Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kebijakan-Kebijakan di dalam Pertanian
15 April 2022 15:21 WIB
Tulisan dari Hatipah Salamah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Agar terlaksana pembangunan pertanian sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi keputusan produsen, konsumen, dan para pelaku pemasaran. Campur tangan pemerintah inilah yang kemudian disebut sebagai “kebijakan pertanian” atau “politik pertanian” (agricultural policy). Namun sebagian orang berpendapat bahwa pengertian kebijakan pertanian tidak dapat disamakan dengan pengertian politik pertanian. Campur tangan pemerintah ini diperlukan untuk memutus rantai lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal.
ADVERTISEMENT
Politik pertanian merupakan sikap dan tindakan pemerintah atau kebijakan pemerintah dalam kehidupan pertanian. Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produk naik, tingkat hidup petani lebih tinggi, dan kesejahteraan lebih merata.
Ruang Lingkup Politik Pertanian
1. Kebijakan Produksi
Mengingat arti dan peranan penting pangan untuk menunjang kehidupan manusia, maka pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk mencukupi pangan tidak hanya dari segi kuantitas, tetapi kualitas. Dengan demikian, diperlukan adanya suatu kebijakan dan tindakan khusus untuk mencegah dan menghindari masalah dari adanya kerawanan pangan, yaitu dengan :
a. Kebijakan peningkatan produksi untuk mencapai swasembada pangan
ADVERTISEMENT
Usaha yang ditempuh pemerintah yang dilaksanakan untuk mencapai swasembada pangan yaitu dengan cara :
Kebijakan peningkatan produksi pangan ditempuh melalui inovasi “panca usahatani”, kemudian dikembangkan menjadi “sapta usahatani”. Untuk menunjang keberhasilan program peningkatan produksi pangan untuk mencapai swasembada pangan, pemerintah telah mengantisipasi melalui beberapa kebijakan, yaitu :
ADVERTISEMENT
b. Diversifikasi komoditi
Diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya sudah merupakan kebijakan yang cukup lama tetapi pengembangannya masih relatif tertinggal karena beberapa hal:
2. Kebijakan Subsidi (Subsidy Policy)
Subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi, yaitu:
ADVERTISEMENT
a. Subsidi harga produksi melindungi konsumen dalam negeri, artinya konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatannya atau harga internasionalnya. Subsidi harga produksi khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi, seperti pupuk. pestisida, dan bibit.
b. Subsidi harga faktor produksi bertujuan untuk melindungi produsen. Produksi dalam negeri dan dilakukan untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Bentuk subsidi harga faktor produksi dapat berupa biaya angkut faktor produksi ke pelosok atau perbedaan tingkat bunga bank dalam pengambilan kredit.
Di samping bertujuan untuk melindungi produsen dan konsumen, kebijakan subsidi juga bertujuan untuk memperluas lapangan keria dan meningkatkan produksi komoditas tertentu untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
3. Kebijakan Investasi (Investment Policy)
ADVERTISEMENT
Kebijakan investasi di Indonesia dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan dukungan dari departemen-departemen teknis terkait. BKPM menetapkar skala prioritas untuk usaha tertentu, misalnya pembukaan usaha besar diharapkan menghindar persaingan dengan usaha petani.
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang disetujui oleh BKPM akan mendapatkan berbagai fasilitas, seperti pembebasan pajak impor untuk alat alat dan mesin-mesin pertanian yang harus diimpor. Kepada mereka juga diberikan fasilitas pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu.
Berbagai kebijakan investasi dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk merangsang investasi, baik oleh swasta nasional maupun swasta asing, namun sampai saat ini investasi dalam sektor pertanian masih relatif kecil. Hal ini terutama disebabkan faktor keuntungan yang dapat diperoleh, yang umumnya lebih kecil dibandingkan dengan investasi di sektor industri dan jasa. Di samping itu, investasi di sektor pertanian lebih besar risikonya jika dibandingkan dengan sektor industri dan jasa.
ADVERTISEMENT
4. Kebijakan Harga (Price Policy)
Penetapan harga dasar oleh pemerintah ini juga dapat menimbulkan konsekuensi lanjut terhadap pemerintah, yaitu pembelian gabah/beras pada saat harga pasar di bawah atau sama dengan harga dasar. Pemerintah harus mengeluarkan sebagian atau seluruh cadangan gabah/beras untuk memenuhi kelebihan permintaan yang terjadi di pasar. Campur tangan pemerintah dalam rantai pemasaran ini diperlukan karena adanya imperfeksi pasar yang merugikan produsen dan konsumen.
