Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kopi Agroforestri: Menuju Konservasi Sosial
2 Februari 2022 15:56 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Hasantoha Adnan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dari kelola rakyat menjadi kopi dunia
ADVERTISEMENT
Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan yang membawa nama Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai produsen kopi terbesar di dunia dengan produksi 636 ribu metric ton per-tahun (2018), di bawah Brasil (3,05 juta), Vietnam (1,75 juta) dan Kolombia (864 ribu).
ADVERTISEMENT
Sejak diperkenalkan VOC pada tahun 1696 melalui bibit kopi yang dibawa dari Malabar, India dan ditanam pertama kali di daerah sekitar Batavia dan Cirebon, tanaman kopi lalu menyebar hingga ke seluruh nusantara. Tahun 1720, dianggap sebagai awal mendunianya kopi dari Nusantara, dimana VOC berhasil membanjiri pasar Eropa dengan memperkenalkan varian Java yang mengungguli kopi Mocha dari Yaman.
Namun di 1876, terdapat penyakit tanaman yang menyerang tanaman kopi di Nusantara. Pasca rusaknya perkebunan kopi saat itu, Belanda mulai merevitalisasi perkebunan kopi dengan fokus di wilayah Jawa Timur dengan dataran yang lebih rendah. Kali ini mulai diperkenalkan jenis kopi robusta. Setelah Kemerdekaan, perusahaan dan perkebunan kopi dinasionalisasi. Sejak 1960an, kopi mulai bergeliat namun dengan pertumbuhan produksi yang sangat kecil. Geliat itu kian bergemuruh ketika 2016, Kopi Indonesia melanglang buana menjadi kopi dengan citarasa khas yang diakui dunia. Sebutlah beberapa komoditas kopi yang paling terkenal di antaranya kopi luwak, kopi Toraja, kopi Aceh, dan kopi Mandailing. Jenis kopi luwak mungkin menjadi jenis kopi paling terkenal. Prosesnya yang diekstrasi dari biji kopi pilihan yang telah melalui sistem pencernaan musang luwak Asia, mengalami proses fermentasi yang langka dan unik, sehingga kopi ini dipercaya memiliki rasa yang lebih kaya. Tak mengherankan jika kopi luwak dikenal sebagai kopi termahal di dunia.
Besarnya permintaan pasar dunia dan semakin diterimanya kopi di dalam negeri, kian memperluas produksi kopi. Kementerian Pertanian mencatat, produksi kopi pada tahun 2020 mencapai 753.491 ton yang barasal dari areal perkebunan kopi seluas 1,2 juta hektar dengan rata-rata kapasitas produksi kopi tanah air mencapai 806 kg/ha. Saat ini, produksi kopi Indonesia terdiri atas 72% jenis robusta, 27 arabika (27%) dan liberika (1%). Lahan kopi di tanah air mayoritas dikelola oleh petani kecil. Tercatat lebih dari 90% dari total perkebunan kopi dibudidayakan oleh para petani kecil dengan luasan antara 1-2 hektar.
ADVERTISEMENT
Sejumlah data statistik memperlihatkan bahwa neraca perdagangan kopi pada periode Januari-Juli 2020, baik biji kopi (coffee beans) maupun olahan mengalami surplus sebesar 670,03 juta dollar AS (BPS, 2020). Capaian inilah yang menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir kopi terbesar ke-7 dunia. Selain Selama kurun waktu 2008-2020, volume ekspor kopi Indonesia mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhanya berkisar rata-rata 4,5 persen per tahun. Di tahun 2020, volume ekspor kopi tercatat mencapai 379.354 ton dengan nilai USD 821.937.000 sedangkan volume impor mencapai 15.693 ton nilai USD 36.365.545.
