news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Serunya Mendaki Sambil Mengamati Lutung Budeng dan Rek-rekan di Gunung Merbabu

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
19 Februari 2020 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rek-rekan. Foto: Balai TN Gunung Merbabu dan Tim Jelajah 54 TN Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Rek-rekan. Foto: Balai TN Gunung Merbabu dan Tim Jelajah 54 TN Indonesia
ADVERTISEMENT
Cuaca pagi itu cukup cerah, ketika saya bersama teman-teman tim Jelajah 54 Taman Nasional Indonesia dengan didampingi beberapa petugas dari Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb), memulai pendakian kami melalui jalur Selo, pada 27 April 2019.
ADVERTISEMENT
Dalam pendakian tersebut, petugas mengajak kami melihat lebih jauh potensi flora dan fauna yang ada di sepanjang jalur pendakian. Salah satunya Rek-rekan (Presbytis fredericae) – satu dari tiga jenis primata yang menjadikan TNGMb sebagai rumahnya. Jadi, bukan hanya menikmati keindahan dan kecantikan bentang dan lanskap alam gunung Merbabu, tetapi sambil mendaki, kami juga melakukan pengamatan satwa.
Menurut Jarot Wahyudi, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) TNGMb, Rek-rekan (Presbytis fredericae) bersama-sama dengan Elang jawa (Nizaetus bartelsi) dan Edelweis (Anaphalis javanicus) merupakan spesies prioritas yang dimiliki TN Gunung Merbabu.
Bertemu Lutung Budeng
Lutung Budeng. Foto: Jarot Wahyudin
Belum sampai setengah jam meninggalkan pos registrasi jalur pendakian Selo, tepatnya di HM 21, Jarot meminta kami untuk berhenti. Kemudian, ia menunjukkan kepada kami, satu keluarga primata dari jenis Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) atau Lutung Jawa yang sedang bergelantungan pada pohon Kesowo dan pohon Sengiran. Sedikit berbisik, Jarot menjelaskan tentang Lutung Budeng ini.
ADVERTISEMENT
“Itu ada sekelompok Lutung Budeng. Dewasanya ada 5 dan satunya lagi yang masih kecil bulunya berwarna orange. Mereka sedang mencari makan. Areal ini memang habitatnya. Lutung yang masih bayu atau infant memang khas berwarna orange dan akan bertahan hingga usianya mencapai 1 tahun. Baru kemudian berubah jadi berwarna hitam,” cerita Jarot kepada kami.
Anak Lutung Buden dengan bulunya berwarna orange. Foto: Jarot Wahyudi
Jarot juga menceritakan kalau Rek-rekan dan Lutung itu jenis primata yang tipenya pendiam. “Jadi, kalau kita mendaki atau lewat dengan tenang, mereka juga akan tenang. Nah, itu ada yang loncat, sepertinya masih anak-anak atau remaja,” kata Jarot.
Puas mengambil beberapa dokumentasi mengenai si Lutung Budeng, pendakian kami lanjutkan kembali menuju spot berikutnya, dimana Rek-rekan selama ini biasa terlihat. Begitu memasuki HM 23, lagi-lagi Jarot meminta kami untuk berhenti dan sedikit tenang. Menurutnya, ia sempat melihat pergerakan seekor primata. Tetapi, masih belum dapat dipastikan, jenis Lutung Budeng atau Rek-rekan. Kami pun blusukan ke dalam hutan untuk mengamati pergerakan primata tersebut. Kemudian, pada salah satu pohon Kesowo, terlihat primata tersebut sedang bertengger. Setelah dilakukan identifikasi, dapat dipastikan itu jenis Lutung Budeng juga.
ADVERTISEMENT
Bertemu Rek-rekan
Rek-rekan. Foto: Jarot Wahyudi
Pendakian berlanjut menuju Blok Pandean. Walaupun jalur pendakian cukup terjal, kami masih terus semangat untuk dapat memantau keberadaan Rek-rekan. Sementara, Jarot sudah berjalan lebih dulu di depan kami. Beberapa menit kemudian, melalui handie talkie atau radio komunikasi, Jarot mengabarkan di HM 27 sekitar Pos 2, ia melihat sekelompok Rek-rekan. Kami pun bergegas menuju lokasi.
“Itu Rek-rekannya, ada 7 ekor, di atas pohon itu di seberang jurang,” kata Jarot, sambil menjunjukkan kepada kami posisi Rek-rekan saat itu berada.
