Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Ā© PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Memaknai Hardiknas Antara Harapan & Realita
29 April 2025 16:38 WIB
Ā·
waktu baca 5 menitTulisan dari harmin samiun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Harmin Samiun

Kejayaan suatu umat dan bangsa dalam negara erat kaitannya dengan potret pendidikan yang dilakoni setiap individu. Hal itu dapat mempengaruhi konstruksi berfikir seseorang terhadap sesuatu yang dianggap penting dalam realitas kehidupan. Uraian sejarah tentang pendidikan nasional telah berakar dan tumbuh mewarnai dalam setiap dimensi kehidupan generasi bangsa selalu dikaitkan dengan sosok pribadi manusia yang sangat familiar.
ADVERTISEMENT
Kisahnya menjadi ingatan kolektif kebangsaan senantiasa dibahas, dan dipelajari dalam lembaran historis pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara salah satu diantara deretan kisah, namanya diabadikan dalam tinta perjuangan Indonesia sebagai figur pahlawan nasional telah menorehkan sejarah hidupnya dalam meletakan pondasi pendidikan dengan muatan nilai edukatif, sehingga hal itu menjadi cikal bakal lahirnya hari pendidikan Nasional tanggal 2 Mei diperingati tiap tahunnya.
Kisahnya menjadi spirit dan secercah harapan dalam menopang kemajuan bangsa pada dunia pendidikan khususnya bagi generasi abad ini untuk lebih progresif melakukan terobosan pendidikan yang berkualitas dalam setiap dimensi bidang kehidupan melalui penajaman kognitif, afektif dan psikomotorik. Tiga indikator tersebut menjadi teriminlogi pendidikan yang dibumikan atau diajarkan dalam persekolahan saat ini walaupun berganti rezim.
ADVERTISEMENT
Hal dimaksud tetap relevan dan mewahana dalam menghasilkan output pendidikan. Berbagai regulasi pendidikan telah diterbitkan oleh pemangku kepentingan, berdampak pula terhadap kebijakan kurikulum yang dihasilkan sebagai upaya untuk mencari format yang relevan dengan konteks ke- Indonesian sehingga hal itu mempengaruhi peta jalan pendidikan nasional.
Orientasi pendidikan sebagaimana diuraikan dalam statemen sebelumnya melalui goresan sejarah tokoh perintis dibidang pendidikan dipandang penting generasi masa kini untuk menata kembali sistem pendidikan yang terkesan sentralistik dan belum merata alokasi anggaran setiap daerah serta tumpuan urusan administrasi akademik yang berbelit.
Hal itu memantik satu pertanyaan kritis yang konstruktif apakah orientasi pendidikan hanya memfokuskan diri pada tataran urusan adminstratif semata, mengharuskan guru dan tenaga pendidik terjibaku di dalamnya untuk menyiapkan instrumen tersebut atau lebih pada pemaknaan pendidikan yang hakikatnya memanusiakan manusia agar menjadi pribadi yang unggul baik pada dimensi intelektual, emosional dan spiritual, sebagaimana spirit pendidikan yang diamanatkan dalam undang undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan Nasional ( Sisdiknas) sebagai bagian penjewatahan dari tujuan nasional terurai secara tersurat dalam pembukaan UUD '45, sehingga muatannya menjadi sentral utama dalam melahirkan generasi emas berkeadaban. Semua itu menjadi ikhtiar bagi semua elemen, agar Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara belahan dunia ini.
ADVERTISEMENT
Sehubungan dengan itu, era transformasi digital abad ini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan untuk lebih progresif dalam melihat realita sosial yang makin mendewasakan bagi pemerhati pendidikan untuk mencermati dampak dari digitalisasi tersebut. Berbagai sarana media pembelajaran dapat difungsikan dan dioptimalkan dengan baik dalam mencari dan mengali informasi sebagai sumber pembelajaran. Justru hal itu tak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pengaruh digitalisasi disatu sisi memudahkan seseorang bisa mengakses atau mengirimkan informasi yang dirasa penting.
Namun pada tataran berikutnya menjadi ancaman bagi generasi bangsa yang cendrung memfokuskan diri untuk melihat dan menyaksikan segala aneka permainan games dan semacamnya. Kondisi itulah melemahkan daya intelektualnya dalam memahami ilmu pengetahuan. Dampak digitalisasi juga menggeser posisi kehadiran buku-buku yang relevan dengan disiplin keilmuan akademik.
