Napak Tilas Pendakian Heinrich Zollinger, Pendaki Pertama Tambora Pasca-Erupsi

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
25 September 2020 23:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Di tubir puncak kaldera Tambora, sekitar tempat Heinrich Zollinger meningjakkan kakinya pada Agutus 1847. Foto: Erwin/Balai TN Tambora
zoom-in-whitePerbesar
Di tubir puncak kaldera Tambora, sekitar tempat Heinrich Zollinger meningjakkan kakinya pada Agutus 1847. Foto: Erwin/Balai TN Tambora
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa kali mobil double gardan yang kami tumpangi harus terhenti, karena terperosok dalam pasir, dalam perjalanan menuju Pos 5-titik terakhir kendaraan–jalur pendakian Piong, Taman Nasional (TN) Tambora. Dengan menggunakan dongkrak, linggis, cangkul, dan batu, serta batang-batang kayu dan mendorongnya bersama-sama, perjalanan pun dapat kami lanjutkan kembali.
ADVERTISEMENT
Semua perlengkapan dan perbekalan untuk pendakian sudah masuk dalam mobil yang akan membawa kami melalui jalur pendakian Piong. Hari sudah menjelang siang, ketika kami meninggalkan kantor Resort Piong, Balai TN Tambora di Desa Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima.
Kami sengaja memilih pendakian Piong untuk mendaki. Salah satu alasannya, karena ingin melakukan napak tilas jalur yang pernah dilalui oleh Heinrich Zollinger–seorang naturalis, pencinta alam sekaligus ilmuwan ahli botani, pendaki pertama gunung Tambora, pada Agustus 1847, atau 32 tahun pasca-erupsi besar Tambora, April 1815
Pantai Teluk Piong yang Berpasir Putih, tempat Heinrich Zollinger, pada Agustus 1847, singgah sebelum mendaki gunung Tambora. Foto: Harley Sastha
Selain itu, kami juga dapat singgah pada beberapa lokasi yang juga pernah didatangi oleh Zollinger dalam pendakiannya tersebut. Seperti: mengunjungi Museum Kerajaan Sanggar, Teluk Balembo atau Dermaga Kore, Pantai Piong atau Teluk Biu, dan Mada Oi Tampiro atau Mata Air Tampiro. Jadi, dapat dikatakan, jalur ini mempunyai nilai history yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya perjalanan Zollinger, tetapi, di sini juga ada jejak Raja Sanggar yang menjadi saksi mata langsung, betapa mengerikannya gelegar Tambora, lebih dari 200 yang tahun. Karena, saat ledakan gunung Tambora terjadi, sang raja dan putrinya berhasil menyelamatkan diri. Kerajaan Sanggar, menjadi satu-satunya dari tiga kerajaan di lingkar Tambora (Papekat, Tambora, dan Sanggar) yang tidak benar-benar musnah.
Jalan aspal yang membelah padang sabana Piong menuju gerbang pendakian dapat dikatakan cukup mulus. Mata air Tampiro, yang saat ini dimanfaatkan untuk lokasi wisata, terlihat cukup ramai oleh penduduk sekitar yang memanfaatkannya untuk berendam dan mandi.
Menara pandang yang dengan latar belakang Dongo Tabe To'i. Foto: Bram.
Melewati gerbang jalur pendakian Piong, medan yang kami lalui masih landai. Melintas di antara pepohonan yang walaupun tidak rindang, namun cukup membuat teduh. Namun, pada beberpa titik, debu tanah berpasir, sedikit menghalangi pandangan. Menariknya, beberapa satwa ternak, seperti: Sapi dan Kerbau terlihat di antara sela-sela pepohonan. Juga, beberapa kelompok kuda.
ADVERTISEMENT
Tidak memerlukan waktu lama untuk tiba di pos 1. Hanya sekitar 30 menit. Di sini terdapat bangunan shelter yang dapat kamu gunakan untuk beristirahat. Melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya, ada sebuah menara pandang. Dari atas menara ini, kamu dapat melihat lanskap sekitarnya. Termasuk dua cinder cone atau kerucut parasit gunung api stratovolcano: Dongo Tabe Na’e dan Dongo Tabe To’i.
Kemudian, sekitar 30 menit perjalanan ke depan, dengan medan sedikit menanjak, kami pun tiba di Pos 2. Di sini juga terdapat bangunan shelter. Kalau membaca catatannya Zollinger, salah satunya mengatakan, bahwa dirinya melihat dua bukit berbentuk kerucut yang disebut dongo tabe. Persis seperti apa yang kami lihat saat itu.
Dongo Tabe Na'e dilihat dari Pos 3. Foto: Harley Sastha
Untuk menuju Pos 3, medan pendakian semakin terbuka, bervariasi landai dan menanjak. Terkadang Berkelok-kelok membelah semak dan rerumputan. Begitu tiba, waktu sudah menjelang sore. Kami putuskan berhenti dan mendirikan tenda di sisin untuk bermalam.
