Mau Naik Gunung? Ketahui Ini Agar Terhindar Efek Fatal dari Syncope Saat Miksi

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
16 Juni 2021 17:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pendaki Gunung. Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pendaki Gunung. Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sempat hilangnya seorang pendaki bernama Eva di gunung Abbo, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Maros, Sulawesi Selatan, sepekan yang lalu, saat ia pamit untuk pipis, menghebohkan dunia pendakian gunung. Karena, dianggap terjadi secara misterius.
ADVERTISEMENT
Terlebih setelah Eva menceritakan pengalamannya selama hilang, dirinya seperti merasa melihat hal-hal ganjil dan beberapa kali berpindah tempat tanpa disadarinya.
Begitu pun yang terjadi pada Siti Maryam, pada Juli 2017, yang juga sempat hilang selama empat hari, saat dirinya izin dengan teman-temanya untuk buang air besar, waktu turun dari puncak gunung di Taman Nasional Gunung Rinajani, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan pengakuannya, ia juga mengalami beberapa hal yang dianggap ganjil sebelum ditemukan tim pencari.
Banyak yang menghubungkan dua kejadian ini dengan hal-hal mistis. Misalnya karena, tempat mereka buang kecil atau besar, merupakan lokasi yang dikeramatkan masyarakat dan sejenisnya.
Pada tulisan sebelumnya, rekan saya, dr. Sophia Benedicta Hage, SpKO, dari Royal Sport Performance Centre, Jakarta, menjelaskan apa yang terjadi dari sudut pandang medis. Menurutnya, di masyarakat, banyak hal yang kalau tidak bisa dijelaskan, biasanya selalu mencarinya atau dihubungkan dengan hal mistis. “Tetapi, kita terkadang lupa, kalau science atau ilmu pengetahuan itu juga punya hipotesa dan probabilitas. Jadi, ada kemungkinan dari sudut pandang medis, apa yang sebenarnya terjadi pada Eva di gunung Abbo atau pun Siti Maryam yang di gunung Rinjani,” kata perempuan yang biasa dipanggil Sophia, melalui sambungan ponsel.
ADVERTISEMENT
“Saya akan bahas yang terjadi pada Eva saja ya, karena baru saja terjadi. Kalau dari ceritanya, kan ada pengakuan Eva, bahwa setelah pipis, dirinya mundur tiga langkah, lalu hilang kesadaran. Ini, mengingatkan saya akan kasus di medis yang disebut Micturition Syncope atau Syncope saat Miksi. Nah, Miksi itu maksudnya pipis. Sedangkan Syncope artinya hilang kesadaran,” jelas dokter penyuka travelling ini.
Petugas menemukan pendaki bernama Eva yang hilang di Gunung Abbo, Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (9/6). Foto: Dok. Istimewa
Menurutnya, sampai sekarang, sebenarnya, dari sisi science, Syncope saat Miksi, banyak hipotesanya. Tetapi, hipotesa yang paling memungkinkan adalah karena perbedaan tekanan darah. Bisa terjadi, saat akan pipis atau segera setelah pipis.
“Jelasnya begini deh, kalau bicara statistik, mulai dari episode hilang kesadaran atau pingsan, Syncope saat Miksi ini mencakup sekitar 8%-10%. Memang sepertinya tidak besar, tetapi itu persentasenya cukup ada. Nah, kehilangan kesadaran ini biasanya memang tidak lama. Tetapi dapat terjadi saat atau segera sesudah buang air kecil. Hal ini, diduga terjadi karena saat menahan pipis, buli-buli atau kandung kemih menjadi penuh, tekanan darah dan nadi biasanya agak tinggi atau sedikit naik,” pungkas Sophia.
ADVERTISEMENT
Nah, walaupun presentasi kejadiannya kecil dan kehilangan kesadaran ini tidak berlangsung lama, tetapi kalau terjadi saat buang air kecil di tengah kegiatan pendakian gunung atau pun aktivitas luar ruang lainnya, ternyata cukup fatal akibatnya.
