Simalakama PPKM Darurat

Hasbi Ardhani
Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan Gerung, Lombok Barat. Seorang Pembaca, dan Pembelajar.
Konten dari Pengguna
27 Juli 2021 13:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasbi Ardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi : Resplash
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi : Resplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang filsuf dari Italia bernama Giovanni Pico Mirandola mengatakan manusia adalah keajaiban besar (Magnum Miraculum est homo), ia merupakan filsuf yang memiliki pengaruh besar di zaman Renaisans. Oleh karena penyataan filsuf tersebut, menghargai dan menjaga kehidupan manusia sama dengan merawat keajaiban besar. Mengabaikan kehidupan manusia berarti mengkhianati nilai hakiki pada diri seseorang, yaitu kehidupan. Dari argumentasi di atas, seorang pembunuh adalah seorang pengkhianat. Tidak hanya mengkhianati orang yang dibunuh, tetapi lebih jauh dari itu adalah dia mengkhianati kehidupan.
ADVERTISEMENT
PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat mulai diterapkan sejak 03 Juli, pada prinsipnya adalah untuk menjaga kehidupan itu sendiri. Keganasan Covid-19 yang telah bermutasi menjadi berbagai macam varian, mengakibatkan kasus positif seperti gelombang tsunami setiap hari. Puluhan ribu kasus setiap hari, dan korban meninggal terus bertambah oleh keganasan virus tersebut. Kebijakan PPKM itu diberlakukan untuk menjalankan perintah agama yaitu menjaga nyawa dan mempertahankan kehidupan.
Fakta di atas seolah menginginkan kita untuk menyamakan frekuensi, bahwa keselamatan jiwa adalah hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto). Dari elemen mana pun, dan siapa pun, seharusnya sehati dan sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menjadi strategi melawan pandemi ini. Sebagian dari kita yang saat ini bahu membahu dengan peranan masing-masing, seharusnya kita ikut membantu, bukan mengganggu.
ADVERTISEMENT
Seharusnya pemerintah diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk mengatasi situasi seperti ini, bukan dicurigai dengan asumsi berlebihan. Penambahan anggaran untuk program perlindungan sosial ketika PPKM Darurat ditambah, dari Rp 153,86 Triliun menjadi Rp 187,84 Triliun, artinya itu meningkat Rp 34 Triliun. Dua bulan dari Juli – Agustus 2021, pemerintah akan memberikan bantuan tambahan kartu sembako ke 18,8 Juta keluarga. Dengan hal itu, keluarga penerima manfaat bantuan setara dengan 14 bulan manfaat. Pemerintah juga memperpanjang diskon tarif listrik, dan bantuan lainnya. Hal itu dilakukan untuk menjaga kehidupan. Menteri sosial yang korupsi bantuan memang benar, tapi hal itu tidak membenarkan kita untuk terus menerus curiga kepada pemerintah dengan segala ikhtiarnya memperjuangkan kelangsungan hidup kehidupan.
ADVERTISEMENT
Namun dari semua fakta di atas, ada fakta lain bahwa pengendalian ini tidak sepenuhnya berhasil, dan sukses melangsungkan kehidupan masyarakat. Kasus positif justru mengalami tren peningkatan dan meluas setiap hari. Jumlah orang yang sembuh dari virus ini memang banyak, tapi kasus kematian olehnya juga tidak mampu dihitung dengan angka kecil. Setiap kasus kematian merupakan duka nestapa bagi keluarga yang ditinggal. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization), Tedros Adhanon, memperingatkan kita bahwa Covid-19 memasuki gelombang ketiga, dengan berbagai macam varian dan penularan yang sangat cepat. Hal itu membuat banyak negara mengalami lonjakan kasus positif setiap hari.
Apakah alasan itu yang membuat PPKM diperpanjang? Lalu apakah rakyat harus taat? Atau masyarakat belum menyadari bahaya dari virus itu? Pemerintah dan seluruh jajarannya, termasuk pasukan keamanan seperti Polisi, Tentara, dan juga Satpol PP jangan tergesa-gesa memberikan vonis kepada masyarakat tidak taat. Masyarakat Indonesia cenderung paternalistik, itu artinya sangat bergantung kepada pemimpinnya. Pemimpin selalu dianggap orang tua, dan taat kepadanya. Lalu apa masalahnya mereka masih berkeliaran di luar rumah? Sumber masalahnya adalah pola komunikasi. Seandainya saja komunikasi pemerintah dengan masyarakatnya terjalin dengan baik, tidak akan ada perampasan, kekerasan aparatur negara terhadap warganya, dan berbagai persoalan yang memancing amarah masyarakat untuk membangkang.
ADVERTISEMENT
Komunikasi pemerintah harus menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) ketimbang pendekatan keamanan (security approach). Pemahaman dibangun tak hanya pada akar rumput, tapi juga pada pemerintah dan aparatur. Masyarakat menyadari bahaya dari virus itu sangat berbahaya. Meskipun ada beberapa pemahaman dan keyakinan masyarakat yang dipengaruhi oleh dr. Lois, itu jumlahnya sangat kecil. Mereka tidak percaya, tapi lingkungan membuat mereka yakin karena fakta bahwa keluarga, saudara, tetangga, dan handai taulan jatuh sakit akibat dari virus itu. Bahkan banyak dari mereka meninggal dunia.
SEREMONIAL SAJA TIDAK CUKUP
Pada intinya, masyarakat bukan tidak takut terhadap ancaman Covid-19, tetapi mereka lebih takut terhadap kemungkinan lain seperti mati di dalam rumah karena tidak tau mau makan apa. Mereka yang memiliki gaji bulanan, bisa Work From Home tanpa takut terganggu kompor dan wajannya di dapur. Mereka yang bisa seperti itu, hidupnya akan lebih efisien karena tidak mengeluarkan biaya transportasi dan uang makan. Hidup mereka bisa lebih sehat, karena semua bisa dikendalikan dari rumah.
ADVERTISEMENT
Silakan bayangkan buruh harian lepas yang hanya memperoleh gaji ketika mereka kerja, terlepas dari kerjanya tidak esensial pada negara, tapi kerjanya mereka esensial untuk keluarga. Mereka yang dapat melanjutkan hidup dari untung dagangannya. Mereka yang memiliki gaji monthly payroll jelas tidak akan merasakan imbas dari semua ini, tetapi bagaimana dengan mereka yang kalau tidak kerja, tidak dapat makan? Mereka menghadapi pilihan yang sangat sulit, mereka tentu lebih memilih keluar rumah membawa dagangan yang dimiliki, dengan selalu berharap tidak tertular virus.
Menanggulangi gelombang pandemi Covid-19 kali ini tidak bisa hanya sekadar seremonial menunjukkan wajah empati dan welas asih para pejabat, melainkan harus lebih substantif. Artinya, keselamatan jiwa dan kehidupan rakyat harus menjadi nomor satu, selamat dari ganasnya virus dan selamat dari ancaman kelaparan. Pendekatan kesejahteraan menjauhkan dari sikap aparatur yang arogan, bertindak tidak semestinya kepada masyarakat. Melalui pendekatan kesejahteraan, kita berharap akan terjalinnya pengertian, dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk sama-sama menanggulangi kejamnya gelombang Covid-19 ini.
ADVERTISEMENT