ADVERTISEMENT
Areal Pos 3 dan sekitarnya sudah didominasi oleh padang sabana. Ketinggiannya sekitar hampir mencapai 1.000-an meter di atas permukaan laut (mdpl). Oleh Balai TN Tambora, kawasan Pos 3 juga ditetapkan sebagai titik selfie point. Dari sini kamu dapat melihat lepas lanskap Tambora ke segala arah. Seperti: Semenanjung Sanggar dan Padang Sabana Piong serta kerucut Dongo Tabe Na’e yang terlihat cukup besar. Jalur yang dulu diperkirakan dilalui oleh Zollinger pun terlihat dari sini. Tepatnya di sisi bawah sekitar Dongo Tabe Na’e. Pemandangan saat sang mentari pagi beranjak dari peraduannya pun terlihat memesona dari sini.
Hari berikutnya, kami langsung menuju Pos 5. Waktu tempuhnya cukup jauh. Kalau tidak ada kendala, waktu tempuhnya sekitar tiga jam. Medannya semakin bervariasi. Sesekali mobil yang kami gunakan melalui medan yang landai, kemudian menurun, lalu menanjak. Membelah semak, ilalang dan padang sabana. Beberapa kali terhenti, karena ban mobil slip dan tenggelam dalam pasir. Justru ini menjadi salah satu pengalaman perjalanan yang tidak terlupakan.
Bangungan shelter Pos 5 di tengah-tengah padang Sabana. Foto: Erwin/Balai TN Tambora
Mendekati Pos 5, bagian lereng puncak kaldera Tambora semakin terlihat. Tampak besar dan melebar. Beberapa kelompok cemara gunung terlihat pada salah satu lerengnya. Mereka makin terlihat jelas, begitu kami tiba. Walau mungkin sudah tidak seperti dulu, cemara-cemara tersebut mengingatkan saya akan apa yang dilihat oleh Zollinger, saat ia dan rombongannya mendekati puncak kaldera.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, dari kawasan Pos 5, untuk menuju tubir kaldera puncak Tambora, sudah tidak jauh lagi. Membutuhkan waktu sekitar satu hingga satu setengah jam lagi berjalan kaki. Pada lokasi pos yang berada di ketinggian sekitar 2.000 an mdpl, sudah terdapat fasilitas berupa bangunan shelter terbuka yang cukup besar. Kami pun kemudian beristirahat di sini, mendirikan tenda dan menikmati atraksi alam Tambora tersaji. Terlihat Semenanjung Sanggar, Teluk Saleh, Perbukitan di Sumbawa, Dongo Tabe Na’e dan Dongo Tabe To’i. Bahkan pulau gunung api atau Sangeang Api pun dapat terlihat samar-samar.
Saat malam tiba, panorama yang disajikan juga tidak kalah menariknya. Jutaan cahaya bintang di langit dan galaksi bimasakti terlihat cukup jelas. Kami juga dapat melihat kerlap-kerlip cahaya lampu dari perkampungan dan desa-desa di lereng Tambora. Sungguh malam yang syahdu dan romantis. Tidak terbayangkan, kalau gunung ini, lebih dari dua abad lalu amarahnya begitu mengerikan, hingga dampaknya mengguncang antero dunia.
Panorama matahari terbit dari Pos 5. Foto: Bram
Bersantai sambil menikmati matahari terbit dari Pos 5. Foto: Erwin/Balai TN Tambora
Paginya, sebelum menuju puncak kaldera, kami sengaja menikmati terlebih dulu panorama magis matahari terbit dari kawasan Pos 5. Secara perlahan sang mentari seolah muncuk dari pantai di Semenanjung Sanggar. Semburat jingganya berpendar memesona, menyelimuti padang Sabana yang mendominasi, sekaligus menghangatkan bentang alam Tambora.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui mendaki sekitar satu dengan medan yang cukup terjal, kami pun akhirya tiba di tubir puncak kaldera Tambora di ketinggian sekitar 2.415 mdpl. Memang ini bukan puncak tertingginya. Namun, di sekitar tubir puncak inilah dulu, pada Agustus 1847, Heinrich Zollinger, menjejakkan kakinya. Memantapkan dirinya sebagai orang pertama yang mencapai puncak kaldera Tambora, 32 tahun pasca-erupsi besarnya.
Sisi Tubir puncak Kaldera jalur Piong atau Zollinger. Foto: Erwin/Balai TN Tambora
Nah, untuk kamu yang ingin mendaki Tambora melalui jalur Piong, tetap pastikan mempersiapkan semuanya dengan baik. Jangan menerabas batas pelestarian alam. Untuk informasi, kamu dapat kontak langsung Balai TN Tambora atau pun kantor Resort Piong di 037321919 atau email [email protected].