Misalnya, tempat pipisnya dekat tebing berbatu atau di kemiringan yang berbahaya atau tidak jauh dari jurang. Pastinya sangat berisiko, karena, bisa saja ketika kita terkena Syncope saat Miksi, langsung kepala terantuk batu atau terpeleset dan terjatuh ke sungai atau jurang.
Ilustrasi pendaki sedang berkemah untuk beristirahat atau tidur saat mendaki gunung. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia.
Aktivitas mendaki gunung ikut memengaruhi pola tidur dan lebih lelah karena kurang tidur, karena habis jalan jauh melewati berbagai variasi medan pendakian. “Karenanya, saat di camp dan berkemah, sebaiknya beristirahat yang cukup dan tidak begadang. Terlebih kalau pagi dini harinya, akan melakukan summit attack,” kata Sophia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Sophia, mengatakan, jangan pernah buang kecil atau besar, sendirian. Harus ditemani dengan jarak yang masih dapat terpantau dan terdengar suaranya serta harus ada pengecekan. Ini dapat menghindari akibat fatal yang terjadi dari efek Syncope saat Miksi. Jadi, kalau misalnya dia jatuh, masih dapat kedengaran.
Kalau kita merasakan bahwa mempunyai riwayat suka seperti berkunang-kunang atau kliyengan, jangan pernah berjalan sendirian.
Pastikan tubuh selalu terhidrasi dengan selalu cukup minum air saat mendaki. Foto: Harley Sastha
Kalau misalnya memang kurang tidur, paginya, harus minum air putih yang banyak. Terlebih kalau malam harinya begadang dan banyak minum teh atau kopi yang banyak mengandung kafein. Keduanya ini memiliki efek diuretik–menyebabkan perut cepat merasa mulas atau ingin buang air kecil terus. Karenanya, harus diimbangi dengan minum air putih yang cukup. perbandingannya, setiap satu gelas kopi atau teh yang diminum, imbangi dengan minum satu gelas air putih
ADVERTISEMENT
“Paginya minum kembali minum air putih. Jangan tunggu sampai haus baru minum. Karena, kalau sudah haus, sebenarnya, kita sudah kehilangan 2 persen dari cairan tubuh kita. Bisa dikatakan, kalau kita merasakan haus, sebenarnya itu masuk dehidrasi ringan. Minum sebelum tubuh merasa kehausan,” pungkas Sophia.
Tentu kamu, sering mendengar ungkapan pada sebagian pendaki, yang mengatakan, ‘kalau mau tidur, di rumah saja, jangan di gunung’. Ini menjadi sangat berbahaya dan tidak relevan. Jadi, jangan pernah mengorbankan waktu istirahat kamu demi begadang dengan alasan jarang-jarang berkumpul seperti itu.
Jangan pernah keluar dari trail atau jalur dan memisahkan diri dengan rombongan. Karena, akan membuat kamu mudah tersesat, apalagi kalau kita belum pernah naik gunung. Juga, tidak menutup kemungkinan, trail yang terlihat serupa, ternyata berbeda. “Saat kamu sedang terburu-buru, karena, membuat otak atau ilusi optik kamu melihat trail sepertinya sama saja. Padahal, sebenarnya berbeda,” tambah Sophia.
ADVERTISEMENT
Dokter Sophia mengingatkan, jangan pernah meremehkan kemampuan lingkungan ini untuk menipu kita. Jadi, selalu gunakan pedoman orang lain atau jangan terlalu pede dengan kemampuan diri sendiri.
