Konten dari Pengguna

Belajar dan Bermain di Imaji Academy Rimba Watukebo

Haryo Pamungkas
Majnun yang mencariMu. Mahasiswa FEB Universitas Jember dan asisten bidang IT dan Publikasi Imaji Sociopreneur.
2 November 2021 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haryo Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gunawan dan anak-anak mengenakan baju tie dye hasil karya mereka. Foto: Haryo Pamungkas
zoom-in-whitePerbesar
Gunawan dan anak-anak mengenakan baju tie dye hasil karya mereka. Foto: Haryo Pamungkas
ADVERTISEMENT
Sekitar tiga puluh kilometer menuju selatan dari alun-alun Kabupaten Jember, Jawa Timur, tepatnya di Dusun Watukebo, Desa Andongsari, Kecamatan Ambulu, Gunawan menyulap halaman belakang rumahnya menjadi “Omah Rimba”. Tempat bermain dan belajar bagi anak-anak di sekitar lingkungannya itu dirintisnya sejak 2012.
ADVERTISEMENT
Untuk menuju ke sana, dapat ditempuh dengan perjalanan bermotor sekitar 45 menit dari kota. Berkendaralah mengambil arah selatan, menuju arah Pantai Watu Ulo. Namun, lelahnya perjalanan akan terbayar dengan suasana dan keramahan yang disuguhkan. Kopi, teh serai, beragam jajanan tradisional, dan tawa anak-anak seakan sengaja disuguhkan untuk mengganti lelah perjalanan.
Mengusung konsep alam dan rimba, suasana di sana benar-benar sejuk dan asri. Sejumlah pohon terpacak gagah dan terawat. Seringkali pula, angin berembus dan menggerakkan dedaunan, seolah mengiringi tingkah dan tawa anak-anak yang sedang bermain dan belajar.
Gunawan mengatakan, tujuannya mendirikan Omah Rimba tak muluk, yakni hanya ingin menitipkan “kenangan” kepada anak-anak. Sekaligus, mengembalikan fase anak-anak sebagai sesuatu yang menyenangkan dan berdekatan dengan alam.
ADVERTISEMENT
“Nanti ketika dewasa, hal-hal seperti inilah yang bisa jadi mereka rindukan. Selain itu, saya juga ingin mengembalikan fase anak-anak sebagai sesuatu yang menyenangkan dan dekat dengan alam,” ujarnya. Sebab, tambahnya, dewasa ini banyak anak-anak yang cenderung tidak mengalami fase anak-anak yang ‘murni’.
“Apa yang dimainkan anak-anak hari ini kan dapat dibilang belum sepenuhnya dibutuhkan. Banyak sekali konten, tayangan, dan gim gawai yang minim sekali sisi edukasinya,” tuturnya.
Raya (13) menuangkan warna ke kain. Foto: Haryo Pamungkas.
Sejak Juli 2021, pihaknya pun berkolaborasi dengan Imaji Sociopreneur dan Yayasan Mimpi Indonesia dan membentuk pendidikan minat & bakat anak Imaji Academy Omah Rimba. Hasilnya, sejumlah kelas minat & bakat anak pun ditambahkan, seperti literasi, sociopreneur, dan baca, tulis, serta hitung.
Kemarin, Minggu (31/10) saat dikunjungi di Imaji Academy Omah Rimba, anak-anak yang tergabung dalam kelas “sociopreneur” tampak antusias belajar membuat tie dye. Didampingi tutor sociopreneur Ilbana, keriangan anak-anak benar-benar menyebarkan energi positif. Secara bergantian, mereka menuangkan warna-warna di atas kain. Berkreasi seturut imajinasinya.
ADVERTISEMENT
“Fokusnya bukan pada hasil karya mereka, tetapi proses pembuatannya,” ujar perempuan 23 tahun itu. Ke depan, lanjutnya, mengusung konsep sociopreneur, ia pun berencana mengajak anak-anak untuk mendaur ulang kaos bekas menggunakan metode tie dye.
Tutor sociopreneur Ilbana mendampingi anak-anak membuat tie dye. Foto: Haryo Pamungkas.
“Nanti hasilnya bisa kita pamerkan, jual, bahkan sumbangkan, dengan begitu anak-anak juga belajar untuk berbagi. Sebab, kami juga ingin memupuk empati dan jiwa sosial sejak dini,” tambahnya.
Senada dengan Ilbana, Gunawan yang turut mendampingi proses berkreasi anak-anak pagi itu pun sepenuhnya mendukung. Melalui berkreasi dengan metode tie dye, ujarnya, dapat pula melatih bahkan membebaskan imajinasi anak-anak.
“Ini kita tidak bicara soal hasilnya ya, itu persoalan lain. Proses membuat tie dye ibarat membangun warna dalam diri anak, mereka menyentuh, memahami, dan menyatu dengan warna itu kemudian menggubahnya menjadi sebuah karya. Di sinilah nilai pentingnya,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Pembelajara minat & bakat di sana dilaksanakan setiap akhir pekan. Dengan begitu, tidak mengganggu waktu sekolah formal anak-anak. Namun, setiap Senin-Jumat, Ani, istri Gunawan turut membuka les pelajaran formal bagi anak-anak.
Di sana, jauh dari hiruk-pikuk kota, ada yang sedang mengupayakan sesuatu yang besar bagi pendidikan anak-anak. Besar dan amat bernilai. (*)