Gambaran ini memperlihatkan betapa menggeliatnya bisnis kopi dan besarnya potensi kopi di Indonesia. Dalam kata sambutannya dalam Pembukaan kegiatan Pesona Kopi Agroforestri 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa kopi menjadi salah satu komoditas unggulan dari areal perhutanan social yang dikelola dengan pola wanatani. Program Perhutanan Social yang ditujukan untuk memberikan akses legal bagi masyarakat untuk turut mengelola kawasan hutan mempu menjadikan tanaman kopi, dengan sejarah panjangnya dan menjadi bagian penting tradisi masyarakat, menjadi sumber penghidupan melalui pola wanatani (agroforestry), khususnya small-holders agroforestry. Mereka mengelola tanaman kopi sebagai underneath cover, sehingga mampu mengembalikan dan menjaga kelestarian hutan.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan satu-satunya negara yang menerapkan kopi agroforestry atau kopi di dalam Kawasan hutan dengan pola agroforestry. “Melalui agroforestry, kelestarian hutan akan terjaga dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat karena dapat memanfaatkan ruang kosong di antara tegakan hutan. Salah satunya dengan pengembangan pola agroforestry kopi yang dapat memberikan nilai tambah antara lain cita rasa kopi yang khas sehingga memiliki nilai tinggi (kopi specialty) dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan antara lain menjaga konservasi tanah dan air, iklim mikro dan meningkatkan serapan karbon,” lanjut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Pembukaan Festival PeSoNa di Jakarta, Selasa (25/1/2022).
Di masa pandemic, geliat kopi nusantara semakin pesat dengan bertumbuhnya rumah kopi di berbagai kota di Indonesia. Ternyata kopi juga memberikan sarana untuk berkreativitas. Kopi juga menghasilkan bukan hanya nilai tambah, tapi yang lebih dari itu, kopi juga menjadi salah satu sarana yang membantu kita menyelesaikan permasalahan sosial termasuk permasalahan sosiologis yang dihadapi akibat pandemi.
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) menyampaikan capaian program Perhutanan Sosial dan Hutan Adat mencapai 4,9 juta hektar dan telah terbentuk 8.154 KUPS yang mencakup 1,02 juta KK, yang melakukan kegiatan usaha pemanfaatan hutan dan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Dari jumlah itu sekitar 3% KUPS mengembangkan kopi sebagai usaha perhutanan sosialnya.
Praktek Baik Kopi Agroforestri untuk Konservasi
"Merawat kopi dengan menanam beraneka pohon naungan, menjadikan kopi punya aneka citarasa yang berbeda, yang memberi nilai ekonomi lebih bagi petani kopi, tapi juga mampu mengembalikan fungsi hutan di wilayah. Bukan cuma menjaga hulu sungai Ciliwung, tapi juga habitat bagi owa Jawa, Elang Jawa hingga macan dahan. Agroforestri kopi menjadi bukti nyata konservasi sosial!" tutur Jumpono, selaku ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Cibulao Lestari, Puncak-Cianjur, di hulu Sungai Ciliwung, sebagaimana disampaikan dalam Talkshow bertajuk, “Kopi dan Konservasi” yang berlangsung pada 26 Januari 2022 dalam rangkaian Pesona Kopi Agroforestri 2022 di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, penanaman kopi di lahan konservasi bukan hanya memberikan manfaat bagi perekonomian masyarakat. Lebih dari itu, semua makhluk hidup turut merasakan hasil positifnya. "Ini mata rantai yang saling menguntungkan. Dengan keberadaan kopi di lahan konservasi tentu akan menyelamatkan kita dari berbagai bencana, menyelamatkan hewan-hewan di hutan, dan mengatasi permasalahan pemanasan global," imbuhnya.
