Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pentingnya Niat dalam Segala Urusan
11 November 2024 14:45 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Mara Ongku Hsb tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu kaidah ushul fiqih ‘al-Umuru bi Maqasidiha, maknanya ialah segala urusan hendaknya dengan disertai maksud atau niatnya, dikalangan mazhab Hanafi la tsawaba illa bi al-Niyat, “tidak ada pahala kecuali dengan niat”. Sedangkan dikalangan mazhab Maliki kaidah tersebut merupakan cabang dari kaidah al-Umuru bi Maqasidiha, seperti diungkapkan oleh Qadhi Abd Wahab al-Baqdadi al-Maliki, yaitu :”tidak ada pahala dan tidak ada siksa kecuali karena ada niatnya”.
ADVERTISEMENT
Tegasnya segala sesuatu itu harus didahului dengan niat. Dari kaidah ini lahirlah fiqh tentang shalat misalnya terdapat rukun shalat ada 13 yang pertama adalah niat, begitu juga dengan yang lainnya misalnya wudhu juga harus didahului dengan niat. secara lebih mendalam lagi, para fuqaha memerinci masalah niat itu baik dalam bidang ibadah mahdah seperti thaharah, tayamum, mandi junub, shalat, zakat, haji, puasa, ataupun dalam bidang mu’amalah dalam arti luas yang disebut dengan ghairu mahdah, seperti pernikahan, talak, wakaf, jual beli, dan akad-akad lainnya. Imam al-Suyuthi mengatakan : “Apabila kau hitung masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan niat ini tidak kurang dari sepertiga atau seperempatnya.”
Lalu apa konsekuensinya, bila suatu ibadah tidak ada niatnya maka ibadah bisa menjadi tidak sah karena tidak memenuhi syarat rukunnya, shalat misalnya kalau tidak ada niat maka shalatnya menjadi seolah-olah dia sedang olahraga bukan sedang shalat, rukuknya menjadi olahraga, sujudnya menjadi olahraga, i’tidalnya menjadi olahraga dan lain sebagainya otomatis menjadi olahraga.
ADVERTISEMENT
Salah niat bisa menjadi salah total karena niat menjadi tiang utama atau pondasi utama dalam segala hal ibadah khususnya juga dalam hal lainnya seperti bekerja harus juga diniatkan karena Allah maka bekerja menjadi suatu ibadah, itulah indahnya Islam pekerjaan untuk menafkahi keluarga pun bisa menjadi ibadah kalau diniatkan untuk menafkahi untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Tetapi sebaliknya, pekerjaan ibadah bisa juga berubah total 180 derajat kalau salah niat umpama ia rajin beribadah karena segan sama seseorang segan sama tetangga, segan sama mertua karena kebetulan dirumah mertuanya, segan tidak shalat karena malu dilihat warga tidak shalat kebetulan ia adalah seorang kepala lingkungan ketua RT, RW misalnya. jika masih demikian niatnya maka ibadah tersebut menjadi usang.
ADVERTISEMENT
Dalam al-Qur’an misalnya surah al-Bayyinah ayat lima artinya sebagai berikut :
“padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus (Q.S. Al-Bayyinah :5)
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw dalam hadits al-Arba’in al-Nawawiyah :
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khattab ra, katanya, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda :”Nilai amalan itu tergantung niat pelakunya, dan setiap manusia memperoleh balasan sesuai yang diniatkanya. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya dicatat karena Allah dan Rasul-Nya. sebaliknya siapa yang hijrahnya karena ingin memperoleh dunia, atau wanita yang ingin ia nikahi, hijrahnya sebatas yang ia peroleh,” (HR. Bukhari 1 Muslim 1907).
ADVERTISEMENT
Dari Hadits diatas terang sekali mana yang hitam mana yang putih tidak ada abu-abunya, niat itu tergantung pada pelakunya, kalau niatnya karena Allah dan Rasul-Nya maka dicatat hijrahnya karena Allah, tetapi kalau ia mempunya tujuan dibalik sesuatu atau karena ada maunya maka sebatas itulah yang ia dapatkan. Sungguh rugi apabila sudah salah niat di awal maka seterusnya akan menjadi tidak baik bisa-bisa menjadi gagal tujuan baiknya kalau sudah salah niat.
tetapi, ada juga suatu perbuatan yang tidak perlu niat dan ini merupakan pengecualian daripada niat diantaranya adalah ; pertama, sesuatu perbuatan yang sudah jelas-jelas ibadah bukan adat, sehingga tidak bercampur dengan yang lain, seperti seperti iman kepada Allah, makrifat, zikir, membaca al-Qur’an kecuali apabila membacanya dalam rangka nazar. kedua, tidak diperlukan niat didalam meninggalkan perbuatan seperti perbuatan zina dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dilarang atau haram karena dengan tidak melakukan perbuatan tersebut maksudnya sudah tercapai. memang betul perlu niat apabila mengharapkan dapat pahala dengan meninggalkan yang dilarang. ketiga, tidak diperlukan niat ketika keluar dari shalat, karena niat tidak diperlukan dalam melakukan suatu perbuatan bukan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
ADVERTISEMENT
Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun arti dari perbuatan seseorang, apakah seseorang melakukan perbuatan itu karena niat ibadah kepada Allah dengan melakukan yang wajib dan yang sunnah atau karena ia melakukan suatu perbuatan itu karena kebiasaan saja, misalnya apabila seseorang mampir di sebuah masjid lalu tiduran di masjid kemudian duduk-duduk atau tiduran di masjid maka apakah dia berniat i’tikaf atau tidak. apabila dia berniat i’tikaf di masjid tersebut maka ia mendapatkan pahala dari i’tikaf tersebut. dikalangan para ulama ada kesepakatan bahwa suatu perbuatan ibadah tidak sah tanpa disertai niat, begitulah pentingnya niat dalam hal ibadah dan kehidupan.