Menapak Gunung Batur, Sepenggal Jejak 'Cincin Api' di Pulau Dewata

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
16 Juli 2019 14:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekelompok pendaki saat menyusuri jalur leher naga, Gunung Batur. Foto: Harley Sastha.
zoom-in-whitePerbesar
Sekelompok pendaki saat menyusuri jalur leher naga, Gunung Batur. Foto: Harley Sastha.
ADVERTISEMENT
Bicara alam dan budaya Bali, seperti tidak akan pernah habis. Beratus tahun keduanya harmonis melahirkan lanskap dan keelokan alam serta budayanya yang unik dan menarik. Salah satunya kawasan Gunung Batur di Kintamani, Bangli, Bali. Bentang alam, jejak peninggalan geologi dan arkeologi, kehidupan sosial, dan keunikan budayanya sangat khas dan unik.
ADVERTISEMENT
Kaldera Batur, salah satu kaldera terbesar dan terindah di dunia. Demikian Van Bemmelen (1949)--geolog Belanda--mentasbihkannya. Bemmelen begitu terpukau akan keindahan Danau Batur. Danau Batur yang berbentuk seperti bulan sabit seluas 16 kilometer persegi, terletak pada sisi sebelah timur dan tenggara kaldera dan berada pada ketinggian sekitar 1.030 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Dari beberapa informasi, disebutkan Gunung Batur yang terbentuk saat ini merupakan hasil beberapa kali erupsi yang terjadi sejak masa prasejarah hingga sejarah. Letusan-letusan tersebutlah yang kini membentuk guratan-guratan indah laksana pahatan-pahatan tangan kreatif orang-orang Bali pada tubuh gunung.
Danau Batur terlihat dari salah satu sudut Gunung Batur dengan latar belakang Gunung Abang dan Gunung Agung. Foto: Harley Sastha.
Lewat tengah malam, pertengahan November 2014, saya, Dyah, dan Susanne serta Suzane dari Jerman dan Swiss--dengan mobil sewaan--meluncur meninggalkan keheningan malam di Seminyak menuju Kintamani, Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur. Tidak sampai dua jam, kami tiba di lapangan parkir Pos Pelayanan Pendakian Gunung Batur di Desa Pekraman, Batur. Waktu telah menunjukkan sekitar pukul tiga pagi, ketika kami memulai pendakian.
ADVERTISEMENT
Setelah melewati rumah penduduk dan hutan, medan pendakian semakin terbuka. Walau tidak terlalu tinggi, bayang hitam Gunung Batur terlihat berdiri gagah membentang. Sedang di sisi lain, bayang-bayang Danau Batur terlihat sedikit bercahaya oleh pantulan lampu-lampu dari beberapa perkampungan yang ada di sekitar danau. Bukan hanya itu, di pinggiran danau juga terdapat sejumlah pura yang bisa dikunjungi. Bahkan sebagiannya telah ditetapkan sebagai situs arkeologi.
Gunung Batur merupakan salah satu penggalan cincin api dunia di Pulau Bali. Walaupun tingginya hanya berkisar 1.700 mdpl, namun pesona dan daya tariknya tidak mungkin untuk dilewatkan bagi siapa saja yang sedang berkunjung ke Kintamani.
Salah satu pesona lanskap Kaldera Batur. Foto: Harley Sastha.
Batur, mempunyai nilai lanskap dan geologi yang lengkap. Bentangan sejarah alamnya sangat erat berkaitan dengan sejarah manusia dan bumi. Bahkan menurut para geolog dan vulkanolog, kawasan ini sangat kaya akan situs geologi. Jejak-jejak geologi begitu kuat tergurat di tebing, mulut kaldera, ngarai, lembah-lembah, dan lipatan-lipatan batuan di setiap sudutnya. Termasuk Warisan budaya yang berada di sekitarnya, hingga kini tetap terjaga, tumbuh, dan berkembang.
ADVERTISEMENT
Desa Trunyan dengan masyarakat aslinya, Bali Aga, contohnya. Mereka mempunyai ritual tersendiri dalam hal memperlakukan kerabat atau keluarganya yang telah meninggal--biasanya masyarakat Trunyan meletakkan mayar di atas tanah dan dipagariancak saji” yang terbuat dari anyaman bambu. Pohon Trunyan yang tumbuh di sana, dipercaya menjadi kunci atau penetralisir sehingga jenazah-jenazah di sana tidak berbau busuk walaupun diletakkan di atas tanah.
Melihat hal-hal tersebut di atas, tidak heran, UNESCO menetapkan kawasan Batur dan sekitarnya sebagai bagian dari Global Geopark Network pada September 2012--Jaringan Taman Bumi Dunia. Sejak itulah gaung Gunung Batur semakin mendunia lagi.
