Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Erupsi Emosi Rakyat Malang
16 Maret 2024 22:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Haryo aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Erupsi secara biologis merupakan aktivitas dari gunung berapi dalam bentuk letusan gunung atau semburan minyak atau uap panas. Penggunaan kata erupsi pada tulisan demokrasi ini digunakan dengan artian meledaknya emosi rakyat yang malang melihat demokrasi yang sudah bobrok pada era ini. Jiwa-jiwa rakyat merasa kehilangan akan hak politiknya ruhnya dalam mengekspresikan diri mereka, ruh-ruh itu datang dan demonstrasi dalam satu mimpi yakni demokratisasi yang ideal. Kebebasan pers dirampas, suara rakyat diberangus, paling parah hukum di “orak-arik” seperti telur yang dihancurkan dalam sebuah wajan. Dengan fenomena-fenomena itulah, rakyat yang nasibnya kurang beruntung “rakyat malang” mulai emosi dan memandang kecacatan demokrasi negara kita yang secara tidak langsung sudah terbentuk dengan sedemikan rupa ini. Rakyat-rakyat berteriak tapi dalam hati kenapa? Rakyat takut oleh menteri-menteri dan pejabat pemerintah yang sudah mulai menjilat makanan itu – betul makanan itu adalah kepentingan mereka pemilik kekuasaan yang takut kekuasaan mereka itu hilang.
Pada hari itu seorang bapak berpura-pura teguh kepada anaknya di pagi hari sebelum anaknya berangkat sekolah karena dompet ayah itu kelaparan. Teh manis panas yang disuguhkan pagi itu yang dibuat oleh ibunya seolah berkata “maaf nak, nasib ayah belum baik hari ini maka yang pantas disalahkan adalah penguasa yang tidak mengutamakan rakyat miskin dalam perjuangannya, tetapi mereka mendahulukan kepentingan kelompok-kelompok politik mereka”. Nampaknya tidak sampai disitu, dompet yang kelaparan itu berteriak terlalu keras sehingga terdengar oleh ibu dan ibu berkata “pak, walaupun penguasa saat ini kejam tetapi kepentingan kita juga harus tercapai yakni anak kita harus bahagia”. Kebijakan penguasa saat ini membuat keadaan keluarga-keluarga yang malang di Indonesia mencekam setiap pagi, dengan keadaan ini masyarakat meledakkan kondisi itu dalam sebuah harapan. Harapan perbaikan demokrasi Indonesia terus ada di khalayak rakyat karena kebobrokan demokrasi ini membuat tangisan-tangisan baru dalam keluarga-keluarga.Sejak tahun 2021 demokrasi di negara kita sudah mengalami penurunan demokrasi yang signifikan dinilai oleh kebebasan sipil, pluralisme, dan fungsi pemerintahan. Penurunan demokrasi di negara ini merupakan pertanda bahwa sistem pemerintah Indonesia mulai mengarah ke sistem otokrasi. Pemerintah mulai menangkap para aktivis, suara rakyat dibungkam melalui undang-undang dan paling menyedihkan check and balance dalam sistem politik kita tidak berjalan dengan perdagangan kursi pemerintahan ke partai-partai oposisi pemerintah. Pemerintah tidak lagi objektif dalam menjalankan mandat dari rakyat, tetapi semua dikendalikan oleh kepentingan dan cawe-cawe di dalamnya. Pelemahan partai-partai semakin nyata, penjilatan kepada makanan itu semakin parah, masyarakat dikendalikan oleh uang-uang dari partai menuju Pemilu. Ketakutan yang amat sangat membuat teknokrasi tidak terwujud dan para teknokrat memendam kemampuan mereka karena hanya merekalah yang paling tulus dan tidak memiliki kepentingan dalam politik.
ADVERTISEMENT
Baru saja penulis membaca mengenai budaya demokrasi. Tahukah anda bagaimana budaya demokrasi Indonesia? Ya demokrasi Indonesia adalah demokrasi langsung tapi apakah saudara-saudari merasakan itu?. Budaya demokrasi langsung memang betul adalah budaya demokrasi kita, tetapi apakah bisa se-langsung itu kita dengan pemerintah maupun calon-calon legislatif atau calon presiden dan wakil presiden. Masyarakat merasa partai politik hanyalah kendaraan kepentingan dan rakyat merupakan stasiun persinggahan untuk menuju tujuan utama mereka dalam memenuhi kepentingan kelompok mereka. Penulis mencoba merefleksikan dengan tulisan dalam buku etika nikomakea yakni “Lingkup dari apa yang mulia dan apa yang adil, yang diamati dalam ilmu politik, bisa jadi sangat beragam dan bervariasi, sehingga sepertinya lingkup-lingkup tersebut ada karena semata-mata kesepakatan dan bukan ada secara ilmiah.” Untuk mencapai kesepakatan itu mereka disumpah demi kepercayaan rakyat dan berharap mereka dikultuskan untuk bisa mencapai kesepakatan yang berpihak kepada rakyat yang malang.
ADVERTISEMENT
Harapan-harapan terhadap demokrasi itu masih ada, seruan perlawanan terhadap ketidakadilan selalu dilantangkan, dan yang paling penting kritisasi mahasiswa selalu membersamai. Layaknya gunung yang bisa erupsi secara tiba-tiba, rakyat juga bisa melawan rezim ini secara sistematis dan progresif. Bangsa kita terlahir sebagai bangsa yang plural dan revolusioner. Kelahiran bangsa kita ini melalui proses yang panjang yang diperjuangkan oleh the founding person yakni tokoh-tokoh pada awal kemerdekaan. Jika banyak keluarga yang menjerit karena prosesi demokrasi yang mengalami kecacatan ini tidak lain dan tidak bukan perlawanan harus terus berlanjut. Anak-anak yang menjadi harapan bangsa ini harus mendalami pendidikan demokrasi dan kita sebagai manusia hak-haknya harus dilindungi oleh negara. Dalam 3 tahun belakangan ini demokrasi indonesia mengalami kecacatan dan mengarah kepada sistem pemerintahan otokrasi yang sangat berbahaya. Aktivis mulai diancam, media mulai dikendalikan, dan paling parah lembaga yudikatif sudah menjadi restoran tempat makan keluarga dan didalamnya ada angan-angan sebuah keluarga yang lain untuk terus menguasai negeri ini. Berbeda nasib keluarga yang penulis sebut sebelumnya, keluarga dalam pemerintahan memiliki jaringan lebih luas dan tangan-tangan mereka tersebar ke seluruh negara kita ini. Pada hal ini kepentingan berbagai kelompok mulai membentuk cluster-cluster dalam proses perancangan kebijakan. Di lain sisi kepentingan-kepentingan sebuah kelompok juga bersinggungan dengan kelompok yang lain. Kesejahteraan rakyat dalam bentuk kebebasan berpendapat harus selalu ada demi terjadinya check and balances pada pemerintahan. Penulis mengutip pendapat Aristoteles yakni “Pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ilmu politik akan terbukti sangat berguna bagi mereka yang mengikuti akal baik dalam menentukan hasrat mereka maupun dalam berbuat.”
ADVERTISEMENT