Kebijakan harga dapat didefinisikan sebagai campur tangan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengubah harga-harga yang diterima dan dibayarkan oleh para pelaku pasar (produsen dan konsumen) Kebijakan harga produk pertanian bertujuan untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari tujuan-tujuan berikut:
ADVERTISEMENT
Keadaan produsen dikatakan lebih baik apabila surplus produsen lebih tinggi dan sebaliknya keadaan konsumen dikatakan lebih baik bila surplus konsumen mengalami kenaikan.
5. Kebijakan Pemasaran
Apabila biaya produksi suatu komoditi tinggi, maka produksi berjalan kurang efisien, sehingga daya saing komoditi yang bersangkutan baik di pasar dalam maupun luar negeri akan menjadi rendah. Akibatnya komoditi tersebut sulit dipasarkan.
Diartikan sebagai kegiatan pemerintah untuk mengatur distribusi barang (terutama beras) antar daerah dan/atau antar waktu sehingga di antara harga yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima oleh produsen terdapat marjin pemasaran dalam jumlah tertentu sehingga dapat merangsang proses produksi dan proses pemasaran. Efisiensi pemasaran biasanya diukur dari besar-kecilnya marjin pemasaran, setelah mempertimbangkan berbagai fungsi yang dijalankan alam kegiatan pemasaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen, atau dapat dihitung dengan cara harga di tingkat pengecer dikurangi dengan harga di tingkat petani. Selain menerima keuntungan, lembaga pemasaran juga telah mengeluarkan biaya untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran berupa penyimpanan, penggolongan mutu, standarisasi, transportasi, dan pengolahan. Maka dari itu marjin pemasaran juga bisa dihitung dengan cara keuntungan lembaga pemasaran ditambah dengan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk menjalankan fungsi pemasaran.
Keseimbangan antar tempat dibedakan menjadi 2, yaitu keseimbangan antar tempat tanpa biaya transfer dan keseimbangan antar tempat dengan biaya transfer. Biaya transfer (transfer cost) adalah biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan barang antara dua tempat yang meliputi biaya terminal (biaya bongkar muat dan biaya retribusi) dan biaya transportasi (semakin jauh jaraknya semakin besar biayanya).
ADVERTISEMENT
6. Kebijakan Konsumsi
Di Indonesia, konsumsi masyarakatnya adalah terlalu berat pada karbohidrat yang sebagian besar dipasok dari beras. Hal ini dipandang tidak baik karena suatu bangsa yang makanan utamanya tergantung hanya pada satu bahan pangan cenderung akan menghadapi berbagai masalah dalam jangka panjang.
Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada pangan beras, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memengaruhi pola konsumsi yang tidak menguntungkan ini dengan mengeluarkan Inpres No. 14/1974 tentang Penganekaragaman Menu Makanan Rakyat (PMMR), yang kemudian diperbaharui dengan Inpres No. 20/1979 tentang Perbaikan Menu Makanan Masyarakat yang berdimensikan permintaan terhadap keanekaragaman pangan. Namun implementasi kebijakan Inpres No. 20/1979 belum berjalan lancar karena beberapa kesulitan, misalnya kesulitan mengubah cara/kebiasaan makan masyarakat karena hal tersebut menyangkut aspek teknis (sulit-tidaknya bahan makanan tersebut dimasak), aspek sosial (menyangkut kebiasaan dan selera), dan aspek ekonomi (berkaitan dengan tingkat pendapatan dan harga bahan makanan).
ADVERTISEMENT
Analisis diversifikasi konsumsi dilakukan terhadap zat gizi utama, yaitu energi yang dilakukan dengan menelaah perubahan skor mutu pangan dengan menggunakan standar normatif Pola Pangan Harapan (PPH). PPH adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari setiap kelompok pangan, baik secara absolut maupun relatif terhadap total energi yang dikonsumsi. Dalam masyarakat harus tersedia energi per orang sebanyak 2.500 kkal per hari an 55 gram protein. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas konsumsi pangan yang ditentukan oleh komposisi jenis pangan. Jenis pangan yang beraneka ragam merupakan persyaratan penting untuk menghasilkan pola pangan yang bermutu seimbang.
SUMBER :
Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Penerbit Andi.
ADVERTISEMENT