Mengenal Rusa Timor dan Kecombrang: Maskot Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
6 November 2020 1:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekelompok Rusa Timor di TN Baluran. Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Sekelompok Rusa Timor di TN Baluran. Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Karena tahun ini temanya ketahanan pangan dan kesehatan. Begitu jawaban singkat Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengenai pertanyaan kenapa Rusa Timor dan Kecombrang yang menjadi maskot peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, yang jatuh pada 5 November 2020.
ADVERTISEMENT
“Setiap tahun temanya selalu berbeda. Dan, karena tahun ini, kita berada pada situasi pandemi COVID-19, maka temanya adalah satwa dan puspa yang menunjang pangan dan kesehatan,” lanjut Indra.
Menurutnya, rusa adalah satwa harapan pengganti protein hewani. Penangkaran sudah banyak yang berhasil. Sehingga hasil penangkaran dapat dimanfaatkan selain untuk ekowisata, juga bisa sebagai subtitusi protein hewani.
Sedangkan mengenai Kecombrang, Indra mengatakan, karena sudah mulai jarang terlihat dan dimanfaatkan. “Menjadi terkenal ketika kuliner asia diperkenalkan ke dunia dan ada kecombrang sebagai salah satu bahan yang dianggap unik,” ujarnya.

Rusa Timor

Kalau kamu pernah berkunjung ke Taman Nasional (TN) Baluran, Situbondo, Jawa Timur, pasti pernah melihat gerombolan Rusa Timor dengan bentuk tanduknya yang khas. Satwa eksotis yang mempunyai nama latin Cervus timorensis ini memang hidup liar di sana.
ADVERTISEMENT
Salah satu jenis rusa asli Indonesia ini biasa terlihat sedang merumput, beristirahat dan bersosialisasi di padang savana Bekol, TN Baluran. Tidak heran, kalau Rusa Timor menjadi salah satu ikon dari taman nasional yang mendapat julukan Afrika van Java atau Litle Afrika.
Selain di Jawa, Rusa Timor juga endemik di wilayah pulau Bali dan Timor di Indonesia. Bahkan Nusa Tenggara Barat menetapkannya sebagai satwa identitas provinsi. Namun, dalam perkembangannya, mereka menyebar luas sebagai spesies pendatang hingga ke Kalimantan, Sulawesi dan bagian timur wilayah Indonesia.
Rusa Timor. Foto: instagram/tamannasional_baluran
Mereka dapat hidup selama 15-20 tahun dan dengan rata-rata masa hidup 17,5 tahun. Mampu beradaptasi dengan lingkungan di dataran rendah hingga ketinggian 2.600 meter di atas permukaan laut. Jadi, daya adaptasinya cukup tinggi terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kalau kamu perhatikan, tubuh Rusa Timur berukuran kecil. Untuk yang dewasa beratnya berkisar 60-100 kg. Beberapa gambaran ciri-ciri fisiknya, antara lain: dahinya cekung, rambut berwarna coklat kekuningan, tungkainya pendek, ekor panjang dengan ukuran sekitar 10-30 cm dan mempunyai gigi seri yang ukurannya lebih besar.
Nah, untuk yang jantan dewasa, memiliki ranggah atau anthler atau disebut tanduk rusa (bukan tanduk sebagaimana pada domba), bercabang tiga dengan ujungnya yang runcing. Panjangnya umumnya berkisar 80-110 cm. Jadi, tanduk rusa sebenarnya jaringan hidup berupa tulang padat dan cepat tumbuh. Sehingga, setiap tahunnya dapat berganti.
Satwa yang anggun ini, habitat alaminya biasa berada di beberapa vegetasi. Di antaranya, savana dan hutan. Sebagai jenis satwa herbivora, waktunya berjam-jam habis hanya untuk makan dan sesekali berjalan serta istirahat. Daun dengan tekstur lunak dan basah, merupakan makanan yang sangat disukainya.
ADVERTISEMENT
Melihat kemampuan adaptasinya yang tinggi dan sangat baik, menjadikan Rusa Timor mampu berkembang biak di luar habitat alaminya. Seperti dalam penangkaran rusa.
Mengenai statusnya dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN), sejak tahun 2008, Rusa Timor masuk dalam daftar merah atau kategori rentan (vulnerable). Karena total populasi asli rusa timor di daerah penyebaran aslinya diperkirakan kurang dari 10.000 individu dewasa. Perkiraan penurunan sekurangnya 10% selama tiga generasi sebagai akibat hilangnya habitat dan perburuan (IUCN, 2015).
Namun begitu, Rusa Timor, merupakan jenis satwa liar yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan melalui penangkaran yang dapat dimanfaatkan hasilnya dengan tetap memperhatikan unsur kelestariannya. Karenanya, perlu upaya sistematis dan terprogram dalam pengembangan penangkaran rusa agar upaya peningkatan populasi melalui penangkaran rusa ini dapat memberikan dampak lebih besar dan signifikan. Keberhasilan penangkaran rusa juga perlu dilengkapi dengan upaya-upaya promosi konsumsi daging rusa di kalangan masyarakat sebagai alternatif sumber protein hewani.
ADVERTISEMENT
Jadi, daging rusa yang boleh dikonsumsi, hanya dari hasil penangkaran (keturunan ke-2/f2) bukan dari alam, sebagai subtitusi pemenuhan sumber pangan kebutuhan protein hewani.
Untuk menghindari perburuan liar, menurut Indra, KLHK terus melakukan edukasi dengan mengajak masyarakat untuk melakukan penangkaran.
“Dengan sistem penandaan, hasil penangkaran yang sah dan terdaftar akan terlihat dalam logbook. Dan, penangkaran Rusa sudah banyak yang berhasil. Contohnya di wilayah Jawa Tengah. Selain itu, penangkaran ini berfungsi untuk mengantisipasi kepunahannya,” kata Indra.