Exited banget rasanya dapat melihat primata yang unik dan terlihat khas ini. Bibirnya terlihat tebal dan berwarna rona ping kemerahan serta hidung pesek. Kepalanya bulat dengan rambut berjambu meruncing diujungnya. Perut tampak besar dan ekornya tebal merata serta lebih panjang dari tubuhnya. Menurut Jarot, ukuran tubuhnya berkisar antara 42-62 cm. Secara keseluruhan rambul atau bulu diseluruh tubuhnya terlihat tebal.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali halimun turun menutup jangkauan pandangan mata kami. Cukup lama kami bertahan di lokasi untuk memantau aktifitas mereka. Satwa yang cukup menggemaskan. Tetapi, setelah dilihat, kalau melihat Rek-rekan pada malam hari, bagi yang baru pertama kali melihatnya, mungkin akan terkejut. Karena, tidak hanya cantik dan menggemaskan, tetapi cukup menyeramkan juga.
Pengamatan Satwa. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
“Lihat mukanya, kalau ketemu mereka malam hari, serem juga. Tetapi, lucu juga dan menggemaskan,” kata salah satu anggota tim Jelajah 54 TN Indonesia, Medina Kamil, ketika pertama kali melihatnya.
Menurut Jarot, berdasarkan kegiatan pengamatan atau monitoring satwa, petugas taman nasional, biasanya melihat sekelompok Rek-rekan di sekitar Pos 2, Blok Pandean hingga Pos 3.
Saat itu, kami juga berkesempatan menceritakan keberadaan Rek-rekan dengan 3 orang pendaki dari Malayasia yang sedang turun. Sebagaimana halnya kami, mereka pun berdecak kagum setelah melihat foto Rek-rekan melalui layar lcd kamera jarot. Mereka tertawa melihat bibir Rek-rekan yang tebal dan berwarna merah merona.
ADVERTISEMENT
Surili Jawa atau Rek-rekan berdasarkan cerita Jarot, selain di Blok Pandean, mereka juga terpantau di Blok Sikendil atau sekitar Pos 2, jalur pendakian Wekas. Kata Jarot, Rek-rekan makanannya utamanya, lebih dari 60% daun muda atau kuncup daun. Juga, makan buah-buahan, biji-bijian serta bunga-bungaan. Tumbuhan seperti Akasia (Acacia decuren), Sengiran (Pittosporum moluccanum), Kemlandingan gunung (Mycura javanica), Dempul, Kemiren, Picis, Wuru dan Wilodo, adalah sebagian diantara pakan yang disukai oleh Rek-rekan.
Pengamatan Satwa. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Sesaat setelah meninggalkan Blok Pandean, di HM 31, Jarot kembali melihat 2 ekor Rek-rekan sedang duduk di batang pohon Kemlandingan. Awalnya, kami sempat kebingungan, sebelumnya akhirnya Jarot menunjukkan posisinya.
Keberuntungan kami melihat Rek-rekan tidak hanya sampai disitu. Esok harinya, setelah bermalam dan turun dari puncak Merbabu, ketika tiba kembali di sekitar HM 31, kami kembali melihat Rek-rekan. Bahkan sekarang lebih banyak lagi. Ada sembilan ekor yang dapat kami lihat. Walaupun saat itu waktu sudah hampir menunjukkan pukul 12.00 WIB, ternyata mereka masih dapat kami jumpai.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Red List International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), saat ini status Rek-rekan masuk daftar Endangered, karena habitat alaminya yang semakin berkurang.
Gimana, seru dan menarik kan? Mendaki gunung sambil melakukan pengamatan satwa. Karena, sejatinya memang aktifitas dan taman nasional itu memang bukan wisata biasa. Karena banyak keseruan sekaligus pengetahuan yang bisa kamu dapatkan disana. Jangan lupa untuk selalu melakukannya dengan benar, bijak dan bertanggungjawa. Mengikuti semua aturan yang berlaku. Tidak meninggalkan sampah atau bawa kembali sampah turun dan keluar dari kawasan sampah yang kamu hasilkan. Tidak memberi makan setiap satwa yang kamu lihat dan temukan. Baik itu langsung maupun tidak langsung. Termasuk tidak merusak habitat alami mereka.
Puncak Gunung Merbabu dengan latar belakang Gunung Merapi. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
ADVERTISEMENT