Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Sejarah Jalur Via Ferrata, dari Italia hingga Tiba di Indonesia
17 Desember 2019 0:15 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Rasanya asyik banget, amazing, luar biasa, pokoknya teman-teman yang mau ke sini. Yang mau ngerasain sensasi yang sangat-sangat luar biasa di tebing Gunung Kelam ini. Benar-benar adventure, saya tunggu di sini. Kita muncak bareng, kita ber-via ferrata bareng,” kata Watie, salah seorang yang mengikuti pendakian perdana via ferrata Gunung Kelam, Sintang, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Pendakian gunung dan pemanjatan tebing menggunakan jalur via ferrata di tebing-tebing gunung yang ekstrem memang memberikan sensasi tersendiri dan memacu adrenalin bagi siapa pun yang melakukannya. Dapat melihat pemandangan bentang alam yang memesona dari tempat yang tidak biasa.
Medan tebing yang sebagian besar bahkan nyaris vertikal merupakan tantangan tersendiri bagi para pemanjat tebing untuk mencumbunya. Baik para pemanjat mancanegara maupun Indonesia sendiri. Indonesia yang kaya akan bentang dan lanskap alam berupa gunung dan pegunungan dengan tebing serta lembah-lembahnya, memiliki banyak potensi tebing yang siap untuk dijelajahi. Sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Rubini Kertapati yang akrab disapa Bibin.
“Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya alam tebing yang tersebar mulai dari timur hingga ke barat. Dan masih jarang sekali yang melakukan eksplorasi terhadap tebing-tebing tersebut untuk kegunaan wisata. Berangkat dari hal itu, maka sebenarnya via ferrata di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Karena kita memiliki keunggulan dibandingkan dengan negara-negara di Eropa yang setiap musim salju, mereka akan menutup operasi wisata via ferrata-nya. Sedangkan di Indonesia, kita bisa lakukan sepanjang tahun. Paling kendala yang paling utama adalah masalah hujan. Tetapi, kalau hujan selesai, kita dapat melakukan pemanjatan via ferrata,” kata Bibin, mantan atlit nasional panjat tebing yang juga owner Skywalker Via Ferrata Mount Parang.
ADVERTISEMENT
Dengan konsep via ferrata, bukan hanya para pemanjat profesional saja yang dapat merasakan pendakian gunung dan pemanjatan tebing. Kini siapa pun dapat melakukannya. Namun, agar semua berjalan aman, tentu saja wajib didampingi oleh operator wisata dan pemandu profesional dengan perlengkapan dan instalasi jalur sesuai standar keamanan serta keselamatan internasional dan SOP yang ketat dan wajib diikuti.
Via ferrata sendiri diambil dari bahasa Italia yang artinya ‘jalan besi’. Dengan via ferrata, siapa pun orang tanpa mempunyai latar belakang panjat tebing dan pendakian gunung, dapat melakukan pemanjatan, meniti tebing batu pegunungan dengan aman karena adanya pijakan dan kait pada struktur tebing tersebut.
Sejarah jalur via ferrata
Dari berbagai sumber diceritakan, sejarah perjalanan via ferrata berawal pada abad 19. Sering dikaitkan dengan dengan peristiwa perang dunia pertama. Ketika beberapa lintasan via ferrata dibangun pada wilayah pegunungan Dolomite di Italia, untuk membantu pergerakan pasukan.
ADVERTISEMENT
Menurut cerita Bibin, via ferrata itu merupakan jalur-jalur besi yang ditanam oleh tentara Italia dan Austria ketika perang dunia pertama berlangsung di Eropa. Mereka lakukan hal tersebut untuk dapat memudahkan mensuplai amunisi logistik dan sebagai jalur komunikasi. Nah, ketika perang dunia pertama selesai, makan jalur-jalur tersebut ditinggalkan.
“Setelah ditinggalkan oleh tentara Italia dan Austria, kemudian jalur-jalur tersebut digunakan oleh masyarakat Eropa untuk melintas antar desa atau perjalanan. Lalu, akhirnya berubah menjadi aktivitas yang memang bisa dilakukan oleh wisatawan untuk mencoba bermain di ketinggian. Setelah itu, mulailah bermunculan jalur-jalur via ferrata atau diadopsi oleh negara-negara lain yang memiliki tebing,” cerita Bibin.
Kemudian, via ferrata terus tumbuh dan semakin populer. Pada 1970-an hingga 80-an, pembangunannya masih fokus pada daerah tradisional (Dolomites dan Northern Limstone Aps). Lalu ke seluruh pegunungan Alpen dan sekitarnya. Menyebar ke negara-negara lain di Eropa hingga merambah Asia, dimana Malaysia menjadi negara pertama yang membangunnya. Tepatnya di Gunung Kinabalu.
Sedangkan di Indonesia sendiri baru mulai pada tahun 2013-2014 di Gunung Parang, Purwakarta, Jawa Barat. Hingga saat ini, ada 4 operator wisata (Skywalker Via Ferrata, Badega Cihuni-Gunung Parang, Badega Cirangkong-Gunung Parang dan Consina Parang Via Ferrata), yang masing-masing mengoperasikan jalur via ferratanya sendiri-sendiri dan independen dalam pengelolaannya.
ADVERTISEMENT
Sebagai pelopor via ferrata di Indonesia, Bibin mengatakan, bahwa Indonesia sebenarnya cukup terlambat. Kalah dari Malaysia yang lebih dulu membuatnya dengan jalur via ferrata di Gunung Kinabalu.
“Pada tahun 2013, saya mulai menginisiasi dan melakukan perintisan jalur via ferrata di Gunung Parang. Kemudian, pada tahun 2014, jalur Skyawalker Via Ferrata, mulai beroperasi. Setelah itu, muncul operator-operator lain yang melakukan hal sama. Baik itu di Gunung Parang, maupun di tebing-tebing lain, seperti di Sepikul, Trenggalek. Dan yang terakhir itu, baru tahun ini selesai, diresmikan 3 Desember 2019, di Gunung Kelam, Sintang, Kalimantan Barat,” kata Bibin yang juga merupakan pemimpin pekerjaan pembuatan jalur Via Ferrata Gunung Kelam.
Dalam pengoperasiannya, menurut Bibin, Skywalker Via Ferrata, sejak awal sudah dan selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan pemanjatan oleh para tamu Via Ferrata. Termasuk juga penerapan SOP (Standar Operasional Prosedur) dan penggunaan safety equipment yang standar yang memang biasa digunakan dalam aktivitas Via Ferrata.
ADVERTISEMENT
“Jadi sejak resmi awal beroperasi, pada 1 Februari 2014, kami sudah menggunakan standar keamanan peralatan maupun jalur yang memang mengikuti standar referensi UIAA,” kata Bibin.
“Kami memiliki aturan yang ketat bagi penggunanya. Diantaranya, tidak boleh membuang sampah sembarangan, corat-coret di bebatuan dan merokok. Bagi siapa pun yang melanggar, akan kami blacklist. Dilarang untuk ikut lagi selamanya,” kata Bibin.
Secara rutin, jalur Skywaker Via Ferrata dirawat. Melibatkan masyarakat lokal untuk mengecat ulang anti karat. Mengencangkan baut-baut. Melibatkan masyarakat lokal sebagai guide dengan diberikan pelatihan terlebih dahulu.
Jadi, memang untuk mengelola wisata via ferrata, pengelola harus mengikuti aturan yang sudah baku diatur dalam UIAA (Union Internationale Association de Alpinisme) atau juga disebut International Mountaineering and Climbing Federation. Organisasi federasi internasional yang menaungi bidang pendakian gunung dan panjat tebing yang sudah mengatur tentang aktivitas Via Ferrata, baik dari segi konstruksi jalur maupun pengelolaan aktivitasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara, Disyon Toba, CEO Consina, pengelola operator Parang Via Ferrata, menceritakan, lahirnya jalur via ferrata yang dikelolanya. Menurutnya, awalnya ada rasa kerinduan untuk memajukan dunia outdoor di Indonesia.
“Secara pribadi, sejak lama saya sudah memperhatikan dari berbagai sumber, termasuk melalui internet, bahwa ada sesuatu hal yang menarik di tebing yang dapat ditampilkan untuk umum, sebagaimana dulu arung jeram yang awalnya hanya untuk kalangan penggiat olahraga arung jeram, kini dapat untuk kegiatan wisata. Kegiatan telusur goa, juga demikian,” kata Disyon.
Menurut Disyon, tebing tidak bisa digunakan untuk kegiatan wisata, kalau real adventure dunia panjat tebingnya di jual. Jadi, harus dengan via ferrata.
“Saya pertama kali melihat real via ferrata itu dulu di Gunung Kinabalu, Malaysia. Saat itu, saya lihat orang antri untuk melaluinya. Yang bikin saya kaget, teman saya sendiri yang lama tinggal di Singapura, pertama kali dia berkenalan dengan dunia outdoor, justru ia tertarik dengan jalur via ferrata di Kinabalu.” cerita Disyon melaui voice note WhatsApp.
ADVERTISEMENT
Dari situ Disyon melihat, ternyata orang umum juga menyukai hal tersebut. Lalu, ia bersama salah satu legenda panjat tebing Indonesia, Harry ‘Skygers’ Suliztiarto, bekerjasama untuk membuat jalur via ferrata di Tebing Parang. Dengan terlebih dahulu melakukan survey mulai akses, keadaan desa, kondisi tebing dan lain sebagainya.
“Yang membuat saya berani berusaha bikin usaha via ferrata, karena ada joint venture dengan Skygers yang sudah dikenal sebagai sekolah panjat tebing di Indonesia yang sangat patuh dan ketat dengan faktor safety. Karena, namanya di ketinggian, masalah safety tidak bisa diabaikan sama sekali. Bagi kami itu hal mutlak,” kata Disyon.
Jadi, selama dilakukan dengan baik dan benar. Mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Mengikuti aturan serta arahan dari pemandu yang profesional. Melihat track record operator wisata. Yang tidak boleh dilupakan iringi selalu dengan doa. Kegiatan wisata petualangan via ferrata insyaallah berjalan aman.
ADVERTISEMENT