Konten dari Pengguna

Menjadikan Mutiara Khatulistiwa Karimata sebagai Destinasi Penelitian

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
1 Desember 2019 7:48 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
ADVERTISEMENT
“Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar), 15-22 Maret 2019, akan mengadakan kegiatan Jelajah Karimata 2019. Kita akan melakukan observasi dan eksplorasi di Cagar Alam Laut (CAL) Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalbar. Gimana bisa ikut serta kan?,” kata Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala Balai KSDA Kalbar, pada akhir Februari 2019, melalui pesan WhatsApp.
ADVERTISEMENT
Tanpa pikir panjang, mendengar wilayah yang berada di selat Karimata atau tengah laut antara pulau Sumatera dan pulau Kalimantan, saya pun langsung mengiyakan ajakan tersebut. Kalau membaca dari beberapa literatur yang saya peroleh, masih sedikit informasi mengenai potensi flora dan fauna serta budaya dan kehidupan masyarakat yang terdokumentasikan. Tentu ini menjadi perjalanan yang menarik. Terlebih, Kepulauan Karimata juga mempunyai latar belakang cerita yang menarik untuk ditelisik lebih jauh. Tentang kejayaan dan peradaban masa lampaunya masih harus digali.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Menurut Sadtata Noor Adirahmanta, kegiatan ini mempunyai tujuan untuk mengumpulkan data awal dalam rangka menyiapkan CAL Karimata sebagai destinasi penelitian berbasis masyarakat. Ada empat divisi dalam penjelajahan ini: laut, sosial budaya, flora dan mamalia.
ADVERTISEMENT
“Dari data awal yang berhasil dikumpulkan, kemudian kita akan promosikan fenomena-fenomena alam dan sosial budaya apa yang bisa diteliti lebih jauh di Kepulauan Karimata dan sekitarnya. Kita akan undang para peneliti untuk datang untuk melakukan penelitian di sini yang akan dipandu langsung oleh masyarakat atas binaan BKSDA Kalbar dan para mitra,” kata Sadtata.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Dermaga penyeberangan kapal di Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kablar, menjadi titik awal penjelajahan kami pada 16 Maret 2019, menuju wilayah perairan laut Selat Karimata yang terkenal memiliki gelombang laut yang ganas. Karena berada persis pada pertemuan arus Laut Cina Selatan dan Laut Jawa. Sejak ratusan tahun lalu, tidak sedikit cerita tentang kapal-kapal yang telah merasakannya. Bahkan sebagian diantaranya kurang beruntung dan tenggelam dimangsa keganasan gelombang lautnya.
ADVERTISEMENT
Tidak kurang dari delapan jam, kapal kayu membawa kami mengarungi salah satu jalur penting perdagangan dunia pada masa lampau. Merupakan bagian dari jalur sutra yang melegenda. Pulau Karimata, pulau terbesar yang berada di Kepulauan Karimata, seringkali menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang internasional yang ramai melintasi selat ini. Setidaknya, negara-negara seperti Inggris, Cina, Portugis dan Belanda, merupakan sebagian negara-negara yang tercatat pernah menggunakan pulau tersebut sebagai lokasi transit.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Sebenarnya, kalau beruntung, dalam perjalanan kita dapat melihat ikan lumba-lumba. Sayangnya, kami tidak dapat melihat mereka saat itu. Tetapi, ada hal lain yang juga menarik, sekitar satu jam sebelum tiba di pelabuhan Desa Betok Jaya–salah satu desa dari tiga desa yang yang berada dalam kawasan–kami disuguhi bentang dan landskap alam yang memesona. Terlihat di kejauhan pulau-pulau dengan pantai pasir putih bertebaran diantara birunya lautan.
ADVERTISEMENT
Hari sudah menjelang sore, begitu kapal kami merapat di dermaga Desa Betok Jaya, Pulau Karimata. Membentang sejauh sekitar 500 meter, dermaga ini mengantar kami memasuki perkampungan dimana dapat dikatakan pencaharian utama penduduknya sebagai nelayan. Gapura sederhana bertuliskan ‘Selamat Datang di Desa Betok Jaya’ menandakan kami masuk areal pemukiman. Terlihat beberapa orang nelayan sedang membuat bubu–alat untuk menangkap ikan–di halaman rumahnya.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Nama Betok Jaya sendiri ternyata diambil dari nama ikan betok yang kemudian disematkan pada sungai yang ada di sana. Lalu, karena pemukiman berada di Muara Sungai Betok, jadilah desa menggunakan nama yang sama, betok.
Bawah Laut Hingga Puncak Gunung Dengan Segala Potensinya
Pada 17 Maret 2019, masing-masing divisi menuju areal eksplorasi dan observasinya. Menggali, mendata, dan mencatat semua yang dapat kami temukan pada kawasan yang pertama kali ditetapkan sebagai cagar alam laut dengan luas 77.000 hektare pada 27 Desember 1985.