Kecombrang

Ilustrasi Kecombrang (Kutlar/Shutterstocks)
Pernah mendengar sambal kecombrang atau mungkin bahkan sudah merasakannya? Untuk kamu yang tinggal di Jawa Barat, khususnya di pedesaan, mungkin pernah makan sambel honje yang rasanya pedas dan seger.
Si cantik eksotis berwarna merah ini, di Jawa Barat memang memiliki nama honje. Sedangkan masyarakat Minangkabau menyebutnya sambuang atau bunga rias. Orang-orang Bali mengenalnya sebagai kecicang. Nama lokal lainnya: cekala, patikala, kantan, bongkot, bungong kala, kembang sekala dan kincung.
ADVERTISEMENT
Memiliki nama latin Etlingera elatior, sejatinya honje adalah sejenis tumbuhan rempah. Ia merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna–sebuah habitus atau perawakan tumbuhan yang memiliki batang lunak atau tidak berkayudi mana buah, bunga, dan bijinya biasa dimanfaatkan untuk sayuran. Aroma dan rasanya yang khas dan unik, membuat para chef dunia meliriknya sebagai bumbu. Mereka menyebutnya ‘ginger troch’. Masyarakat Asia sendiri, termasuk Indonesia, sudah lama memanfaatkannya sebagai bumbu masak.
Terna adalah sebuah habitus atau perawakan tumbuhan yang memiliki batang lunak atau tidak berkayu.
Jadi, hampir semua bagian dari kecombrang, dapat dimanfaatkan untuk dijadikan masakan. Buahnya kalau dilihat, bentuknya berjejalan di dalam bagian bongkol yang ukurannya cukup besar. Diameternya dapat mencapai higga 20 cm. Juga, biasa dimanfaatkan sebagai obat tradisional, utamanya bagian bunga dan batangnya.
ADVERTISEMENT
Pada setiap butir buah kecombrang yang berbentuk bulat kecil, di permukaannya ada rambut halus. Kalau sudah masak, buahnya berwarna kemerahan hingga coklat. Rasanya menyegarkan kecut dan asem.
Batang kecombrang cukup kokoh dan dapat tumbuh tinggi hingga mencapai 5 meter. Bagian bunganya yang masih kuncup dan berwarna merah mudalah yang paling sering dimanfaatkan orang.
Sebagai obat, kecombrang, memilik beragam manfaat kesehatan. Di antaranya: sebagai antioksidan, antihipertensi, antikanker, masuk angin dan penurun panas alami. Bahkan, juga digunakan sebagai campuran penghilang bau badan dan mulut serta bedak tradisional.
Kalau dilihat sekilas, seperti jenis pisang-pisangan, karena bentuk pelepah daunnya yang memanjang dengan ujung dan pangkal runcing. Membentuk rimpang dan berwarna hijau.
Kalau kamu perhatikan, bentuk bunga kecombrang itu bertajuk seperti bonggol. Sehingga mudah dikenali.
ADVERTISEMENT
Semakin terkenal dan populernya kecombrang, saat ini, selain di pasar tradisional dan swalayan, kecombrang juga banyak dijual secara online dengan harga yang beragam. Tentu, ini memudahkan kamu untuk mendapatkannya.
Selamat Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2020 (instagram/konservasi_ksdae)
Nah, dengan mengenal satwa dan puspa lebih baik dan manfaatnya, maka kita mampu untuk melindungi dan mengawetkan. Sehingga, pemanfaatannya dapat berkelanjutan.
Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) yang dilaksanakan setiap 5 November, berdasarkan Keppres No.4 Tahun 1993 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto, merupakan momen untuk membangun kesadaran dan membentuk kecintaan masyarakat Indonesia terhadap puspa dan satwa Indonesia. Momen ini terus dikampanyekan kepada masyarakat agar ikut serta menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia.