Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Semarak Hari Santri Nasional di Ponpes At Tanwir: Literasi, Santri, dan Kopi
23 Oktober 2021 15:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Haryo Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada yang berbeda dari peringatan Hari Santri Nasional 2021 di Pondok Pesantren At-Tanwir Desa Slateng, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Jumat (22/10). Pasalnya, selain dimeriahkan dengan apel peringatan hari santri, juga diadakan launching produk ‘Pesantren Kopi’, Kedai Kopi & Literasi Raung, dan bulletin pondok ‘Lentera’.
ADVERTISEMENT
Kegiatan hasil kolaborasi Imaji Sociopreneur, Yayasan Mimpi Indonesia, dan Pondok Pesantren At-Tanwir ini bertujuan untuk menebarkan semangat literasi kepada santri sekaligus mengenalkan produk kopi Raung yang dikelola oleh pondok.
Ponpes At-Tanwir yang berada tepat di bawah Gunung Raung memang dikenal dengan sebutan ‘Pesantren Kopi’. Pasalnya, melalui potensi kopi inilah pengasuh pondok K.H Zainul Wasik mengelola dan mengasuh para santrinya.
Selain dibebaskan dari biaya pendidikan dan diberi bekal pemahaman ilmu agama, para santri juga dibekali dengan edukasi pengolahan kopi dari pembibitan hingga pengemasan. Dari hulu hingga hilir.
“Potensi kopi di sini sangat besar, jadi bagaimana ke depan potensi kopi ini bisa dikelola sendiri oleh masyarakat sekitar. Jadi sejak dini para santri sudah kami beri edukasi supaya ke depan bisa mengelola potensi wilayahnya sendiri,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kiai yang akrab disapa ‘Gus Danil’ inipun menceritakan bagaimana ‘kopi’ pada mulanya menjadi permasalahan utama dalam memperbaiki pendidikan masyarakat setempat. Bagaimana tidak, sebelum ponpes berdiri, anak-anak di sekitar lebih memilih untuk membantu orang tua mengelola kopi di lereng Raung ketimbang bersekolah.
“Dulu, sekitar 2006-2008 itu kopi bagi saya adalah monster, anak-anak di sini banyak yang lebih memilih bekerja mengelola kopi ketimbang sekolah. Kira-kira dari 100 anak, hanya satu yang tamat SMP,” kenangnya.
“Akhirnya dampaknya sangat signifikan. Potensi kopi yang besar tidak bisa dikelola oleh masyarakat yang akhirnya lebih memilih bekerja sebagai tenaga kasar di luar kota bahkan luar negeri,” jelasnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, kiai berusia 42 tahun inipun mulai menemukan titik terang. Ia mengubah sudut pandang tentang kopi dari masalah menjadi potensi. Hingga, akhirnya, potensi kopi dapat menunjang keberlangsungan pendidikan yang diupayakannya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, produk ‘Pesantren Kopi’ pun kini makin berkembang. Bekerja sama dengan Imaji Sociopreneur, ‘Pesantren Kopi’ kini mulai merambah ke pasar online melalui sejumlah marketplace dan Instagram.
Tukar Buku dengan Kopi
Mengusung konsep kedai kopi dan literasi, peresmian Kedai Literasi Raung merupakan ikhtiar bersama untuk memberikan akses buku bacaan terhadap para santri PP At-Tanwir. Menurut direktur Imaji Sociopreneur, Moch. Musta’Anul Khusni, akses dan distribusi buku merupakan permasalahan utama rendahnya minat baca anak Indonesia. Ia menampik faktor kesadaran dan hilangnya antusiasme anak terhadap buku.
“Justru masalahnya hanyalah satu: akses dan distribusi, bukan minat dan kesadaran. Buktinya, adik-adik santri di sini sangat antusias dengan dibukanya kedai literasi ini,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh ketua Yayasan Mimpi Indonesia, Sonia Nurdiansa. Menurutnya, ketimpangan akses, infrastuktur, dan distribusi bahan bacaan merupakan permasalahan utama dari rendahnya minat baca anak-anak di desa.
ADVERTISEMENT
“Antusiasme adik-adik santri terhadap buku sangat tinggi, masalahnya mereka minim akses bahan bacaan dan ruang untuk mengaktualisasikan karyanya,” terangnya.
Memang, antusiasme santri PP At-Tanwir dengan dibukanya kedai literasi bisa dibilang sangat tinggi. Mengindahkan terik mentari, mereka begitu antusias menghadiri peresmian kedai literasi dan buletin. Selain meresmikan buletin dan kedai literasi, para santri juga ditantang untuk berkreasi menggunakan kopi. Hasilnya benar-benar kreatif, sejumlah santri ada yang menggunakan biji kopi, ampas kopi, bahkan daun kopi untuk membuat lukisan.
Selain itu, guna terus memperkaya koleksi buku di kedai, pihak penyelenggara juga membuka donasi buku. Namun, bukan sekadar donasi, nantinya setiap donatur buku akan mendapatkan kopi ‘Pesantren Kopi’ sebagai gantinya. Hal ini, menurut Sonia, bertujuan agar konsep berbagi melibatkan kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
“Jadi, adik-adik bisa mendapatkan buku dan donatur bisa mendapatkan kopi yang diolah pondok, yakni ‘Pesantren Kopi’ sebagai gantinya,” tuturnya.
Acara ditutup dengan sesi ngopi bersama di bawah Gunung Raung. Suasana benar-benar syahdu, sesekali angin semilir berembus di antara obrolan santri, pengasuh, dan tamu undangan yang gayeng. Pagi itu, dari kejauhan Hyang Raung tampak tersenyum. (*)