Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Parpol Masuk Pilkades: Demokrasi Desa dalam Persimpangan
2 November 2024 18:06 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Junet Hariyo Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Usulan untuk melibatkan partai politik (parpol) secara resmi dalam pemilihan kepala desa (pilkades) menimbulkan kekhawatiran baru tentang arah demokrasi desa di Indonesia. Meskipun parpol telah lama terlibat secara informal dalam mendukung calon kepala desa, gagasan untuk melegitimasi keterlibatan mereka sebagai langkah resmi dalam pilkades menciptakan perdebatan tentang manfaat dan risiko dari pendekatan ini. Parpol dapat menawarkan stabilitas dan sumber daya, namun keberadaan mereka yang resmi di ranah pilkades dikhawatirkan akan merusak prinsip independensi demokrasi desa serta meningkatkan risiko konflik sosial.
ADVERTISEMENT
Mengapa Parpol Dilibatkan di Pilkades?
Peran parpol dalam pilkades sejatinya bukanlah hal baru. Di berbagai desa, dukungan parpol sering kali terlihat dalam bentuk dukungan tidak resmi kepada calon-calon kepala desa, hingga muncul istilah seperti “partai nangka” atau “partai pepaya” yang menandakan adanya pengaruh politik di desa. Fenomena ini menimbulkan anggapan bahwa daripada hanya membiarkan dukungan parpol berlangsung di balik layar, sebaiknya keterlibatan mereka dilegalkan agar lebih mudah diawasi. Namun, gagasan untuk mengesahkan parpol dalam pilkades mengandung risiko serius bagi demokrasi desa.
Secara kontekstual, pilkades berbeda dengan pemilihan pada tingkat yang lebih tinggi seperti kabupaten atau provinsi, yang mengandalkan jaringan parpol untuk memobilisasi dukungan. Pilkades sering kali dijalankan dengan pendekatan sederhana, di mana calon-calon kepala desa bersaing berdasarkan kepercayaan masyarakat dan rekam jejak pribadi, bukan melalui dukungan partai. Oleh karena itu, melegitimasi peran parpol dalam pilkades dapat berpotensi menambah kompleksitas dan mengganggu prinsip demokrasi desa yang selama ini didasarkan pada independensi dan kedekatan calon dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam Pilkades dan Relevansi Parpol
Dalam beberapa kasus, kekerasan yang mewarnai proses pilkades dijadikan alasan untuk melibatkan parpol. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Ahmad Doli Kurnia, menilai bahwa peran resmi parpol dapat membantu mencegah brutalitas dalam pilkades. Sebagai ilustrasi, pada 2019 terjadi insiden kekerasan dalam pilkades di Sampang, Madura, yang berakhir tragis dengan dua orang tewas akibat bentrokan antarpendukung calon kepala desa. Kasus serupa juga ditemukan di Bekasi dan Garut, di mana pilkades memicu konflik yang menyebabkan kerusakan fasilitas umum dan ketegangan di masyarakat.
Namun, kekerasan dalam pilkades sering kali lebih disebabkan oleh faktor-faktor lokal seperti patronase, persaingan lama, dan fanatisme pendukung, yang tidak semata-mata dapat diatasi dengan melibatkan parpol. Kehadiran parpol dalam pilkades justru bisa memperbesar ketegangan, terutama ketika ada kepentingan nasional yang mempengaruhi ranah politik lokal. Pendekatan ini bisa jadi kontraproduktif, karena partai yang membawa agenda besar mungkin tidak relevan dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat desa.
ADVERTISEMENT
Implikasi terhadap Kemandirian Kepala Desa sesuai Undang-Undang Desa
Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 menegaskan pentingnya kepala desa bebas dari afiliasi politik. Pasal 29 huruf g menyebutkan bahwa kepala desa tidak boleh menjadi pengurus parpol, aturan yang bertujuan untuk menjaga agar kepala desa tidak terikat pada kepentingan politik yang bisa menghambat layanan masyarakat. Jika keterlibatan parpol dalam pilkades dilegalkan, kepala desa yang berafiliasi dengan parpol berpotensi berada dalam konflik kepentingan antara menjalankan agenda partai dan melayani masyarakat.
Ketika kepala desa terkait dengan parpol, loyalitasnya pada masyarakat dapat tergantikan oleh keharusan memenuhi tuntutan partai. Kepala desa yang dipilih dengan dukungan parpol mungkin lebih mengutamakan kepentingan politik partainya, terutama jika parpol berpengaruh besar di desa. Situasi ini berisiko mengalihkan fokus kepala desa dari pelayanan kepada masyarakat, dan ini bertentangan dengan esensi pilkades sebagai sarana demokrasi desa yang independen.
