mengingat spesies ini merupakan incaran kolektor fauna bernilai tinggi.
“Paling utama adalah hasil temuan yang diperoleh segera dilakukan kajian dan dipublikasi pada jurnal ilmiah, agar upaya patenisasi dalam rangka pengamanan bioprospecting dapat dilakukan sejak dini”, ujar Widodo.
ADVERTISEMENT
Jadi, dengan adanya sebuah temuan yang luar biasa ini, setelah 129 tahun tidak terlihat lagi di wilayah Indonesia, yang merupakan tempat pertama kali Katak Pelangi ini ditemukan, pada 1893, selanjutnya, diperlukan studi-studi lanjutan. Seperti memantau dan mencatat populasinya. Melakukan observasi yang lebih luas untuk mengetahui distribusinya. Dan, yang paling penting adalah tetap menjaga kelestarian habitatnya dan meningkatkan upaya perlindungan kawasan dari ancaman-ancaman.
Dengan kembalinya Sambas stream Toad, sekali lagi mari kita ucapkan: ‘Welcome home Sambas stream Toad’ atau ‘Selamat datang kembali di rumahmu, hai, Katak Pelangi!!!, sejak pertama kali dirimu ditemukan dalam rimba belantara hutan hujan Kalimantan, Indonesia.’