Menjadi Petugas KPPS Pemilu Serentak Itu Berat, Cukup Sekali Saja

Harris Maulana
menulislah apa saja yang kamu ketahui, karena tidak semua orang tentu tahu akan hal tersebut. #temankumparan
Konten dari Pengguna
29 April 2019 11:18 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harris Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Surat Suara Foto: Antara/Darwin Fatir
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Surat Suara Foto: Antara/Darwin Fatir
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Waktu menunjukkan pukul 06.30 ketika saya dan rekan-rekan petugas KPPS sudah berkumpul di TPS 49 untuk melakukan hajatan nasional terbesar, yaitu pemilu serentak 2019. 17 April 2019, waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Rasanya hampir semua orang menantikan datangnya hari itu. Mulai dari rakyat jelata sampai elite-elite politik yang mendaftarkan diri menjadi caleg dan capres.
ADVERTISEMENT
Setelah semua siap, sebelum dimulainya acara kami bersumpah di hadapan para hadirin dan saksi bahwa kami akan menjalankan tugas dengan benar, sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Di antara kami, tidak ada niat untuk berbuat curang. Kami saling mengingatkan dan menegur jika ada sesuatu hal di luar kewajaran.
Saya bertugas sebagai KPPS 5. Tugasnya seperti pagar bagus kalau ada hajatan. Menyambut tamu dan check list apakah yang mendaftar namanya sudah ada dalam DPT. Jika ada, bisa langsung menunggu untuk dipanggil giliran mencoblos. Jika tidak ada di daftar namun mereka merupakan warga setempat, silakan menunggu sampai pukul 12.00 untuk menunggu giliran mencoblos sesuai dengan peraturan.
Mulai dari pukul 08.00 ketika TPS dibuka, masyarakat sangat antusias berdatangan. Sampai pukul 10.30, pendaftar datang tanpa jeda. Bahkan, di antaranya ada yang rela berdiri sambil menunggu panggilan. Kami mencatat dari 234 DPT, yang hadir ke TPS mencapai 207 orang. Jadi, sekitar 88 persen menggunakan hak pilihnya. Luar biasa.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pukul 13.00 pendaftaran kami tutup. Tahap pertama sudah selesai. Kami istirahat terlebih dahulu sambil menyantap makan siang nasi padang, yang disumbangkan oleh warga. Sebenarnya, panitia juga sudah menyiapkan makan siang, namun rasanya nasi padang ini kok lebih nendang, ya. Satu bungkus habis semua sampai nangka-nangkanya.
Setelah istirahat, kami mulai penghitungan suara, dimulai dari calon presiden-wakil presiden. Saya memilih untuk check list di papan form C-1. Kurang lebih satu jam selesai. Lalu, dilanjut dengan calon DPR RI. Ini penghitungannya agak ribet. 20 partai harus ditempelkan di dinding, dan kita harus jeli memperhatikan nama caleg setiap partai.
Saya sampai hafal urutan-urutan nomor partainya. Pukul 16.00 penghitungan ini selesai. Sebelum magrib kami targetkan selesai satu penghitungan lagi, yaitu DPD RI. Ini simpel, namun agak ribet ketika menempatkan surat suara setiap nama, karena harus ada penempatannya. Alhamdulillah menjelang magrib 3 jenis surat suara sudah selesai.
ADVERTISEMENT
Kalau kerja kantoran, seharusnya kita sudah selesai. Namun karena masih ada 2 surat suara lagi, terpaksa kita harus lembur. Kita putuskan istirahat agak panjang dari magrib sampai isya. Mandi, kemudian lanjut makan malam. Pukul 19.30, penghitungan DPRD Provinsi dimulai.
Belum setengah jalan, tiba-tiba mati listrik. Ya Tuhan, PLN kok enggak antisipasi dengan adanya acara penting ini. Untuk kita punya genset, hingga akhirnya bisa melakukan penghitungan lagi setelah jeda 30 menit karena menyiapkan genset. Target selesai jadi meleset hingga pukul 22.30.