ADVERTISEMENT
Dampak terhadap Demokrasi Desa
Demokrasi desa di Indonesia selama ini berkembang sebagai bentuk demokrasi yang dekat dengan akar rumput, mencerminkan prinsip otonomi yang memungkinkan warga desa memilih pemimpin berdasarkan karakter, kinerja, dan hubungan dengan masyarakat. Pada dasarnya, pilkades telah berjalan sebagai proses inklusif yang sederhana dan efektif. Namun, ketika parpol turut dilibatkan secara resmi, mekanisme pilkades berpotensi bergeser menjadi kompetisi politik yang lebih kompleks, di mana agenda partai dapat mengesampingkan prioritas masyarakat.
Loyalitas masyarakat desa yang umumnya terpusat pada tokoh-tokoh atau kelompok tertentu tanpa afiliasi dengan parpol justru menjadi kekuatan tersendiri dalam demokrasi desa. Namun, dengan adanya parpol, rivalitas yang tidak sehat dapat muncul di antara pendukung calon, yang berpotensi meningkatkan ketegangan sosial. Kehadiran parpol di pilkades dikhawatirkan mengubah proses demokrasi desa dari fokus pada kepentingan masyarakat menjadi sekadar ajang persaingan partai. Dampaknya dapat berupa meningkatnya konflik sosial, bahkan perpecahan di dalam masyarakat desa.
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, kehadiran parpol di pilkades berpotensi mengurangi kualitas demokrasi desa yang seharusnya inklusif. Dengan adanya dukungan parpol, pilkades bisa berubah menjadi ajang politik yang lebih rumit, dengan potensi konflik kepentingan yang lebih besar. Masyarakat desa bisa merasa tertekan untuk memilih calon yang didukung oleh parpol daripada calon yang mereka percayai. Hal ini berisiko mengurangi integritas pilkades sebagai wadah aspirasi masyarakat desa yang bebas dan murni.
Penguatan Regulasi dan Pengawasan Independen
Daripada memberikan peran resmi kepada parpol dalam pilkades, solusi yang lebih logis adalah memperbaiki regulasi teknis pilkades dan meningkatkan pengawasan. Pemerintah dapat mengimplementasikan regulasi yang lebih ketat dalam proses pilkades, termasuk pengawasan terhadap kampanye dan penerapan sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan. Selain itu, pengamanan yang memadai di setiap tahapan pilkades penting untuk memastikan bahwa proses pemilihan dapat berjalan damai tanpa tekanan politik yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Pengawasan dari lembaga netral dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi potensi kekerasan dan konflik dalam pilkades tanpa perlu melibatkan parpol. Kehadiran pengawas independen memungkinkan pelaksanaan pilkades secara damai, dengan fokus utama pada kualitas calon dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat desa. Dengan demikian, demokrasi desa dapat terjaga tanpa campur tangan parpol yang berisiko membawa kepentingan politik luar ke dalam konteks lokal.
Menjaga Demokrasi Desa dari Tekanan Politik
Pilkades seharusnya tetap menjadi mekanisme demokrasi yang murni dan mandiri. Kepala desa adalah simbol dari otonomi desa, yang sebaiknya tetap dekat dengan masyarakat tanpa terikat oleh kepentingan politik luar. Mengintegrasikan parpol ke dalam pilkades justru dapat dilihat sebagai kemunduran dalam pembangunan demokrasi desa. Parpol, dengan berbagai kepentingannya, sebaiknya tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat desa hanya untuk meraih kekuasaan politik di tingkat lokal.
ADVERTISEMENT
Sebelum mengambil keputusan untuk melibatkan parpol dalam pilkades, DPR dan pemerintah perlu mempertimbangkan dampaknya bagi demokrasi desa dalam jangka panjang. Pilkades sebagai bentuk demokrasi di tingkat desa hendaknya tetap menjadi proses yang inklusif, sederhana, dan terbebas dari tekanan politik luar. Jika keterlibatan parpol dalam pilkades tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan memicu konflik baru, memperburuk situasi sosial, dan melemahkan posisi kepala desa sebagai pelayan masyarakat.
Masyarakat desa yang memiliki hak untuk menentukan pemimpinnya berhak pula mempertahankan prinsip demokrasi desa yang bebas dari kepentingan luar. Menjaga agar pilkades tetap berjalan murni dan jujur adalah kunci agar desa bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan mereka. Apakah keterlibatan resmi parpol memang diperlukan dalam proses ini, atau lebih baik mempertahankan demokrasi desa dengan memperkuat regulasi tanpa campur tangan partai?
ADVERTISEMENT