Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Merayakan Cinta
11 Agustus 2021 7:38 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Hasmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bermula dari seorang ponakan yang berkonsultasi tentang lamaran pacarnya. Entah mengapa dia memilih aku, tapi dengan senang hati aku berbagi fikiranku tentang cara memandang pernikahan. Kukatakan padanya bahwa menikah adalah keputusan logis paling rumit yang bisa dibuat manusia. Pernikahan merupakan produk budaya dan hasil evolusi spesies yang hanya dilakukan oleh manusia. Secara logis pernikahan mustahil dilakukan, namun untungnya Tuhan menciptakan kita tidak hanya dengan akal tapi juga dengan perasaan. Pernikahan adalah keputusan emosi. Penerapannya adalah, disaat otak kita keseringan membantah keputusan menikah itu, tanyakan pada hati, mungkin itu juga yg dimaksud dengan istilah "mengikuti kata hati". Kurang lebih begitu yang kukatakan pada keponakan cerdasku itu. Entahlah diterima apa tidak.
ADVERTISEMENT
Tak dinyana ternyata, aah dasar jodoh, si Non juga ternyata mengalami hal yang sama. Non ditanyai oleh seorang rekan kerjanya tentang pernikahan. Jawaban santai si Non akan pernikahan pun membawa si penanya ke pertanyaan berikutnya seputar ambisi hidup. Masih ditanggapi Non dengan santai yang akhirnya membuat si penanya menarik kesimpulan bahwa si Non berasal dari keluarga kaya, sehingga tak terlalu perlu untuk berusaha keras dalam hidup untuk mencapai sesuatu. Kesimpulan yang membuat si Non terdiam, dan ketika Non bercerita kepadaku, aku pun terdiam. Benarkah begitu?
Sebagai dua manusia dengan kepribadian yang serupa, kami berdua pun kembali menelisik ulang kisah masa kecil kami. Ah, sama seperti orang kebanyakan. Kami tumbuh dari keluarga sederhana yang tak selalu mendapatkan apa yang kami mau. Kami masih punya rasa iri melihat sesuatu yang dimiliki oleh teman, dan mengalami penolakan dari orang tua dikala meminta karena keterbatasan keadaan. Keterampilan motorik kami tidak diasah melalui lembaga formal, kami dapatkan itu saat bermain dengan teman-teman. Apa hal yang membuat kami berdua tumbuh menjadi pribadi yang sangat menikmati setiap proses manis getirnya hidup ? Persamaan apa yang kami punya hingga kami bisa memiliki pola pikir seperti sekarang?
ADVERTISEMENT
Dan sebagaimana layaknya dua orang dengan "fikiran kejauhan" bertemu. Proses brainstorming pun berlangsung alot. Disela-sela pengerjaan administrasi kerja, diantara antrian beli es, dalam drama protes anak, dan saat duduk mengaso dengan semangkuk bakso.
Kami sama-sama tak setuju kami berasal dari keluarga kaya harta. Non bilang, mungkin karena dulunya meski kami tak kaya, tapi kami dimanja. Orang tua kami meski susah tapi tak mau kami kesusahan. Mereka melakukan apa yang mereka bisa untuk menyamankan kami. Aku tak setuju, sebagai anak yang tumbuh dari keluarga Melayu kental, idiom "sayang anak dipukul-pukul, sayang istri ditinggal-tinggal" lekat sekali penerapannya dalam kehidupan kami. Aku pastilah seorang anak yang sangat disayang bila merujuk pada idiom ini. Kuverifikasikan fakta ini kepada si Non. Dia pun mengaminkan, meski tak sebanyak aku, ia juga tumbuh tak luput dari sentuhan sayang ini. Tidak, kami bukanlah anak yang dimanja. Toh, meski mungkin kami tak dipaksa bekerja dalam urusan rumah tangga seperti membantu menyapu halaman, memasak di dapur, tapi kami wajib bertanggung jawab atas pekerjaan kami sendiri, seperti urusan sekolah, PR, dan semacamnya. Orang tua tak akan pernah ikut campur urusan itu, sehingga sedari kecil kami terbiasa untuk tidak melalaikan tanggung jawab pribadi bila tak hendak menanggung akibatnya.
ADVERTISEMENT
Lantas apa yang menyebabkan kami tumbuh dengan sikap santai yang mampu menawarkan kepahitan masalah hidup yang kami hadapi ? Pagi ini aku terbangun dengan fikiran bahwa modal besar yang kami punya adalah, kebahagiaan yang bersumber dari cinta. Kami dicintai banyak, sehingga menumpuk kebahagiaan yang merasuk hingga ke setiap pembuluh nadi kami. Alam bawah sadar kami telah membawa kesan tak akan pernah merasa ditinggalkan, buah dari asuhan orang tua kami di masa lalu. Bagaimana bahwa seharusnya bila kita mencinta, kita siap menerima bahwa yang kita cinta tidak sempurna, akan ada cacatnya, sehingga meski kita pasti akan kecewa tapi kita tak akan pernah pergi hanya karena itu, semata karena kita cinta.
ADVERTISEMENT
Perasaan yakin bahwa meski dihajar habis-habisan, tapi orang tua kami tak akan pernah meninggalkan kami, mereka mencintai kami utuh dengan segala keburukan yang kami punya, menjadikan kami pribadi yang sanggup menghadapi kesulitan hidup dengan teguh. Perasaan yakin ini juga yang menjadikan kami pribadi yang mampu mentertawakan kegetiran masalah. Meski kalau dilihat dari kacamata orang lain sepertinya tak jauh beda dengan orang gila. Tapi keyakinan ini tanpa kami sadari, yang menjadikan sampai saat ini kami baik-baik saja.
Kebiasaan orang tua yang menempatkan anaknya di atas dirinya dengan ketulusan, juga menjadikan kami seorang yang tak gemar menghitung imbalan saat melakukan sesuatu. Seperti orang tua-tua masa dahulu, mereka hidup dan bekerja untuk memastikan keluarganya memperoleh kelayakan hidup. Cetak tebalnya, keluarganya, bukan dirinya. Seperti yang dikatakan mentorku dahulu saat aku berurai-urai air mata bercerita kisah cinta, kalau bahasa cintanya masih dihiasi kata "aku" maka itu belum menjadi cinta seutuhnya, melainkan dorongan ego. Dan kami sadar orang tua kami melakukan itu tulus untuk kami, bukan untuk diri mereka sendiri. Tak pernah rasanya kami mendengar orang tua menyuruh kami untuk bersekolah tinggi, agar bisa membantu keluarga. Selalu rasanya yang terdengar adalah agar kami bisa hidup baik bila kelak mereka telah tiada. Ketulusan ini juga membuat kami tanpa sadar untuk tidak berekspektasi macam-macam saat menyangkut urusan dengan orang lain. Tanpa ekspektasi berarti tanpa beban. Dan jadilah kami pribadi santai yang katanya tadi buah asuh keluarga kaya. Ah, mungkin benar kami kaya, kaya akan cinta.
ADVERTISEMENT
Cinta akan selalu menjadi hal yang indah dan patut dirayakan di dunia, meski berarti kita jadi lebih bodoh dari seharusnya. Tak mengapa bila sesekali kita melayan perasaan. Karena mimpi selalu hadir dari perasaan dan mimpi itu juga yang sesungguhnya memberikan otak kita sebuah tujuan. Tetap semangat untuk jatuh cinta dalam apapun hal yang kita anggap penting di dunia ini. Dan semoga karena itu kita masih akan terus memiliki alasan untuk hidup di dunia ini sebaik-baiknya.