ADVERTISEMENT
Padahal buku menjadi sarana alternatif bagi seseorang untuk menggali, menemukan dan mempertanjam nalar kritis terhadap objek yang diamati dan dipelajari. Sumber belajar tersebut banyak dijumpai di swalayan, toko buku baik secara offline maupun online. Namun hal itu hanyalah hiasan dinding yang tak kunjung di miliki dan diminati oleh sebagian insan pendidikan.
Sehubungan dengan hal dimaksud, melihat dan menyaksikan kebijakan pemerintah melalui mendidasmen. Dunia pendidikan telah mengalami lompatan perubahan kebijakan grand design kurikulum dari kurikulum merdeka belajar dengan berbagai atribut di dalamnya perlahan diberlakukan deep learning sebagai model pembelajaran dirasa paling tepat dalam menumbuhkan karakter siswa. Dimana siswa dianggap turut andil memberikan kontribusi nyata dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas.
ADVERTISEMENT
Tak cukup sampai disitu, pemerintah juga memberlakukan ujian nasional sempat mandek pada periode sebelumnya, walaupun menuai pro-kontra di kalangan masyarakat. Namun sebagian besar publik mendukung gagasan dimaksud sebagai upaya untuk memproteksi kesungguhan dan kepedulian siswa terhadap budaya belajar.
Kemudian sistem zonasi merekrut siswa baru masuk jenjang persekolahan diberlakukan pada periode sebelumnya masi dipakai rezim saat ini walaupun sedikit perubahan nomenklatur tapi subtansinya sama. Padahal kebijakan itu juga menuai perdebatan publik, namun pemerintah tetap bersikukuh untuk memberlakukan kebijakan dimaksud dengan alasan tertentu. Selain itu sistem penjurusan mata pelajaran tingkat SMA dan sederajat sempat stagnan pada era sebelumnya, diinisiasi pemerintah saat ini untuk diterapkan kembali dengan berbagai pertimbangan akademik. Hal itu dilakukan untuk menjawab kondisi ketimpangan sumber daya manusia pada dunia kerja. Semua terobosan yang sebutkan menjadi ikhtiar dalam memperbaiki kualitas pendidikan di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Namun perlu diingat, membangun negara sebesar ini, tak hanya mengandalkan kecakapan intelektual semata, tapi kecakapan moralitas atau spritual menjadi skala prioritas untuk diperhitungkan melalui pengalokasian waktu pembelajaran harus maksimal. Terutama mata pelajaran yang berkaitan dengan pembinaan moral dan keagamaan dibekali secara intens. Namun itu semua diperlukan keterlibatan pemangku kepentingan sebagai pengambil kebijakan, guru, orang tua dan lingkungan yang mendukung menjadi faktor utama mewujudkan generasi bangsa yang unggul baik dari sisi akhlak maupun intelektual.
Selain hal dimaksud guru honorer yang mengabdi puluhan tahun di setiap institusi pendidikan di daerah pedalaman terutama daerah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar) dengan gaji apa adanya, keterbatasan sarana prasarana belajar belum memadai, penyediaan pasokan listrik yang terbatas serta status mereka belum sepenuhnya diakomodir untuk menjadi aparatur sipil negara menjadi momok yang membingungkan bagi pihak tertentu. Padahal mereka sama-sama generasi bangsa yang turut andil memberikan atensi dan kontribusi nyata dalam mencerdaskan generasi bangsa.
ADVERTISEMENT
Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN merupakan amanat konstitusi dapat didistribusikan pada semua jenjang tak mengenal skat² sosial dan geografis wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, semua mendapat hak yang sama. Saatnya pemerintah melakukan pembenahan dan perbaikan sistem kebijakan politik anggaran yang berorientasi pada pemenuhan kesejahteraan insan pendidikan dengan tak melakukan efesiensi atau pemotongan anggaran pendidikan, sehingga keluh kesah sebagai mana di sebutkan dalam beberapa butir ulasan kritis pada statemen sebelumnya dapat diperbaiki sebagai upaya menyongsong generasi emas tahun 2045 satu abad seratus tahun arah perjalanan bangsa ini menjadi pelita harapan menerangi lorong kebodohan dan keterbelakangan.