Saat itu, kondisinya, tenaga sudah benar-benar terkuras. Mata sudah lelah. Kopi rasanya sudah tidak mempan. Konsentrasi juga sudah mulai buyar. Bukan hanya petugas, para saksi pun sudah mulai kepayahan. Kami mulai bergantian untuk beristirahat. Saya sempatkan tidur 10 menit. Biasanya, badan akan kembali bugar asal sempat tidur sejenak.
ADVERTISEMENT
Penghitungan DPRD Kota dimulai pukul 23.00. Rumitnya hampir sama. Selesai dalam waktu 1,5 jam. Hari sudah berganti menjadi 18 April 2019. Sudah ramai orang membicarakan hasil quick count. Namun kami tidak peduli. Terus melakukan rekap berbagai formulir dan puluhan tanda tangan yang harus kami bubuhi.
Tepat pukul 02.00 seluruh rekapitulasi sudah selesai. Semua berkas sudah kembali masuk ke kotaknya masing-masing dan kami kunci kembali. Semua sudah kembali tersegel. Tugas terakhir adalah mengantarkan kembali kotak-kotak suara itu ke kelurahan. Saya sendiri yang mengambil kemudi, ditemani ketua KPPS dan petugas keamanan.
Ternyata, dari seluruh TPS di Kelurahan Bubulak, kami urutan ketiga yang datang ke kelurahan. Bisa dibayangkan jam berapa mereka setor. Saya mendengar ada yang sampai subuh baru selesai.
ADVERTISEMENT
Ini adalah ketiga kalinya saya menjadi petugas KPPS. Sebelumnya, pernah menjadi petugas di tahun 2014 saat pilpres dan 2018 saat pilgub dan wali kota. Bukannya hobi ya, tapi jika menyangkut tugas negara, rasanya berat untuk menolak. Bukankah dulu doa orang tua yang diucapkan adalah semoga menjadi anak yang saleh dan berbakti pada orang tua, negara, dan agama.
Meski sudah ketiga kalinya, menjadi petugas KPPS kali ini merupakan yang terberat dibanding sebelumnya. Bayangkan, yang biasanya menghitung 1-2 surat suara, sekarang menjadi 5 surat suara. Bekerja nonsetop dari pukul 6.30 sampai dini hari.
Saya juga merasakan apa yang dialami oleh rekan-rekan KPPS lain. Di antaranya banyak yang sakit bahkan banyak juga yang meninggal dunia, sampai ratusan orang. Hal ini disebabkan oleh beban kerja dan tanggung jawab yang begitu berat. Kita tidak bisa tiba-tiba pulang karena lelah, lalu meninggalkan TPS begitu saja. Tidak bisa, karena harus diselesaikan sampai tuntas.
ADVERTISEMENT
Rasanya cukup sekali ini saja penyelenggaraan pemilu serentak seperti ini. Perlu evaluasi yang mendalam untuk penyelenggaraan ke depan. Termasuk melakukan e-vote yang lebih simpel dan praktis.
Nantinya mungkin bisa dibagi menjadi pilpres, pemilihan DPR-RI, dan pemilihan DPD. Dua tahun berselang gantian menjadi pilgub, pilwalkot, pilbup, serta pemilihan DPRD Provinsi dan daerah. Yang seperti itu menurut saya akan lebih ideal.
Dan satu lagi yang ingin saya tekankan. Gema kecurangan pemilu begitu santer didengungkan.
Itu pun bisa dilakukan coblos ulang. Beberapa daerah sudah melakukannya. Sebaiknya saat ini kita menahan diri. Boleh tidak percaya dengan hasil quick count. Namun, mari kita tunggu hasil penghitungan manual dari KPU, yang akan diumumkan tanggal 22 Mei 2019. Itu penghitungan manual ya, bukan hasil real count dari website KPU. Jadi benar-benar penghitungan satu per satu yang jauh dari hacker yang bisa disusupi secara online.
ADVERTISEMENT