KPU Sudah Tidak Independen?

Hasbi Ardhani
Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan Gerung, Lombok Barat. Seorang Pembaca, dan Pembelajar.
Konten dari Pengguna
2 November 2021 10:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasbi Ardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Koleksi Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Koleksi Kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penentuan waktu tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) jangan sampai mereduksi independensi penyelenggara yang sudah tertuang dalam konstitusi. Faktanya, pembahasan tentang penentuan waktu Pemilu 2024 sangatlah panas, hal tersebut kemudian menjadi indikasi kuatnya intervensi partai politik ke KPU.
ADVERTISEMENT
KPU terbentuk setelah adanya amandemen UUD 1945, hal itu disebabkan oleh rendahnya kepercayaan (distrust) publik kepada penyelenggara pemilu yang dikontrol oleh pemerintah. Intervensi dan intimidasi dari pemerintah serta partai politik terhadap penyelenggara pemilu menjadi virus menakutkan bagi pemilu yang demokratis. UUD 1945 sebagai jaminan independensi KPU, namun realitasnya pasti ada usaha gelap untuk menguatkan peranan politik dalam tubuh KPU. Usaha itu pernah dilakukan dengan terang dan jelas melalui Undang-undang yang memperbolehkan anggota partai mendaftarkan diri sebagai anggota penyelenggara pemilu.
Dari perspektif hukum sangatlah jelas, dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 12 huruf a menyebutkan bahwa penetapan jadwal pemilu merupakan tugas dari KPU. Pasal tersebut menjadi dasar hukum yang kuat bagi KPU dalam menetapkan waktu pemilu, tanpa harus diintervensi atau bahkan diintimidasi oleh kekuasaan lain seperti legislatif atau eksekutif. Putusan MK No 92/PUU-XIV/2016 juga menguatkan bahwa independensi atau kemandirian penyelenggara harus dimaknai “tidak adanya benturan kepentingan,pengaruh dan/atau tekanan dari pihak mana pun kepada Lembaga yang mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya”. Penyelenggara dalam hal ini KPU bukan hanya mengerjakan hal-hal yang sifatnya teknis, tetapi memiliki kewenangan untuk membuat peraturan dan kebijakan (self regulator bodies) yang tidak boleh diintervensi apalagi diintimidasi oleh lembaga atau kekuasaan mana pun.
ADVERTISEMENT
Atmosfer politik dewasa ini tidak dapat dipisahkan dengan persiapan seleksi anggota KPU yang berakhir pada 11 April 2022. Proses rekrutmen ini juga bisa jadi salah satu faktor tarik ulurnya penetapan waktu pemilu. Dalam proses seleksi anggota penyelenggara, posisi politik kekuasaan legislatif dan eksekutif sangatlah mendominasi. International IDEA menyatakan bahwa independensi penyelenggara bermakna adanya kebebasan, terbebas dari intervensi dan intimidasi seseorang, kekuasaan, dan atau partai politik dalam mengambil keputusan. KPU harus bekerja bebas, tanpa ada tekanan dari pihak mana pun. Itu bisa kita nilai dari sikap dan kebijakan yang diambil, seperti penetapan waktu pemilu, dan lain sebagainya.
Dasar hukum tentang independensi penyelenggara pemilu sangat kuat, namun praktik di lapangan sering kali berbenturan. Anggota penyelenggara memang tidak dibenarkan berasal dari anggota partai, namun potensi untuk berpihak tidak bisa dihindari. Dalam Laporan Kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 2019 mengungkap bahwa pelanggaran prinsip kemandirian merupakan salah satu jenis pelanggaran yang banyak diadukan. Hal yang paling terang adalah UU No 6 tahun 2020 tentang perubahan ketiga UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan wali kota tentang penundaan tahapan pelaksanaan pemilu serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan dilakukan atas dasar persetujuan bersama KPU, Pemerintah,dan DPR (Pasal 122A ayat 2). Frasa “persetujuan bersama” jelas mereduksi kewenangan KPU yang diamanatkan oleh UU Pemilu.
ADVERTISEMENT
Situasi politik hari ini sangatlah tidak jelas. KPU seperti membuat jebakan untuk dirinya sendiri tentang penetapan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. Hal itu disebabkan karena KPU menggantungkan jadwal pemilu pada hasil konsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Padahal, amanat UU No 7 tahun 2017 tentang pemilu sangatlah jelas, tidak memerlukan tafsiran lagi. Disebutkan dalam Pasal 347 ayat (2) mengatakan hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara ditetapkan dengan keputusan KPU. Dalam memori penjelasan ayat itu tertulis ‘cukup jelas’. Itu berarti bahwa kekuasaan legislatif dan eksekutif menganggap rumusan pasal itu sudah tidak membutuhkan penjelasan lagi.
Penetapan jadwal pemilu sepenuhnya menjadi hak KPU dengan sifat independennya. Akan tetapi KPU tidak memiliki mental yang kuat, sehingga tidak mampu untuk menetapkan sendiri jadwal pemilu 2024. Oleh karena KPU mentalnya tidak kuat, mereka konsultasi ke DPR dan Pemerintah sebelum mereka menerbitkan keputusan KPU. Penetapan jadwal pemilu kini seperti bola panas yang tidak berujung. Berulang kali rapat, kesepakatan tidak kunjung dihasilkan. Itu karena adanya tarik-menarik kepentingan dari berbagai pihak.
ADVERTISEMENT
KPU mengusulkan Pemilu 2024 digelar pada 21 Februari 2024. Usulan tersebut dinilai pemerintah berpotensi menyebabkan ketidakstabilan politik yang terlalu lama. Pemerintah mengusulkan pemilu digelar pada 15 Mei 2024. Akibatnya fraksi-fraksi di Komisi II DPR terbelah. Ada yang mendukung pemerintah dan ada pula yang mendukung usulan KPU. Sungguh perdebatan yang tidak berguna terkait dengan jadwal pemilu, itu terjadi akibat dari jebakan yang dibuat oleh KPU sendiri. KPU menggadaikan otoritasnya untuk menetapkan jadwal Pemilu 2024 ke dalam hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Konsultasi dengan DPR dan pemerintah mestinya tidak mengikat KPU. Anggap saja konsultasi itu setara dengan kewajiban KPU melakukan konsultasi publik sebelum Peraturan KPU terbit.
Ketika KPU terjerumus dalam jebakannya sendiri pada hasil kesepakatan konsultasi, saat itu KPU kehilangan independensinya. Padahal, sudah tidak ada lagi konsultasi yang bersifat mengikat sejak keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/2016 terkait dengan kewajiban KPU untuk melakukan konsultasi dengan DPR sebagaimana diatur dalam UU 10/2016 tentang Pilkada. Pasal 9 huruf a UU 10/2016 terkait dengan tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan meliputi: menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat. Memutuskan Pasal 9 huruf a sepanjang frasa ‘yang keputusannya bersifat mengikat’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
ADVERTISEMENT
Putusan MK itu mestinya menjadi landasan konstitusional bagi KPU dalam penetapan jadwal pemilu. Benar bahwa setiap Peraturan KPU mestinya dilakukan konsultasi publik, termasuk konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Akan tetapi, masukan dari publik, DPR, dan pemerintah dalam pengambilan keputusan mestinya tidak mengikat KPU. Kebuntuan penentuan jadwal Pemilu 2024 selain menyandera KPU, juga mengancam agenda ketatanegaraan. Karena itu, sudah saatnya KPU membuktikan independensinya di publik. Jalan terus dengan opsi Pemilu 21 Februari 2024.