Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menjajal Jalur Pendakian Baru Gunung Sumbing via Dukuh Seman
13 Mei 2021 21:12 WIB
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jalur pendakiannya begitu bersih, aman dan terawat. Saya pun jadi sangat menikmati pendakian tersebut. Walaupun sedang menjalankan puasa di bulan ramadhan. Mendaki gunung Sumbing via Dukuh Seman, Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, benar-benar sangat berbeda.
ADVERTISEMENT
Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 13.30 WIB, pada Sabtu (1/5/2021), saat saya dengan didampingi tim pengelola pendakian, memulai pendakian di hari ke-19 di bulan ramadhan. Seharusnya, esoknya, merupakan malam ke-21 atau bertepatan dengan malam Selikuran–tradisi masyarakat lingkar lereng gunung Sumbing. Namun, karena masih masa pandemi dan ada larangan membuat kerumunan, malam selikuran pun ditiadakan.
Tradisi yang sudah berlangsung turun temurun tersebut, memang biasa dilaksanakan setiap malam ke-21 bulan ramadhan. Selain untuk memperingati Nuzurul Quran, pada malam itu, biasanya ada ritual pendakian gunung Sumbing yang dilakukan masyarakat, untuk mengunjungi petilasan makam Ki Ageng Makukuhan, yang diyakini sebagai seorang tokoh penyebar agama Islam.
Beruntung, walaupun ditiadakan, saya tetap bisa mendaki, karena bersama rekan dari Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) Jawa Tengah, mendapat tugas melakukan pendampingan self assesment SNI 8748:2019 Pengelolaan Pendakian Gunung yang dikeluarkan oleh BSN Indonesia, untuk jalur pendakian gunung Sumbing via Dukuh Seman
ADVERTISEMENT
Menurut salah seorang pengelola Basecamp Bimawari – pengelola pendakian gunung Sumbing via Dukuh Seman, Jumari, sebenarnya, jalur pendakian via Dukuh Seman, merupakan salah satu jalur pendakian tua. Biasa dipakai masyarakat untuk ziarah. Jadi, dikenal juga sebagai jalur pendakian ritual. Tetapi sejak, Januari 2021, dibuka juga untuk pendakian umum.
Menariknya, Basecamp Bimawari, mempunyai bangunan permanen seperti aula berbentuk joglo. Sehingga dapat digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat. Setiap calon pendaki, setelah melakukan boking online, begitu tiba harus melaporkan diri pada loket pendaftaran. Melaporkan perlengkapan dan perbekalan apa saja yang dibawa.
Pengelola akan memeriksa kelengkapan standar minimal sesuai SOP Pendakian dan potensi sampah yang ditimbulkan dari setiap pendaki. Diberikan briefing dan dipinjamkan radio komunikasi atau HT untuk setiap kelompok pendakian dengan jumlah tertentu. Lalu, diberikan briefing mengenai gambaran jalur pendakian serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mendaki.
Panorama dari Basecamp Makukuhan juga sangat menarik. Dari sini kamu dapat melihat pemandangan beberapa gunung di Jawa Tengah. Hal tersebut semakin jelas, kalau kamu naik ke atas menara pandang yang telah disediakan. Selain itu, masih dekat basecamp, kamu dapat menjumpai kompleks dan petilasan makam Ki Ageng Makukuhan.
ADVERTISEMENT
“Dukuh Seman ini merupakan jalur lama. Tetapi dibuka untuk pendakian biasa baru sekitar empat bulan lalu. Dipakai untuk ziarah atau jalur pendakian spiritual masyarakat. Ramainya saat malam ke-21 ramadhan atau selikuran. Juga saat akan panen raya tembakau,” cerita Jumari.
Untuk menghemat waktu, dari basecamp menuju titik awal pendakian, kami menggunakan ojek motor melewati jalan makadam yang membelah ladang dan kebun. Hanya dalam waktu 15 menit, kami pun tiba.
Mulai dari gerbang pendakian hingga pos curug atau air terjun, jalur pendakian terasa nyaman dan teduh dengan medan yang landai. Berada di dalam vegetasi hutan yang masih cukup terjaga dengan baik. Tidak heran, jika masih banyak serasah dedaunan di sepanjang jalur pendakiannya yang sengaja dibikin zig-zag atau berputar melipir punggungan. Tujuannya, agar jalur pendakian tidak terlalu menanjak atau dapat dibuat lebih landai.
