I-LINK: Upaya Mengubah Sampah Jadi Berkah

Haryo Pamungkas
Majnun yang mencariMu. Mahasiswa FEB Universitas Jember dan asisten bidang IT dan Publikasi Imaji Sociopreneur.
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2021 13:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haryo Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Proses penimbangan sampah nasabah Bank Sampah Imaji Lingkungan di Desa Bagon, Puger, Jember. Foto: Haryo Pamungkas.
zoom-in-whitePerbesar
Proses penimbangan sampah nasabah Bank Sampah Imaji Lingkungan di Desa Bagon, Puger, Jember. Foto: Haryo Pamungkas.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peningkatan volume sampah kian hari kian mengkhawatirkan. Minimnya kesadaran masyarakat untuk memilah dan mengelolanya turut memperparah hal ini. Pada April 2020 lalu, National Plastic Action Partnership menyebut terdapat 67,2 juta ton sampah di Indonesia yang menumpuk saban tahun. 620 ribu ton di antaranya ditengarai mencemari sungai, danau, dan laut. Dari jumlah itu, 60-75 persen merupakan sampah jenis rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, sampah tak hanya mengancam pelestarian lingkungan, namun juga kehidupan manusia di masa depan. Di lain sisi, meningkatnya volume sampah menjadi keniscayaan seiring meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas manusia. Kuncinya, bagaimana kemudian melibatkan seluruh pihak untuk mengolah dan mengelolanya.
Berangkat dari kesadaran itu, Imaji Sociopreneur dan PT. Universal Tempu Rejo memprakarsai program ‘Imaji Lingkungan’ di 5 desa di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Berkolaborasi dengan sejumlah aktivis lingkungan dan perangkat desa, mereka berupaya mengedukasi masyarakat untuk sadar dan terlibat dalam proses pemilahan dan pengelolahan sampah melalui pendirian Bank Sampah Warga, Waste Lab, dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Asisten program lingkungan Imaji Sociopreneur Dona Rendra menyebut, edukasi pemilhan sampah rumah tangga menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan sampah yang kian mengancam.
ADVERTISEMENT
“Edukasi menjadi kunci, sampah harus dipilah sejak dari rumah tangga supaya tercipta konsep ekonomi silkular,” ujarnya. Kemarin (29/10) pihaknya juga telah melakukan collecting sampah rumah tangga terhadap lebih dari 100 nasabah Bank Sampah di bawah naungan program Imaji Lingkungan.
“Selain itu, kami juga berupaya mengubah stigma masyarakat terkait sampah, apabila dikelola dengan baik, sampah sebenarnya masih memiliki nilai, bahkan dapat menjadi alternative income bagi masyarakat,” terangnya.
Edukasi pemilahan sampah rumah tangga organik dan non-organik. Foto: Haryo Pamungkas.
Lebih lanjut, perempuan berusia 23 tahun itu menambahkan, pada dasarnya masyarakat sepakat bahwa sampah harus dikelola dengan baik.
“Namun pertanyaannya: apa yang didapat masyarakat setelah terlibat dalam proses pemilahan dan pengolahan itu? Maka, konsep kenasabahan pada Bank Sampah menjadi jawabannya. Sampah yang terkumpul nanti bisa ditukar dengan sembako dan bahan pokok lainnya. Akhirnya, sampah yang selama ini dianggap tidak bernilai dapat menjadi alternative income bagi masyarakat,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Ke depan, ia pun berharap makin banyak pihak yang terlibat dalam praktek pemilahan dan pengelolahan agar permasalahan sampah dapat benar-benar teratasi.
“Demi masa depan, masalah sampah ini tidak bisa diatasi sendiri-sendiri, harus ada kolaborasi dari semua pihak,” tuturnya.
Pencatatan jumlah sampah yang terkumpul saat proses collecting. Foto: Haryo Pamungkas.
Sementara itu, volume sampah di Kabupaten Jember termasuk cukup besar. Data Dinas Lingkungan Hidup pada 2017 menyebut Kabupaten Jember menghasilkan sampah rata-rata 803,55 meter kubik per hari. Jumlah ini menjadi yang terbesar dibanding Bondowoso, Banyuwangi, dan Lumajang yang masing-masing menghasilkan sampah rata-rata 173 meter kubik, 218 meter kubik, dan 293 meter kubik per hari. (*)