Jumpono mengenang pada 2002 saat pertama kali melakukan penanaman kopi di wilayah hutan sosial Cibulao, dirinya mendapatkan banyak tentangan dari masyasakat sekitar. "Di tahun 2000-an, orangtua saya membawa bibit cabutan robusta sekitar 50 pohon. Kemudian kami tanam di bekas lahan longsor di bawah pot kayu. Tujuan kami menanam saat itu supaya lahan tidak longsor dan tidak ada yang merusak lahan," kata Jumpono. "Saat itu kami sekeluarga dicap orang gila. Karena di situ orang bertani sayur-mayur. Tapi kami hanya tanam kopi," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, dirinya membuktikan bahwa menanam kopi bukanlah hal yang sia-sia. Pada 2016, biji kopi yang ditanamnya memenangkan juara 1 nasional dalam kompetisi kopi kelas robusta. Sejak itulah masyarakat sekitar mulai berbondong-bondong menanam kopi di area hutan sosial mereka. Saat ini wilayah hutan sosial Cibulao yang seluas 610 hektare telah ditanami biji kopi. Setiap tahun pihaknya menghasilkan 20-30 ton kopi. "Insyaallah pada 2025 hingga 2030 kami akan mencapai puncak panen karena semua sudah tertanam dan 80% bisa produksi," imbuh Jumpono dengan penuh keyakinan.
"Tanaman kopi hanya membutuhkan 40% penyinaran matahari. Jadi butuh pohon penaung. Agar kebun makin produktif, kami tanami alpukat, jengkol, durian dan kayu-kayuan seperti sengon. Naungan yang cukup, memberikan kelembaban alami, sehingga buah kopi bisa tumbuh dan matang sempurna. Selain itu rasa kopi menjadi lebih beraneka," timpal Fajar Sumantri, Koordinator Konsorsium Kota Agung Utara (KORUT), Propinsi Lampung. Wanatani kopi, menjadi solusi atas keterlanjuran hutan lindung yang telah dirambah dan digarap oleh masyarakat sekitar hutan berpuluh tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Kami perlu meyakinkan petani untuk mau mengelola kopi di kawasan hutan dengan pola agrorestri sehingga bisa mendapatkan izin perhutanan social. Tanpa izin, tak aka nada yang mau membeli kopi kita karena dianggap perambah hutan,” lanjutnya. Saat ini konsorsiumnya menaungi lebih dari 27 Gapoktan HKm di areal seluas 43.645,9 ha tersebar di 14 kecamatan di Propinsi Lampung. Mereka memproduksi komoditi utama kopi robusta sebanyak 34.916,12 ton dan dapat menghasilkan uang sekitar Rp698 miliar lebih setiap tahunnya. Lebih lanjut, Ia menjelaskan strategi pendampingan dengan melakukan pemetaan partisipatif dan mengaitkan tiga isu, yaitu kelola lembaga, kelola kawasan dan kelola usaha, dengan keterlibatan sejumlah mitra strategis. “Dari tingkat tapak hingga pemangku kebijakan seperti KLHK, TNI, POLRI, DPR, PEMDA, KPH hingga organisai pegiat lingkungan, karena kegiatan pengelolaan hutan, baik itu perbaikan atau konservasi harus melibatkan semua elemen masyarakat,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, penting memetakan potensi jenis tanaman yang masuk dalam kategori MPTS [Multi Purpose Tree Species] atau tanaman serba guna. Artinya dapat menghasilkan kayu maupun bukan kayu, seperti getah, buah, daun, bunga, serat, pakan ternak, dan sebagainya. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan juga meningkat, diiringi bertambahnya tutupan lahan. Ini dapat dilihat dari dominasi tanaman tajuk tinggi berusia di atas tiga tahun sebanyak 4.333.127 pohon, yang bersumber dari 200.000 bibit MPTS, ditanam bersama masyarakat pada 2013-2017 lalu. Pola wanatani mampu mengembalikan fungsi hidrologi kawasan hutan dan menjadi habitat bagi hewan endemik sumatera. “Kami memperkenalkan kopi codot. Ini jenis kopi robusta yang telah dipetik dan digerogoti buahnya lalu dibuang bijinya dan menyisakan kulit arinya. Uniknya, codot tidak mau mengambil kopi yang menggunakan pupuk kimia meskipun tingkat kematangan buahnya sama. Kopi ini kemudian diolah dan menghasilkan citarasa yang berbeda,” katanya sambil mempromosikan.