ADVERTISEMENT
Selepas pos curug menuju pos 3 jaraknya cukup jauh. Sekitar 1 jam 45 menit waktu yang harus ditempuh dengan medan pendakian yang sedikit lebih menanjak. Tetapi, seperti sebelumnya, karena ditata sedemikian rupa, zig-zag dan berputar memutari punggungan, jalur pendakian menjadi tidak terasa terjal. Dan masih terlindung dalam vegetasi hutan. Kami tiba di pos 3, tepat sekitar 10 menit jelang waktu berbuka puasa.
Selesai berbuka puasa, kami lanjutkan pendakian menuju areal camping ground Anggrek dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Tempatnya cukup terlindung dan dekat dengan sumber air.
Pagi harinya, dari ketinggian sekitar 2.578 meter di atas permukaan laut (mdpl) camp Anggrek, terlihat di kejauhan gunung Sindoro, gunung Kembang, gunung Prau dan puncak-puncak gunung lain di dataran tinggi Dieng. Mereka tampak semakin memesona, tatkala menyembul dari lautan awan. Saat malam hari, cahaya lampu dari desa di Lereng Sumbing dan kota Temanggung terlihat seperti barisan kunang-kunang. Dari sini lereng terjal dan terbuka menuju puncak Sumbing terlihat jelas dengan barisan batu-batu besar tidak beraturan.
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul tujuh pagi, kami kembali melanjutkan pendakian menuju areal camp pos 4 dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Kalau cuaca cerah, dari sini panoramanya sangat bagus. Kamu dapat melihat beberapa gunung lainnya di Jawa Tengah. Di antaranya: gunung Sindoro, gunung Kembang, gunung Prau, Dataran Tinggi Dieng, gunung Merbabu dan gunung Merapi. Sayangnya, saat tiba di sana, karena tertutup awan, sehingga tidak semua dapat kami lihat.
Semakin ke atas medan pendakian semakin berat rasanya. Selain memang terjal dan terbuka dengan dominasi vegetasi rerumputan, karena bersamaan dengan saya yang sedang berpuasa. Namun, pemandangan yang disajikan selama pendakian, cukup dapat mengalihkan rasa lelah yang saya rasakan.
Setelah area camp pos 4, kamu dapat terus mendaki menuju pos 5, turun ke puncak kawah, kemudian naik menuju puncak Sejati Sumbing dan puncak Rajawali atau sebelum tiba di pos 5, kamu dapat menuju puncaknya jalur pendakian via Dukuh Seman yang berada pada ketinggian 3.082 mdpl yang bernama puncak Makukuhan.
ADVERTISEMENT
Nah, kami memutuskan untuk menuju puncak Makukuhan. Pemasangan tiang paralon yang dilengkapi stiker skotlite, sehingga dapat memantulkan cahaya terkena cahaya lampu senter di sepanjang jalur pendakian setelah areal camp pos 4.
Begitu tiba di area bebatuan berukun besar yang berdiri gagah seperti dinding, kami sempat masuk ke dalam goa yang pintu masuknya kecil. DI dalam goa ternyata ukurannya luas. Kami sempat melihat sisa sesaji. Ternyata, goa ini juga dipergunakan sebagai masyarakat untuk berdoa.
Kemudian, kami kembali melanjutkan pendakian. Melalui padang rumput yang luas berhiaskan batu-batu andesit yang berserak di antara selang-seling tumbuhan Cantigi dan Edelweiss. Medan pendakian kembali melandai. Sekitar setengah berjalan, kami pun tiba di puncak Makukuhan. Terlihat pemandangan sangat lepas. Kami dapat melihat sekitarnya. Beberapa puncak gunung di Jawa Tengah, desa-desa di Lereng Sumbing dan Kota Temanggung serta tempat kami bermalam di area camp Anggrek.
Pendakian pun kami akhiri dengan masuk ke dalam goa kecil, di mana terdapat makam Ki Ageng Makukuhan. Jaraknya dari puncak hanya sekitar empat meter. Kalau melihat makam tersebut, sempat muncul pertanyaan dalam benak saya, mana makam Ki Ageng Makukuhan yang sebenarnya. Menurut Jumari, dirinya sendiri telah menemukan sembilan makam. Termasuk yang berada di puncak kawah.
ADVERTISEMENT
Lepas dari itu semua, menurut saya, jalur pendakian Sumbing via Dukuh Seman, sangat layak untuk kamu coba. Sistem pengelolaannya yang profesional dan rapi serta medan pendakiannya yang sangat terawat, rapi dan bersih menjadi salah satu nilai tersendiri. Selain, memang juga memiliki pemandangan atraksi alamnya yang menarik. Tentu saja termasuk sejarahnya sebagai jalur pendakian spiritual.