Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Belajar E-KTP dari Mesir
1 Desember 2019 17:50 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari HS Syafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat di Indonesia pemberitaan media ramai oleh isu mengenai skandal e-KTP, ternyata Mesir telah mengenal e-KTP.
ADVERTISEMENT
Meski belum sepenuhnya digital, di Mesir, pencatatan nomer kependudukan setidaknya lebih rapi dan terintegrasi dengan baik.
Kesimpulan ini semakin mantap ketika saya dan teman teman KBRI Cairo menjadi pemantau pada pemilu parlemen Mesir di penghujung tahun 2015. Sebagai entitas kedutaan, KBRI Cairo mendapatkan kesempatan menjadi pemantau pileg yang diselenggarakan secara nasional.
Dalam kesempatan mengunjungi beberapa TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang menggunakan gedung sekolah. Saya melihat beberapa card reader (pembaca kartu), dipasang di gerbang sekolah. Sebelum pemilih mencoblos di TPS yang ditetapkan, semuanya harus menyerahkan KTP untuk discan. Dari situ, data pemilih akan muncul dan ketahuan harus mencoblos di TPS mana. Satu sekolah biasanya dibagi menjadi beberapa TPS.
Bahkan menurut petugas di TPS, data pemilih langsung terbaca dan masuk dalam sistem tabulasi di KPU Mesir.
ADVERTISEMENT
Meski kontroversi soal DPT (Daftar Pemilih Tetap) juga menjadi isu di Mesir, namun tidak berlarut larut seperti di Indonesia.
Poin saya bukan pada penyelenggaraan pemilunya, yang menurut saya Indonesia jauh lebih baik, tapi pada penggunaan e-KTP sebagai penunjang pelaksanaan pemilu.
Di Indonesia, e-KTP belum berfungsi maksimal, sebatas hanya alat konfirmasi bahwa benar yang mencoblos punya KTP yang valid.
Sementara di Mesir, e-KTP sudah digunakan lebih maksimal, setidaknya bisa langsung terintegrasi dengan data di KPU Mesir.
Saya coba mengurai dimana sebenarnya masalahnya. Setidaknya ketemu satu benang merahnya. Di Mesir, instansi yang bertugas mengolah dan mengeluarkan semua dokumen kependudukan berada di bawah satu atap Kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
ADVERTISEMENT
Coba kita urutkan dari awal. Baru lahir, dicatatkan di Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil) setempat, kemudian versi cetaknya bisa diambil kantor polisi. Loh, kok kantor polisi?. Karena Dukcapil dan Polisi di bawah Kemendagri.
Mau bikin paspor, harus ke imigrasi, dan imigrasi di bawah Kemendagri.
Mau bikin SIM, ke kantor polisi, lagi lagi di bawah Kemendagri.
Meski kantor dukcapil, polisi dan imigrasi jauh lebih sederhana dibanding di Indonesia, dan terkesan serba manual. Namun data mereka saling terintegrasi karena berada dalam satu institusi. Secara sederhana, database-nya sama.
Mungkin ini yang membuat pencatatan kependudukan di Mesir yang sudah pakai e-KTP itu lebih rapi. Tidak tumpang tindih antara satu dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Beda dengan di Indonesia, dimana satu kementerian punya data masing masing. Database KTP tentu beda dengan database paspor karena satu dikelola oleh Kemendagri dan yang satu oleh Kemenkumham.
Jadi mungkin, ada baiknya kita menyamakan dan mengintegrasikan data base terlebih dahulu, sebelum loncat ke pengadaan alat alat pembuatan e-KTP yang belakangan punya persoalan tersendiri. Kadang blankonya habis, kameranya rusak, situsnya belum tersambung dan alasan alasan lainnya.
Intinya, kita perlu melakukan sinkronisasi database terlebih dahulu, baru ke alat penunjangnya. Bukan sebaliknya.
Setelah sumber datanya saling terintegrasi. Barulah program e-KTP bisa lancar.
Mudah-mudahan ke depan kita punya e-KTP yang benar benar bisa bermanfaat untuk masyarakat.