ADVERTISEMENT
Kisah yang sama juga dialami petani di Hutan Desa Labbo, Bantaeng. Fitriani, pendamping komunitas dari Balang Institute menuturkan, pola agroforestri kopi yang dikembangkan sejak 2004 mampu meningkatkan tutupan hutan, yang kala itu relatif gundul dan gersang. "Lalu pada masa itu kita melakukan pendampingan pada petani untuk menanam kopi. Karena kopi harus ditanam di bawah pohon, tutupan lahan di wilayah tersebut kemudian pada 2014 kembali hijau," ucap Fitriyani. Balang bersama berbagai pihak dari akademisi dan lembaga riset kehutanan kemudian mendorong mereka untuk ajukan skema Hutan Desa. Jadilah Labbo sebagai penerima Hutan Desa pertama di Sulawesi Selatan. Pendampingan yang dilakukan dengan memetakan tataguna lahan, mampu memberikan kesadaran baru bagi petani kopi untuk menanam aneka pohon penaung kopi.
ADVERTISEMENT
"Melakukan konservasi itu sangat bernilai. Pendampingan yang kami lakukan untuk memperbaiki lingkungan itu tidak bisa dinilai dari rupiah dan untuk menjamin makhluk-makhluk endemik sekitar hutan desa Labbo, seperti Tarsius, Kuskus, bahkan Anoa. Itu sangat luar biasa," pungkas dia.
Masa Depan Kopi Agroforestri: Menuju Konservasi Sosial
Geliat di bagian hulu usaha kopi ini ternyata sejalan dengan tren kopi mendatang. "Ada 3 tren global kopi ke depan. Konsumen dunia semakin paham dengan kopi specialty, kopi dengan kekhasan rasa dan aroma, kopi yang didukung sustainability, yang terjamin keberlanjutannya baik kuantitas dan mutu produknya tapi juga ketersediaan serta perawatan lahannya, serta ditunjang digitalisasi." Hal itu diungkapkan oleh Abdul Aziz, General Manager Anomali Coffee. "Sustainable coffee tentu akan berhubungan konservasi. Bagaimana pun kopi yang ditanam di area konservasi memiliki kualitas dan cita rasa yang lebih baik," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ke depan kopi yang banyak dicari ialah jenis speciality coffee. "Konsumen kopi di seluruh dunia saat ini semakin cerdas, mereka semakin memahami banyak hal tentang kopi. Karenanya, mereka memilih kopi dengan kualitas baik yang memiliki cupping score di atas 80," imbuhnya.
Selanjutnya, Ia memprediksi digitalisasi dalam dunia kopi akan semakin melejit pula. Digitalisasi dimaksudkan untuk mengedukasi konsumen, sekaligus menghadirkan pengalaman dan realitas di lapangan (augmented reality). Dalam penyajian kopi kepada pelanggan, pihaknya bukan hanya mengedepankan rasa kopi yang enak. Namun, mereka juga membagikan pengalaman dari mana kopi tersebut berasal. “Yang paling penting, bagaimana kita mengedukasi pembeli kita. Bagaimana caranya pembeli yang jadi penikmat kopi ini juga tau kopinya diambil dari mana, siapa petaninya, siapa yang roasting, proses di hulu seperti apa,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Edukasi konsumen kopi menjadi kata kunci, bahwa apa yang dicecap oleh penikmat kopi di hilir, punya konsekuensi terhadap konservasi lahan kopi di hulu. Pola wanatani kopi dipercaya memberikan nilai lebih bagi kopi khas Indonesia untuk terus mewarnai kopi dunia. Inilah wajah baru kopi Indonesia, dengan pola agroforestri di hutan-hutan sosial menjadi awal mula gerakan konservasi sosial.