Pesimis di Negeri Subur dan Makmur

Hasbi Ardhani
Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan Gerung, Lombok Barat. Seorang Pembaca, dan Pembelajar.
Konten dari Pengguna
23 September 2021 12:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasbi Ardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Photo: Resplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Photo: Resplash
ADVERTISEMENT
Realitas sosial akhir-akhir ini seolah menunjukkan bahwa relasi sosial dalam komunitas, dan masyarakat yang multikultur, bahkan instansi milik negara sekalipun belum mampu mencair. Setiap hari dipenuhi oleh sikap curiga, sentimen kelas, primordial, dan deviasi relasi personal dalam satu komunitas, juga dengan antar komunitas lain di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Efeknya dari semua itu adalah sistem sosial yang terbentuk semakin mengarah kepada sikap-sikap individualis, melupakan semangat kolektivitas dan kebersamaan yang selama ini menjadi identitas sosial di negeri ini. Setiap orang atau kelompok memiliki agenda dan saling menafikan. Akhirnya semangat kompetisi mendominasi, konsekuensinya adalah kelompok lain merasa terkalahkan ketika ada yang berhasil, atau lebih buruk kita katakan menikmati keberhasilan di tengah keterpurukan orang lain. Bila dibiarkan, kesenjangan sosial di tengah multikultural dan multietnik semakin tajam.
Krisis multidimensi ini sudah kronis. Problem sosial, agama, budaya, dan politik terus menerus dipertontonkan. Reformasi yang diharapkan menjadi gerbang masa depan, untuk negeri lebih baik sampai dengan hari ini belum memberikan tanda menggembirakan. Cendekiawan, aktivis, politisi, budayawan dan ahli agama hanya sibuk menyampaikan kegelisahan masa depan tanpa berfikir bagaimana re-solusi yang efektif.
ADVERTISEMENT
Reformasi yang dibanggakan belum mampu menunjukkan suatu perubahan terukur. Persoalan paling fenomenal yang seperti sinetron adalah praktik-praktik korupsi yang menggurita, mulai dari menteri sampai kepala desa. Korupsi seperti benang kusut. Mereka (koruptor) merampas kepemilikan rakyat dengan Illegal serta haram, oleh dan untuk atas nama kekuasaan. Keadaan itulah yang menjadi pemicu kemiskinan dan pandemi sosial. Disini saya akan mengatakan bahwa para koruptor merupakan pembunuh rakyat berdarah dingin dengan pakaian yang elegant.
Pindah dari persoalan fenomenal di atas, kerusuhan sosial disertai dengan konflik antar warga bahkan anatara warga dengan aparatur negara yang seringkali memakan korban jiwa dan harta benda masih terus terjadi. Kriminalitas dan juga kejahatan kemanusiaan terus menerus terjadi hampir setiap hari di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Tawuran pemuda, yang seharusnya mereka dijaga dan dibina karena menjadi asset berharga untuk masa depan negeri ini terus saja muncul. Bahkan semakin hari, pola tawuran pemuda ini memperlihatkan kebrutalan yang mengakibatkan nyawa melayang. Kekerasan terhadap anak dan perempuan, yang paling utama adalah kekerasan seksual dan jual – beli manusia (Human Trafficking).
Narkoba dan pergaulan bebas terus menghantui masa depan negeri ini. Berapa orang yang meninggal diakibatkan oleh narkoba setia tahunnya? Berapa orang yang putus sekolah disebabkan oleh kehamilannya di luar nikah? Berapa bayi yang lahir tanpa mengetahui bapaknya? Berapa kandungan yang digugurkan dalam setahun? Dan masih banyak yang lainnya.
Problem yang tidak kalah mencemaskan adalah kekerasan yang disimbolkan oleh agama dan moralitas dalam beberapa tahun terakhir ini sering terjadi dan tidak bisa dicerna oleh akal sehat. Kelompok – kelompok keagamaan yang cenderung radikal sering memaksakan kehendaknya kepada agama dan kelompok lain. Rusaknya romantisme hubungan antar agama dan antar umat Islam sendiri disebabkan oleh klaim kebenaran masing – masing (Truth Claim) dewasa ini. Kondisi ini yang memunculkan ketegangan yang melahirkan gesekan konflik terus menerus.
ADVERTISEMENT
Mereka tanpa rasa bersalah sedikitpun menggunakan kekerasan, syiar kebencian (Hate Speech) dibungkus rapi dengan teriakan nama tuhan yang Maha Kuasa disertai dengan berkibarnya simbol – simbol keagaaman atau kelompok. Intoleransi antar umat beragama semakin menonjol dan mengalami peningkatan.
Problematika sosial yang saya sebutkan di atas adalah sebagian kecil dari banyaknya persoalan – persoalan yang membutuhkan penanganan khusus dan cepat yang ada di negeri kita. Banyak orang dengan latar belakang yang berbeda – beda melakukan kajian dan analisa terhadap situasi bangsa ini. Hingga mereka menemukan kesimpulan yang relatif sama yaitu semua persoalan ini disebabkan oleh runtuhnya moral dan karakter bangsa.
Identitas negeri kita yang dulunya religius, ramah, toleran dan yang terpenting adalah semangat gotong royongnya kini sudah mulai direduksi, redup dan tidak menutup kemungkinan identitas itu akan hilang.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi seperti ini, kita semua khususnya saya merasa pesimis dan cemas terhadap masa depan bangsa yang dipilarkan oleh Pancasila, Undang – Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika yang merupakan konsensus nenek moyang kita.