Setelah mendaki sekitar dua setengah jam membelah malam melawan dingin, dini hari itu, sekitar pukul 5 pagi, kami tiba di kawasan puncak. Terlihat sudah cukup ramai oleh para pendaki yang telah tiba terlebih dahulu sebelum kami. Area sekitar puncak cukup luas dan terdapat beberapa bangunan sederhana berdinding kayu yang biasa dijadikan tempat untuk beristirahat serta memasak makanan dan minuman ringan.
ADVERTISEMENT
Seiring waktu berjalan, suasana puncak semakin ramai, menyebar di tiga titik. Saat itu, pendaki dan pengunjung 95 persen merupakan wisatawan asing. Semua menanti saat-saat magis terbitnya sunrise. Nampak, di kejauhan, Gunung Abang dan Gunung Agung yang juga berdiri gagah di seberang Danau Batur.
Para pendaki sedang menyaksikan pesona sunrise dan kawasan puncak Gunung Batur. Foto: Harley Sastha.
Saat-saat kemunculan matahari terbit akan segera tiba. Waktu hampir menunjukkan pukul 6 pagi waktu setempat. Semua pengunjung serentak menyiapkan kamera masing-masing untuk mengabadikannya. Secara perlahan, sang mentari beranjak dari peraduannya, muncul dari salah satu sisi Gunung Batur dan Gunung Agung di seberang danau. Indah dan memesona.
Berikutnya, yang tidak boleh dilewatkan adalah mengagumi keindahan lanskap bentang alam Gunung Batur. Berlawanan arah dari saat memulai pendakian, berjalan mengelilingi gigiran kaldera melalui Jalur Leher Naga adalah pilihan terbaik. Batur benar-benar menujukkan pesonanya. Lipatan-lipatan batuan, bukit, dinding dan hamparan kaldera, danau, dan warna-warni batuan lava, semuanya terlihat menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Terlihat di kejauhan, di dasar kaldera ada bukit-bukit berlipat muncul di antara hamparan pasir dan lava yang menghitam. Seperti berjalan di permukaan bulan yang biasanya saya lihat dalam dokumenter atau film-film. “Look at that, like the moon,” teriak Susanne sambil menunjuk hamparan kaldera Batur.
Sekelompok pendaki sedang turun dari puncak Gunung Batur. Foto: Harley Sastha.
Walaupun ketinggian gunung kurang dari 2000 meter, menuruni Gunung Batur tidaklah semudah yang kita pikirkan. Turun dari puncak melalui Jalur Leher Naga setelah menelusuri gigiran dan tebing, kemudian medan cukup curam, berpasir, dan berbatu.
Tiba di bawah, barulah kami dapat melihat sosok keagungan Gunung Batur. Terlihat besar nyaris tanpa tumbuhan. Seperti gundukan batu raksasa yang telanjang. Pada bagian puncak, terlihat dari bawah tempat kami berdiri, lubang besar terbuka menghadap langit.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya wisata pendakiannya saja, menikmati keelokan Danau Batur dapat juga menjajal mandi di pemandian air panas Toya Bungkah atau menuju Bukit Puraknya--gundukan batu berbentuk kerucut, salah satu situs geologi di kawasan taman bumi dunia ini dapat menjadi pilihan kamu berikutnya.
Museum Gunung Batur yang berada di tidak jauh dari lokasi titik pendakian dapat menjadi penutup pendakian kamu. Di sini, kamu dapat mengetahui jawaban tentang jejak geologi Batur. Kamu dapat menonton langsung sejarah letusan Gunung Batur yang diputar dua kali dalam sehari.
Siapapun yang pernah mendaki Gunung Batur niscaya akan berdecak kagum. Jejak geologinya terhampar di dalam kaldera yang luas. Mengisyaratkan cerita kalau pada masa lalu ada gunung api yang sangat besar. Ketika letusan dahsyat mengoyak sebagian tubuhnya, lahirlah kaldera luas yang cantik. Pada setiap sudutnya, Kaldera Batur menuturkan cerita sejarah bumi. Sejarah kehidupan yang terbentuk sejak ribuan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Batu-batuan yang terhampar menjadi saksi akan berkembangnya kehidupan di sekitar Batur. Kekaguman akan Gunung Batur memang tidak akan pernah habis untuk diungkapkan. Sepenggal jejak cincin api dunia tersaji olehnya. Menyajikan riwayat geologi nusantara. Taman Bumi Dunia di jantung Pulau Dewata, mahakarya agung sang Dewata.
Sekelompok pendaki sedang berdiri di salah satu puncak Gunung Batur. Foto: Harley Sastha.