Ilustrasi menahan pipis. Sumber: shutterstock
Senada dengan dokter Sophia, founder akun instagram @dokterpendaki, dokter Reyner Valiant Tumbelaka, Sp.OT, memberikan tipsnya untuk menghindari Syncope saat Miksi atau pingsan saat atau setelah buang air kecil. Menurutnya, sebagaimana dikatakan sebelumnya oleh dokter Sophia, sekalipun jarang terjadi, bisa menyebabkan cidera lebih lanjut. Seperti benturan akibat kesadaran yang menurun setelah buang air kecil.
Menurut dokter Reyner, hindari minum-minuman yang mengandung alkohol. Karena, ini dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) dan menurunkan aliran darah ke pusat kesadaran (otak).
Selanjutnya, ia mengatakan, dehidrasi, kelaparan dan kelelahan adalah faktor-faktor penting yang bisa menyebabkan Syncope saat Miksi. Jadi, pastikan cairan dan nutrisi cukup terpenuhi, selama kamu mendaki.
ADVERTISEMENT
Syncope saat Miksi, tidak sepenuhnya dapat dihindari, namun, bisa diminimalisasi kejadiannya, mulai dari saat bangun tidur. Gerakkan kaki, duduk terlebih dahulu dan tidak langsung berdiri. Ini untuk membantu menyesuaikan peredaran darah di dalam tubuh. Demikian, kata dokter yang sering membagikan tips-tips mengenai kesehatan dan kebugaran untuk para pendaki melalui akun IG @dokterpendaki.
Ilustrasi orang pingsan. Sumber: Pixabay.
Jika memang dalam kondisi yang berisiko dan tidak bisa dihindari saat aktivitas di luar ruang, seperti kelelahan, kurang cairan dan nutrisi, maka duduklah saat buang air kecil. “Memang Syncope saat Miksi umumnya terjadi pada laki-laki, karena posisi pipisnya sering biasa berdiri, hal ini menurunkan risiko peredaran darah berkurang ke pusat kesadaran,” kata Reyner.
Menurutnya lagi, obat-obatan tertentu, seperti obat antihipertensi bisa menyebabkan Syncope saat Miksi, akibat tekanan darah yang rendah. Nah, jika kamu memiliki riwayat penggunaan obat-obatan golongan demikian, sebaiknya konsultasikan pada dokter sebelum melakukan pendakian.
ADVERTISEMENT
Terakhir, melengkapi tips yang disampaikan kedua rekan seprofesinya, dokter Putro S. Muhammad dari Federasi Mountaineering Indonesia (FMI), mengatakan: “Teman-teman yang akan mendaki gunung, pastikan tidak mengkonsumsi alkohol. Karena, akan mempercepat orang untuk pipis dan alkohol juga dapat menyerap air. Lalu, jangan terlalu kenyang dan juga tidak terlalu lapar, karena, dapat menyebabkan fluktuasi,” kata Putro.
Ilustrasi sekelompok pendaki sedang menolong pendaki lain yang terkena hipotermia, akibat dhidrasi dan kekurangan nutrisi serta kehujanan. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Kemudian, menurutnya, keadaan lapar, letih atau lelah, itu sangat memengaruhi keadaan tekanan darah secara keseluruhan. Perhatikan juga faktor-faktor yang dapat mengganggu pernafasan. Seperti aklimatisasi atau kondisi berada pada ketinggian tertentu yang dapat mengganggu pernafasan.
Itulah sebabnya, ada yang namanya program aklimatisasi yang harus dijalankan seorang pendaki–terlebih mereka yang biasa tinggal di dataran rendah–sebelum dirinya memulai pendakiannya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana sobat kumparan, sudah cukup jelas kan?
Pastikan ya agar kamu benar-benar siap, baik fisik, mental maupun perlengkapan dan logistik serta pengetahuannya, sebelum akan mendaki gunung. Selalu jaga fisik dengan baik sebelum dengan rutin berolahraga dan nutrisi yang cukup dan baik. Juga mematuhi tata aturan yang ditetapkan oleh pengelola dan menghormati kepercayaan serta tradisi dan budaya setempat.