ADVERTISEMENT
Kemudian, September 2014, kawasan yang berada di pesisi barat Kalimantan Barat ini, luasnya bertambah menjadi 190.945 hektare yang terdiri dari beberapa pulau. Diantaranya Pulau Karimata, Pulau Serutu, Pulau Bulu, Pulau Surunggading, Pulau Besi, Pulau Buwan, dan Pulau Besi. Pulau Karimata Besar dan Pulau Serutu merupakan dua pulau besar di antara pulau pulau lainnya. Puluhan pulau kecil tampak seperti serpihan-serpihan mutiara hijau khatulistiwa.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Kawasan Kepulauan Karimata memiliki potensi yang sangat kaya. Mulai dari dalam laut hingga puncak gunung. Pulau Karimata Besar, sebagai pulau terbesar dengan luas mencapai 16.574,89 hektare memiliki topografi yang sangat bervariasi. Mulai dari titik 0 hingga 1.030 meter. Gunung Cabang yang mempunyai ketinggian sekitar 1.030 meter sekaligus menjadi titik tertinggi kawasan Kepulauan Karimata. Selain sungai Betok, ada beberapa sungai besar dan kecil lainnya yang menjadi rumah dari berbagai jenis satwa dan tumbuhan.
ADVERTISEMENT
Lokasi yang berjarak sekitar masing-masing 94 mil laut dari dari Belitung dekat pulau Sumatera dan dari Ketapang, Kalbar, membuat kawasan Kepulauan Karimata seperti terisolir. Namun, keterisoliran tersebut justru memberikan dampak yang menarik terhadap jenis yang ada.
Tidak heran, jika kelak kemudian dijumpai sub spesies baru dari salah satu jenis flora maupun fauna pada empat ekosistem (mangrove, hutan pantai, hutan tropis dataran rendan dan hutan tropis dataran tinggi) yang ada di kawasan ini.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Selain itu, kawasan ini dikenal juga mempunyai gugusan terumbu karang yang sangat cantik. Menjadi rumah beberapa jenis ikan warna-warni. Namun, sayangnya, menurut catatan BKSDA Kalbar, pada beberapa lokasi, terumbu karangnya mengalami kerusakan. Sehingga memerlukan pengelolaan yang tepat agar dapat pulih kembali.
ADVERTISEMENT
Setelah Melakukan kegiatan penjelajahan beberapa hari, tidak terbantahkan betapa memang kawasan CAL Kepulauan Karimata dan sekitarnya, mempunyai potensi kekayaan yang luar biasa. Semua itu masih harus terus digali lebih lanjut.
Selain potensi kekayaan flora dan faunanya, jejak peninggalan sejarah yang merupakan alkuturasi budaya masyarakat setempa yang telah hidup dan berkembang hingga beratus tahun lalu meninggalkan jejak sejaran yang sangat menarik. Diantaranya: Mercusuar, Meriam VOC, Tapak Nek Buntong, Makam Raja Tengku Abdul Jalil, Prasasti Batu Cina dan Pasir Cina serta Situs Makam Cina.
Ada juga sisa-sisa tembikar, gerabah, dan garpu yang diperkirakan peninggalan dari abad ke-14 M. Kegiatan budaya yang terus berkembang hingga kini dan diadakan setiap tahun, Semah Laut atau bersih pulau.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Selain keindaha pulau-pulau dengan pasir putih pantainya yang halus dan bahkan beberapa di antaranya ditumbuhi nyiur kelapa seperti pulau Kepayang yang eksotis, Gunung Cabang di Pulau Karimata Besar memiliki bentang dan landskap alam yang lengkap dan panorama yang yang indah serta keunikan tersendiri.
ADVERTISEMENT
Terisolir dan jauh berada di tengah laut, ikut mempengaruhi kondisi Gunung Cabang yang berada di Pulau Karimata Besar. Pada ketinggian sektiar 650 meter, gunung ini hampir selalu tertutup kabut. Sehingga sulit untuk melihat kawasan puncaknya dari bawah. Kondisi hutan masih sangat bagus. Kaya akan sumber air.
Bahkan hingga kawasan puncaknya. Air terjun bidadari yang mempunyai ketinggian lebih dari 70 meter, salah satu tempat yang memiliki paromarama indah. Ada juga wilayah kolam tenang yang berada pada ketinggian sekitar 700 meter. Selain terdapat kolam-kolam air, tempat tersebut juga ditemukan beberapa aliran sungai dan air terjun. Batuan granit terlihat terhampar beraneka bentuk mendominasi. Ada beberapa cerita, mitos dan legenda yang dipercaya masyarakat mengenai gunung ini. Salah satunya tentang keberadaan papan dan batu catu di kawasan kolam tenang.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
“Sejauh ini perjalanan Jelajah Karimata sudah bisa dikatakan mencapai target yang diharapkan. Sudah banyak fenomena alam yang kita temukan. Dari yang sudah kita capai, banyak sekali fenomena-fenomena yang dapat kita teliti lebih jauh dan kaji lebih dalam. Sehingga misi untuk membangun dan memelopori cagar alam sebagai destinasi penelitian berbasis masyarakat, insyaallah, CAL Kepulauan Karimata akan menjadi yang pertama. Selain itu melihat luasnya areal dan kalau ditambah hutan lindung, dapat mencapai lebih dari 200.000 hektar dengan potensi yang luar biasa besar. Kawasan ini sangat layak untuk menjadi taman nasional,” tutup Sadtata.
Dokumentasi Jelajah Karimata 2019. Foto: BKSDA Kalbar
ADVERTISEMENT