Konten dari Pengguna

Kehidupan (yang katanya) Dewasa

Hasmawati
Pembelajar sepanjang hayat, pengamat manusia.
29 Oktober 2024 8:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dulu aku tak habis fikir dengan seorang sahabat yang tampaknya hampir tak pernah puas dengan apapun yang terjadi disekitarnya.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana bisa ia tak senang melihat air hujan yang turun dari balik ruangan kantornya yang berpendingin udara?"
"Bagaimana bisa ia tak menikmati sebuah buku yang bagus disofa rumah mungilnya yang berpenerangan sendu, diiringi musik pilihan dari pengeras suara miliknya?"
"Bagaimana bisa ia tak bahagia menikmati secangkir kopi enak di kedai sambil memperhatikan tingkah polah manusia berlalu lalang?"
Demikian kira-kira fikirku. Saat kuutarakan fikirku, sahabatku membalas, "Wah, gw sih iri banget elu masih bisa menikmati itu semua."
Butuh 1 dekade untuk memahami bahwa ini bukan tentang dia dan sekitarnya, tapi ini antara dia dan dirinya. Kehidupan (yang katanya) dewasa akan sentiasa menghadirkan arena baru pertarungan melawan diri sendiri. Perasaan terkalahkan akibat tertolak wawancara, ketakutan akibat keputusan spontan, atau cemburu hasil adu banding nasib dengan rekan, sejawat, kerabat, sampai sahabat kalau iman tak kuat.
ADVERTISEMENT
Kini, sepertinya aku kurang lebih paham mengapa bisa tak menikmati hujan dari balik kaca tempat kerja meskipun berpendingin udara saat memikirkan uang gaji tak akan bisa tersimpan setelah pembayaran tagihan demi tagihan.
Tak akan terbaca sehalaman buku pun saat otak sibuk harus menyelesaikan masalah mulai dari cicilan sampai dengan bohlam lampu yang harus diganti namun tak ada yang mengerjakan di rumah.
Tak akan sempat hendak memerhatikan manusia sekitar, saat bahkan untuk duduk menghirup kopi pun tak bisa jadi pilihan karena gawai yang tak putus memberi peringatan pesan.
Kehidupan (yang katanya) dewasa tak akan pernah menjadi ringan saat urusan dengan diri tak diselesaikan. Kusadari penuh hal ini, namun sepertinya aku di usia mudaku terlalu meremehkan ini. Dulu bagiku cukup dengan pemahaman ilmu, kebaikan tulus, semangat terbaharu setiap waktu, semua akan baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Tapi ternyata tak sesederhana itu. Bahkan saat perjalanan pulang bandara sehabis menjemput ibunda yang riang gembira bercerita tentang wisata religinya, aku diam sambil menyesap kopi yang baru sempat kubeli sambil berfikir campur menyesali.
"Bagaimana bila ibu tau, bahwa saat ini aku mencemburuinya setengah mati akan riang dan yakinnya ia pada Tuhan yang dipercayainya."
Kehidupan (yang katanya) dewasa ini akan sentiasa kita jalani, dan akan berlalu seiring waktu. Semuanya, mulai dari hal terburuk sampai hal terbaik. Kita masih akan diseret terus oleh pelbagai emosi yang mau ataupun tak mau kita rasakan. Lalu tiba-tiba itu semua pasti akan terhenti. Pasti.
Namun hingga saat itu tiba, seperti kata Pramoedya dalam Bumi Manusia, kita sudah mencoba tuan, sebaik-baiknya.
Coastal Area, Tanjung Balai Karimun